Hai semuanya! Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.
Jangan lupa untuk mengikuti akun saya dan vote cerita ini jika kalian menikmatinya.
Love you all!
HAPPY READING
..........
Pintu kayu ek berderit pelan saat Clarissa mendorongnya dengan bahu. Tubuhnya masih nyeri akibat insiden di lapangan pacuan kuda tadi siang, namun rasa sakit fisik itu tidak sebanding dengan luka yang menganga di hatinya.
Cahaya lilin yang redup menerangi kamar tidur mereka yang mewah, menciptakan bayangan-bayang menari di dinding.
Clarissa terpaku, napasnya tercekat di tenggorokan. Di atas ranjang mereka yang luas, Duke Adrian, suaminya, terbaring memeluk Helena yang tertidur pulas di dadanya. Helena, wanita yang telah menabraknya dengan sengaja dan menyebabkannya terluka parah.
"Duke Adrian...?" Suara Clarissa bergetar, dipenuhi amarah dan kepedihan yang tak tertahankan.
Adrian terbangun dengan kaget, wajahnya yang tampan memucat seketika. "Clarissa? Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya, suaranya gugup dan terbata-bata.
Clarissa melangkah masuk, setiap langkah terasa berat seperti membawa beban dunia di pundaknya.
"Seharusnya aku yang bertanya, Adrian!" serunya, suaranya bergetar karena menahan amarah. "Apa yang Helena lakukan di kamar kita? Dan di kasur kita?"
Adrian berusaha bangkit, namun Clarissa mengangkat tangannya, menghentikannya. "Jangan sentuh aku!" teriaknya, air mata akhirnya tumpah membasahi pipinya.
"Bagaimana kau bisa melakukan ini padaku? Setelah semua yang terjadi hari ini?"
"Clarissa, ini tidak seperti yang kau pikirkan..." Adrian mencoba menjelaskan, namun Clarissa tidak mau mendengarnya.
"Oh, ya? Lalu seperti apa ini?" Clarissa tertawa sinis, air matanya bercampur dengan amarah yang membara.
"Kau berselingkuh dengan Helena di belakangku, sementara aku terluka karena ulahnya!"
Helena terbangun oleh keributan itu, menatap Clarissa dengan tatapan polos yang memuakkan.
"Lady Clarissa, kau salah paham," katanya dengan suara manis yang membuat Clarissa ingin muntah. "Aku hanya menemani Adrian karena dia khawatir tentangmu."
"Khawatir tentangku?" Clarissa tertawa sinis lagi, suaranya penuh sarkasme. "Kau pikir aku bodoh? Aku melihat kalian berdua tidur bersama! Kalian berpelukan seperti sepasang kekasih!"
Adrian berusaha meraih tangan Clarissa, namun Clarissa menepisnya dengan kasar. "Jangan sentuh aku!" teriaknya, suaranya penuh rasa jijik. "Aku muak melihatmu!"
Clarissa berlari tanpa arah, air mata memburamkan pandangannya. Dia melewati koridor-koridor yang remang-remang, tak peduli dengan tatapan kaget para pelayan yang melihatnya. Dia hanya ingin melarikan diri dari rasa sakit yang menggerogoti hatinya.
Akhirnya, dia sampai di taman belakang istana. Di bawah sinar bulan purnama, Clarissa berhenti dan menengadahkan wajahnya ke langit. Air matanya terus mengalir, membasahi pipinya yang dingin.
"Kenapa, Adrian?" isaknya, suaranya pecah karena tangis. "Kenapa kau melakukan ini padaku? Apa salahku?"
Clarissa merasa hatinya hancur berkeping-keping. Dia telah berusaha keras untuk menjadi istri yang baik bagi Adrian, tapi yang dia dapatkan hanyalah pengkhianatan dan penghinaan.
"Aku membencimu, Adrian!" teriak Clarissa, suaranya menggema di taman yang sunyi. "Aku membencimu!"
Tiba-tiba, Clarissa merasakan sepasang tangan menyentuh bahunya. Dia berbalik dan melihat Adrian berdiri di belakangnya, wajahnya pucat dan penuh penyesalan.
"Clarissa, tunggu!" seru Adrian, suaranya terdengar panik. "Dengarkan penjelasanku."
Clarissa menepis tangan Adrian dengan kasar. "Penjelasan apa lagi yang kau punya, Adrian?" tanyanya dengan nada sinis. "Kau sudah tertangkap basah berselingkuh dengan Helena. Apa lagi yang perlu dijelaskan?"
"Ini tidak seperti yang kau pikirkan, Clarissa," kata Adrian dengan suara lirih. "Helena hanya terluka, dan aku..."
"Dan kau apa?" potong Clarissa dengan tajam. "Kau kasihan padanya? Kau mencintainya? Kau ingin kembali padanya?"
Adrian terdiam, tidak bisa menjawab pertanyaan Clarissa. Dia tahu dia bersalah, tapi dia tidak bisa membiarkan Clarissa pergi.
"Jawab aku, Adrian!" desak Clarissa, suaranya bergetar karena emosi yang meluap-luap. "Apa kau mencintai Helena?"
Adrian menatap mata Clarissa yang berkaca-kaca. Dia melihat rasa sakit dan kekecewaan yang mendalam di sana. Dia tahu dia telah menyakiti Clarissa, tapi dia tidak bisa menyangkal perasaannya pada Helena.
"Aku..." Adrian mulai berbicara, tapi suaranya terhenti di tenggorokannya. Dia tidak bisa mengucapkan kata-kata yang ingin Clarissa dengar.
Clarissa melihat keraguan di mata Adrian, dan dia tahu jawabannya. Dia tertawa getir, air mata mengalir lagi di pipinya.
"Aku mengerti," katanya dengan suara penuh kepedihan. "Kau tidak perlu mengatakan apa-apa lagi."
Clarissa terdiam, dadanya terasa sesak oleh emosi yang meluap-luap. Kata-kata Adrian bagaikan cambuk yang menyayat hatinya, meninggalkan luka yang menganga. Dia hanya bisa menatap Adrian dan Helena dengan mata kosong, air mata mengalir tanpa suara di pipinya.
Keheningan yang tercipta terasa lebih menyakitkan daripada kata-kata yang bisa ia ucapkan. Clarissa merasa seperti terjebak dalam mimpi buruk yang tak berujung, di mana kebahagiaannya direnggut darinya dengan kejam.
Tanpa sepatah kata pun, Clarissa berbalik dan melangkah keluar dari kamar. Dia tidak tahan lagi berada di ruangan yang sama dengan Adrian dan Helena, menyaksikan kemesraan mereka yang bagaikan racun bagi jiwanya.
Dia berlari menyusuri koridor, mengabaikan rasa sakit di pergelangan kakinya yang terkilir. Air matanya terus mengalir, memburamkan pandangannya. Dia tidak tahu harus pergi ke mana, yang dia tahu hanyalah dia harus menjauh dari tempat ini, dari rasa sakit yang tak tertahankan.
Clarissa berlari melewati para pelayan yang menatapnya dengan tatapan terkejut dan khawatir. Dia tidak peduli dengan mereka, tidak peduli dengan apa yang mereka pikirkan. Dia hanya ingin melarikan diri, menjauh dari semua yang mengingatkannya pada Adrian dan Helena.
Akhirnya, Clarissa sampai di pintu utama mansion. Dia membuka pintu dengan kasar, lalu berlari keluar ke dalam kegelapan malam. Angin dingin menerpa wajahnya, membawa serta aroma bunga lavender yang samar.
Clarissa terus berlari, tidak tahu harus pergi ke mana. Dia hanya ingin menjauh dari semua yang menyakitinya, dari semua yang mengingatkannya pada pengkhianatan Adrian. Dia berlari hingga kakinya lemas, hingga napasnya tersengal-sengal, hingga air matanya mengering.
Akhirnya, Clarissa terjatuh di rerumputan yang basah oleh embun. Dia memeluk lututnya, terisak-isak dalam kesendirian. Dia merasa seperti kapal yang karam di tengah lautan, tanpa arah dan tujuan.
"Kenapa, Adrian?" bisiknya lirih, suaranya hilang ditelan angin malam. "Kenapa kau melakukan ini padaku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life Villain's |END|
RomanceClarissa, Duchess of Avalon, terbangun dari mimpi buruk eksekusinya, hanya untuk menemukan dirinya kembali ke hari pernikahannya dengan Duke Adrian. Dulu, dia sangat mencintainya, meski Adrian pria yang dingin dan membencinya. Namun, dengan kesempat...