18. Sentuhan Menggoda

6K 188 0
                                    

Hai semuanya! Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.

Jangan lupa untuk mengikuti akun saya dan vote cerita ini jika kalian menikmatinya.

Love you all!

HAPPY READING

Adrian mengusap wajahnya dengan kasar, berusaha mengusir bayangan Helena dan Baron Frederick yang terus menghantuinya. Pesta topeng tadi malam seharusnya menjadi acara yang menyenangkan, namun berakhir dengan kekacauan dan rasa malu yang tak tertahankan.

"Apa sebenarnya hubungan mereka?" gumam Adrian, sambil menatap kosong ke arah perapian yang menyala di sudut ruangan.

Adrian tahu Baron Frederick adalah seorang bangsawan jatuh yang reputasinya sudah tercoreng. Namun, dia tidak pernah menyangka bahwa Helena, tunangannya sendiri, akan menjalin hubungan gelap dengan pria seperti itu.

Adrian menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir pikiran-pikiran buruk itu. Dia harus fokus pada dokumen-dokumen penting yang menumpuk di meja kerjanya. Masalah ekonomi kerajaan semakin memburuk, dan dia harus segera menemukan solusi.

Namun, pikirannya terus melayang pada perkataan Clarissa tadi malam. "Lagipula, Helena sudah tidak hamil lagi, bukan?"

Adrian mengerutkan kening. Apa maksud Clarissa dengan perkataan itu? Apakah Helena pernah hamil? Dan jika iya, anak siapa?

Adrian menggelengkan kepalanya lagi. Clarissa pasti sudah kehilangan akal. Dia selalu mengatakan hal-hal aneh dan tidak masuk akal.

Ketukan pelan terdengar di pintu ruang kerja, membuyarkan lamunan Adrian. "Adrian?" Suara lembut Clarissa terdengar dari balik pintu. "Ini aku, Clarissa. Boleh aku masuk?"

Adrian menghela napas berat, lalu berkata dengan nada dingin, "Tidak perlu, Clarissa. Aku sedang sibuk."

"Tapi, Adrian, ada sesuatu yang penting yang ingin aku bicarakan denganmu," Clarissa bersikeras.

"Tidak sekarang, Clarissa," jawab Adrian dengan tegas. "Aku tidak ingin diganggu."

Namun, Clarissa tidak menyerah. Dia membuka pintu perlahan dan masuk ke dalam ruangan. Adrian mendongak, terkejut melihat Clarissa berdiri di ambang pintu. Dia terlihat berbeda malam ini. Wajahnya yang biasanya pucat kini terlihat segar dan merona, seperti bunga yang baru mekar. Rambut pirangnya yang biasanya ditata rapi kini tergerai bebas, membingkai wajahnya yang cantik. Dia mengenakan gaun tidur satin berwarna biru tua yang memperlihatkan bahunya yang indah.

Clarissa tersenyum manis pada Adrian, lalu berjalan ke arah meja kerjanya. "Adrian, aku membawakanmu minuman."

Adrian melirik sekilas ke arah Clarissa, lalu kembali fokus pada dokumen-dokumen di hadapannya. "Pergilah, Clarissa," katanya dengan suara dingin. "Aku tidak akan minum dari pemberianmu."

Clarissa meletakkan nampan berisi segelas brandy dan beberapa biskuit di atas meja kerja Adrian. Saat dia hendak berbalik, dia "tidak sengaja" menyenggol lengan Adrian, menyebabkan sedikit brandy tumpah ke kemejanya.

"Oh, maafkan aku, Adrian," ucap Clarissa dengan nada menyesal yang dibuat-buat, menyembunyikan senyum kecil di balik bibirnya. "Aku tidak sengaja."

Adrian mendongak, tatapannya langsung tertuju pada noda coklat yang menyebar di kemejanya. Dia mengerutkan kening, namun sebelum dia sempat berkata apa-apa, Clarissa sudah berlutut di sampingnya.

"Biar aku bersihkan," kata Clarissa lembut, mengambil sapu tangan dari sakunya.

Dengan gerakan yang anggun, Clarissa mulai membersihkan noda brandy di kemeja Adrian. Jari-jarinya yang lentik dengan sengaja menyentuh kulit Adrian, mengirimkan sensasi hangat yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Adrian merasakan jantungnya berdetak lebih cepat, tapi dia berusaha mengabaikannya.

"Sudah bersih," bisik Clarissa, mendongakkan wajahnya dan menatap mata Adrian dengan tatapan menggoda.

Adrian terpaku pada tatapan Clarissa. Ada sesuatu yang berbeda dalam diri istrinya malam ini. Clarissa yang biasanya pendiam dan patuh kini terlihat lebih berani dan menggoda.

Tanpa sadar, Clarissa mengangkat tangannya dan menyentuh dada Adrian dengan lembut. Dia mencondongkan tubuhnya ke arah Adrian, hingga napas mereka hampir beradu.

Adrian tersentak, wajahnya memerah karena terkejut dan marah. "Apa yang kau lakukan, Clarissa?" desisnya.

Clarissa tersenyum menggoda, tidak terpengaruh oleh kemarahan Adrian. "Bukankah kau yang bilang aku tidak pernah melakukan sesuatu yang menarik?" bisiknya di telinga Adrian.

Adrian merasa tubuhnya menegang. Dia ingin mendorong Clarissa menjauh, tapi entah mengapa,dia tidak bisa melakukannya. Ada sesuatu dalam diri Clarissa yang membuatnya tidak berdaya.

Clarissa semakin mendekat, aroma parfumnya yang memabukkan memenuhi indra penciuman Adrian. Duke yang terganggu dengan tindakan Clarissa, mencoba mendorong bahu istrinya dengan lembut.

"Clarissa, hentikan ini," desisnya, berusaha menjaga suaranya tetap tenang.

Namun, Clarissa malah meringis kesakitan, "Aduh, Adrian, kau menyakitiku."

Adrian yang terkejut dan lengah, kehilangan keseimbangan saat Clarissa dengan cepat memanfaatkan kesempatan itu. Dia berputar dan mendaratkan dirinya di pangkuan Adrian, kedua tangannya memegang erat bahu sang Duke.

"Adrian," bisik Clarissa, matanya menatap dalam ke mata Adrian yang membara, "tatap mataku."

Adrian berusaha mengalihkan pandangannya, tapi tatapan Clarissa terlalu kuat. Dia merasa terjebak dalam pusaran biru yang memikat. Clarissa perlahan mengangkat tangannya, meraih pipi Adrian dengan lembut, lalu menciumnya dengan cepat namun penuh perasaan.

Untuk sesaat, Adrian terdiam. Dia merasakan sentuhan lembut bibir Clarissa di pipinya, dan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Namun, dia segera tersadar dari keterkejutannya.

Clarissa melepaskan diri dari pangkuan Adrian dan berdiri, tersenyum manis. "Sepertinya kau harus menyeka air liurmu, Adrian," ujarnya sambil menunjuk ke sudut bibir Adrian.

Adrian tersadar dari lamunannya, wajahnya memerah karena malu dan marah. Dia berdiri dengan cepat, menatap Clarissa dengan tatapan tajam.

"Berani sekali kau!" bentaknya. "Kau akan mendapatkan hukumanmu, Clarissa!"

Clarissa hanya tertawa kecil, "Mungkin kau harus mendinginkan wajahmu dulu, Adrian. Kau terlihat seperti kepiting rebus."

"Apa maksudmu?" tanya Adrian, mengerutkan kening.

"Wajahmu memerah, Adrian," jawab Clarissadengan nada menggoda. "Apa kau... menyukai ciumanku barusan?"

"Tidak!" seru Adrian, membantah dengan cepat. "Aku tidak suka. Aku bahkan membencimu!"

Clarissa tertawa lagi, lalu berbalik dan meninggalkan ruang kerja dengan langkah anggun. Adrian menatap kepergian Clarissa dengan perasaan campur aduk. Dia marah, tapi di saat yang sama, dia tidak bisa menyangkal bahwa dia merasakan sesuatu yang aneh di dalam hatinya. Sesuatu yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.

"Berani sekali dia!" gumam Adrian, mengepalkan tangannya. "Istri tidak sopan!"

Second Life  Villain's |END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang