29. Maaf

3.4K 107 3
                                    

Hai semuanya! Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.

Jangan lupa untuk mengikuti akun saya dan vote cerita ini jika kalian menikmatinya.

Love you all!

HAPPY READING

Hujan deras terus mengguyur desa Willow Creek, menciptakan simfoni alam yang menenangkan. Namun, di dalam kamar penginapan yang sederhana, Clarissa terbangun dari mimpi buruk dengan napas terengah-engah. Keringat dingin membasahi tubuhnya, dan air mata mengalir deras di pipinya.

"Adrian... Jangan tinggalkan aku... Helena... Jangan sakiti aku..." rintih Clarissa dalam tidurnya.

Adrian, yang terlelap di sofa di samping tempat tidur Clarissa, terusik oleh suara isakan istrinya. Dia membuka mata dan melihat Clarissa meronta-ronta dalam tidurnya, wajahnya pucat pasi.

"Clarissa?" panggil Adrian, khawatir. Dia bangkit dari sofa dan menghampiri Clarissa, mengguncang bahunya dengan lembut. "Clarissa, bangunlah. Kau mimpi buruk?"

Clarissa terbangun dengan mata terbelalak, napasnya memburu. Dia melihat Adrian di sampingnya, lalu tanpa sadar memeluknya erat-erat.

"Adrian..." isak Clarissa, tubuhnya gemetar ketakutan. "Aku takut..."

Adrian membalas pelukan Clarissa, mengusap punggungnya dengan lembut. "Ssst, tenanglah, sayang," bisiknya. "Aku di sini. Aku tidak akan meninggalkanmu."

Clarissa mengeratkan pelukannya pada Adrian, membenamkan wajahnya di dada bidang suaminya. Dia menghirup aroma maskulin Adrian yang menenangkan, mencoba menenangkan detak jantungnya yang menggila.

"Aku bermimpi buruk, Adrian," isak Clarissa. "Mimpi yang sangat buruk."

Adrian membalas pelukan Clarissa, mengusap punggungnya dengan lembut. "Ssst, tenanglah, sayang," bisiknya. "Aku di sini. Aku tidak akan meninggalkanmu."

Adrian terus memeluk Clarissa, merasakan getaran tubuhnya yang masih terguncang oleh mimpi buruk. Dia tidak tahu apa yang Clarissa lihat dalam mimpinya, tapi dia tahu itu pasti sesuatu yang mengerikan.

"Sssttt... sudahlah, Clarissa," bisik Adrian lembut, mengusap punggung Clarissa dengan gerakan menenangkan. "Kau aman sekarang. Aku di sini."

Clarissa semakin mengeratkan pelukannya pada Adrian, menenggelamkan wajahnya di dada bidang suaminya. Dia menghirup aroma maskulin Adrian, aroma yang memberinya rasa aman dan nyaman.

"Adrian," panggil Clarissa dengan suara lirih, "jangan pergi."

Adrian mengencangkan pelukannya. "Aku tidak akan pergi, Clarissa. Aku akan selalu ada untukmu."

Adrian membaringkan Clarissa di tempat tidur, lalu menyelimutinya dengan selimut tebal. Dia duduk di tepi tempat tidur, menatap wajah Clarissa yang pucat dengan perasaan bersalah dan khawatir.

"Maafkan aku, Clarissa," bisik Adrian lirih. "Aku tidak seharusnya membiarkanmu bermain air terlalu lama. Aku seharusnya lebih memperhatikanmu."

Clarissa membuka matanya perlahan, menatap Adrian dengan tatapan sayu. "Tidak apa-apa, Adrian," ucapnya pelan. "Aku yang salah. Aku terlalu bersemangat hingga lupa waktu."

Adrian tersenyum tipis, lalu mengusap lembut pipi Clarissa. "Kau selalu seperti itu, Clarissa. Terlalu baik dan perhatian pada orang lain, sampai lupa pada dirimu sendiri."

Clarissa terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Dia merasa hatinya menghangat karena perhatian Adrian.

Sinar matahari pagi yang hangat menembus jendela kecil penginapan, membangunkan Clarissa dari tidurnya. Dia mengerjap, menyesuaikan diri dengan cahaya, lalu menyadari bahwa dia tidak sendirian di kamar. Adrian, yang semalam menjaganya, tertidur di sofa dengan posisi yang tidak nyaman.

Second Life  Villain's |END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang