6. Kecurigaan Duke

5.6K 245 1
                                    

Hai semuanya! Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.

Jangan lupa untuk mengikuti akun saya dan vote cerita ini jika kalian menikmatinya.

Love you all!

HAPPY READING

..........

Pagi itu, sinar matahari menembus jendela kamar tidur Duke Adrian, menerpa wajahnya yang tampan namun dingin. Dia membuka mata, tatapannya langsung tertuju pada sosok Clarissa yang tengah duduk di meja rias, menyisir rambut pirangnya yang berkilau.

"Selamat pagi, Adrian," sapa Clarissa dengan senyum hangat.

Adrian hanya mendengus sebagai jawaban, bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Clarissa memperhatikan punggung Adrian yang tegap, merasakan sengatan familiar dari tatapan dinginnya.

"Bagaimana tidurmu?" tanya Clarissa lagi, berusaha memecah keheningan.

"Seperti biasa," jawab Adrian singkat, tanpa menoleh.

Clarissa menghela napas pelan. Sudah seminggu sejak dia kembali ke masa lalu, dan selama itu pula Adrian terus memperlakukannya dengan sikap dingin dan penuh kebencian. Namun, Clarissa tidak menyerah. Dia tahu bahwa Adrian menyimpan luka masa lalu yang dalam, dan dia bertekad untuk menyembuhkannya.

Setelah selesai mandi, Adrian kembali ke kamar tidur dan mendapati Clarissa sudah menyiapkan pakaiannya di atas tempat tidur. Dia menatap pakaian itu dengan tatapan curiga.

"Apa ini?" tanya Adrian dengan nada dingin.

"Pakaianmu untuk hari ini," jawab Clarissa lembut. "Aku sudah menyiapkannya sesuai dengan jadwalmu."

Adrian mengambil pakaian itu dan memeriksanya dengan teliti. Dia tidak menemukan sesuatu yang aneh, namun tetap saja ada perasaan tidak nyaman yang mengusiknya.

"Kenapa kau melakukan ini?" tanya Adrian, tatapannya menusuk Clarissa.

Clarissa tersenyum tipis. "Sebagai istrimu, sudah sewajarnya aku mengurus kebutuhanmu," jawabnya dengan tenang.

Adrian tidak menjawab, hanya menatap Clarissa dengan tatapan penuh selidik. Dia tidak bisa memahami perubahan sikap Clarissa yang tiba-tiba. Dulu, Clarissa adalah wanita yang manja, egois, dan hanya peduli pada dirinya sendiri. Namun, sekarang Clarissa tampak berbeda. Dia lebih perhatian, lembut, dan bahkan berusaha menyenangkannya.

"Ada apa denganmu?" tanya Adrian akhirnya, tidak bisa menahan rasa penasarannya.

Clarissa terdiam sejenak, lalu menatap Adrian dengan mata berkaca-kaca. "Aku hanya ingin menjadi istri yang baik untukmu, Adrian," jawabnya dengan suara bergetar. "Aku ingin kau bahagia."

Adrian tertegun mendengar jawaban Clarissa. Dia tidak menyangka akan mendengar kata-kata seperti itu dari mulut wanita yang dulu begitu dia benci. Namun, di balik keterkejutannya, ada benih kecurigaan yang mulai tumbuh di hatinya. Dia tidak bisa begitu saja mempercayai perubahan Clarissa yang drastis ini.

"Jangan berpura-pura," desis Adrian dengan nada dingin. "Aku tahu kau punya rencana lain."

Clarissa menggelengkan kepala, air mata mengalir di pipinya. "Tidak, Adrian. Aku bersungguh-sungguh. Aku ingin memperbaiki kesalahanku di masa lalu dan menjadi istri yang pantas untukmu."

Adrian menatap Clarissa dengan tatapan penuh keraguan. Dia ingin percaya pada kata-kata Clarissa, namun luka masa lalunya terlalu dalam. Dia takut untuk membuka hatinya lagi, takut untuk terluka lagi.

"Kita lihat saja nanti," ucap Adrian dingin, lalu berlalu meninggalkan Clarissa yang terisak sendirian di kamar tidur.

Benih kecurigaan telah ditanam di hati Adrian. Dia akan terus mengawasi Clarissa dan mencari tahu apa motif sebenarnya di balik perubahan sikapnya.

Aula pertemuan Duke of Avalon dipenuhi dengan ketegangan yang kental. Para bangsawan berbisik-bisik, mata mereka tertuju pada sosok Duchess Clarissa yang duduk di samping Duke Adrian. 

Clarissa, yang biasanya menunduk dan diam, kini tampak berbeda. Punggungnya tegak, dagunya terangkat, dan matanya memancarkan kecerdasan yang tajam.

Duke Adrian mengamati perubahan istrinya dengan tatapan dingin. Dia tidak bisa menyangkal bahwa Clarissa tampak lebih cantik dan menarik, namun kecantikannya itu hanya membangkitkan kecurigaan dan kebencian dalam dirinya.

"Duchess Clarissa," suara Adrian memecah keheningan, "aku terkejut melihat perubahan sikapmu yang tiba-tiba. Apakah ada alasan khusus?"

Clarissa tersenyum tipis, "Tidak ada alasan khusus, Yang Mulia. Aku hanya berpikir sudah saatnya aku bertindak sebagai seorang duchess yang layak."

Jawaban Clarissa yang tenang dan percaya diri membuat Adrian semakin curiga. Dia tahu Clarissa tidak pernah tertarik pada urusan sosial atau politik. Lalu, mengapa dia tiba-tiba berubah?

Pertemuan dilanjutkan dengan diskusi tentang perdagangan dengan kerajaan tetangga. Clarissa, yang biasanya tidak pernah mengeluarkan pendapat, kini aktif berpartisipasi. 

Dia mengajukan pertanyaan yang cerdas, memberikan saran yang logis, dan bahkan membantah argumen beberapa bangsawan senior.

Adrian memperhatikan Clarissa dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, dia terkesan dengan kecerdasan dan kemampuan Clarissa. Namun, di sisi lain, dia merasa terancam. Clarissa yang baru ini adalah ancaman bagi kekuasaannya.

Di tengah diskusi, Clarissa tanpa sengaja melakukan kesalahan kecil. Dia salah menyebutkan nama salah satu pedagang penting. Kesalahan itu langsung disambut dengan cibiran dan bisikan dari bangsawan lain.

"Duchess Clarissa," seorang bangsawan wanita berkata dengan nada mengejek, "sepertinya Anda perlu belajar lebih banyak tentang urusan perdagangan."

Clarissa merasa wajahnya memanas karena malu. Dia mencoba untuk meminta maaf, namun Adrian memotongnya.

"Cukup, Clarissa!" suara Adrian menggelegar, "Kau mempermalukan dirimu sendiri dan keluargaku. Tinggalkan pertemuan ini sekarang juga!"

Clarissa tertegun. Dia tidak menyangka Adrian akan menghinanya di depan umum. Dia berdiri dengan tangan gemetar dan berjalan keluar dari aula pertemuan, air mata mengancam akan tumpah.

Saat Clarissa melewati kerumunan bangsawan, dia bisa merasakan tatapan dan bisikan mereka yang menyakitkan. Dia merasa seperti kembali ke masa lalu, saat dia menjadi bahan ejekan dan hinaan semua orang.

Clarissa berlari ke kamarnya dan mengunci pintu. Dia terduduk di lantai, air mata akhirnya mengalir deras. Dia merasa seperti gagal lagi. Dia tidak bisa mengubah apa pun. Dia masih Clarissa yang sama, duchess yang kacau dan tidak berguna.

Second Life  Villain's |END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang