43. Mengikis Jarak

3.4K 82 0
                                    

Hai semuanya! Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.

Jangan lupa untuk mengikuti akun saya dan vote cerita ini jika kalian menikmatinya.

Love you all!

HAPPY READING

Ruang kerja Duke Adrian dipenuhi tumpukan dokumen dan buku-buku tebal. Adrian duduk di kursi kebesarannya, mengerutkan kening sambil membaca laporan keuangan terbaru. Dia sudah bekerja berjam-jam tanpa henti, dan kepalanya mulai terasa pusing.

Tiba-tiba, pintu ruang kerja terbuka perlahan. Clarissa masuk, membawa nampan berisi secangkir teh chamomile dan beberapa biskuit. 

Gaun tidurnya yang berwarna biru muda terbuat dari sutra halus. Rambut pirangnya yang biasanya ditata rapi kini tergerai bebas, menambah kesan menggoda.

"Adrian, sayang," Clarissa memulai percakapan dengan suara lembut yang sengaja dibuat menggoda, "aku membawakanmu teh chamomile. Kudengar teh ini baik untuk menenangkan pikiran."

Adrian mendongak, terkejut melihat Clarissa di ruang kerjanya. Dia sudah terbiasa dengan sikap dingin Clarissa akhir-akhir ini, sehingga kehadiran Clarissa yang tiba-tiba membuatnya merasa canggung. 

Terlebih lagi, penampilan Clarissa yang berbeda dari biasanya membuat jantungnya berdebar tak menentu.

"Terima kasih, Clarissa," jawab Adrian singkat, berusaha menyembunyikan keterkejutannya. Namun, pipinya tak bisa berbohong, rona merah tipis mulai menjalar di wajahnya.

Clarissa meletakkan nampan di atas meja kerja Adrian, lalu dengan sengaja mencondongkan tubuhnya ke depan. "Kau terlihat lelah, Adrian. Apakah kau sudah bekerja terlalu keras?" tanyanya dengan suara menggoda.

Adrian menelan ludah, berusaha mengalihkan pandangannya dari Clarissa. "Mungkin," jawabnya singkat, suaranya terdengar serak.

Clarissa menyentuh lengan Adrian dengan lembut, "Minumlah teh ini, Adrian. Semoga bisa membantumu rileks sejenak."

Adrian menatap Clarissa dengan tatapan ragu. Dia tidak terbiasa menerima perhatian dari Clarissa, apalagi setelah semua yang terjadi di antara mereka. Namun, aroma teh chamomile yang harum dan sentuhan lembut Clarissa membuatnya luluh. Dia akhirnya menerima cangkir teh itu dan menyesapnya perlahan.

"Bagaimana rasanya?" tanya Clarissa dengan senyum menggoda.

"Enak," jawab Adrian singkat, berusaha menyembunyikan perasaannya yang mulai bergejolak.

Clarissa tersenyum puas. "Aku senang kau menyukainya," ucapnya sambil mengedipkan mata. "Aku membuatnya khusus untukmu."

Adrian terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Dia merasakan kehangatan menjalar di dadanya. Kehangatan yang sudah lama tidak dia rasakan.

Clarissa melanjutkan, "Adrian, aku tahu kita sedang ada masalah. Tapi aku harap kita bisa menyelesaikannya. Aku tidak ingin kita terus-menerus bertengkar seperti ini."

Adrian menatap mata Clarissa, melihat kesedihan dan kerinduan di dalamnya. Dia ingin memeluk Clarissa, ingin mengatakan bahwa dia juga merindukannya. Tapi dia tidak bisa. Dia masih terikat dengan Helena.

Clarissa mendekat, menyentuh pipi Adrian dengan lembut. "Aku merindukanmu, Adrian," bisiknya. "Aku ingin kita kembali seperti dulu."

Adrian terpaku, jantungnya berdebar semakin kencang. Dia ingin membalas sentuhan Clarissa, ingin mencium bibirnya yang menggoda. Tapi dia tidak bisa. Dia tidak boleh tergoda oleh Clarissa lagi.

"Clarissa, aku..." Adrian hendak mengatakan sesuatu, tapi Clarissa memotongnya.

"Sudahlah, Adrian," kata Clarissa sambil tersenyum lembut. "Aku tidak ingin memaksamu. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku masih mencintaimu."

Second Life  Villain's |END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang