10. Terluka

5K 196 5
                                    

Hai semuanya! Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.

Jangan lupa untuk mengikuti akun saya dan vote cerita ini jika kalian menikmatinya.

Love you all!

HAPPY READING

..........

Helena menjerit kesakitan, lalu jatuh dari kudanya dengan dramatis. Adrian, yang berada di dekatnya, langsung berlari ke arah Helena dengan panik.

"Helena, apa kau baik-baik saja?" tanyanya dengan cemas, sambil membantu Helena berdiri.

Helena meringis kesakitan, air mata mengalir di pipinya yang dipoles bedak. "Kakiku sakit sekali, Adrian..." isaknya. "Clarissa yang menabrakku dengan sengaja!"

Adrian berbalik menatap Clarissa dengan mata penuh amarah. "Clarissa!" bentaknya, suaranya menggelegar di arena. "Bagaimana kau bisa sekejam ini? Kau sengaja melukai Helena!"

Clarissa ternganga, terkejut dan terluka oleh tuduhan Adrian. "Tidak, Adrian, itu kecelakaan," sangkalnya dengan suara bergetar. "Aku tidak bermaksud..."

"Cukup dengan kebohonganmu!" potong Adrian dengan kasar. "Kau selalu iri pada Helena. Kau ingin menyingkirkannya agar bisa mendapatkan perhatianku sepenuhnya."

Kata-kata Adrian bagaikan belati yang menusuk jantung Clarissa. Dia tidak bisa percaya bahwa Adrian, suaminya sendiri, bisa begitu mudahnya menuduhnya tanpa bukti.

"Adrian, aku mohon, percayalah padaku," pinta Clarissa dengan suara lirih, air mata mulai mengalir di pipinya. "Aku tidak pernah berniat menyakiti Helena."

Namun, Adrian tidak mendengarkan. Dia hanya menatap Clarissa dengan pandangan jijik dan penuh kebencian. "Kau benar-benar wanita yang jahat, Clarissa," desisnya. "Aku tidak tahu bagaimana aku bisa menikah dengan monster sepertimu."

Adrian lalu menggendong Helena dan membawanya pergi, meninggalkan Clarissa sendirian di tengah arena. Clarissa merasa dunianya runtuh. Dia merasa tidak berdaya, tidak dihargai, dan dikhianati oleh orang yang paling dia cintai.

"Adrian..." lirih Clarissa, air matanya mengalir deras. "Kenapa kau tidak percaya padaku?"

Clarissa terduduk di tanah, merasa seperti pecundang. Dia telah berusaha keras untuk berubah, untuk menjadi istri yang baik bagi Adrian.

Kamar tidur Duke dan Duchess yang biasanya megah kini terasa mencekam. Bau obat-obatan menguar samar di udara, bercampur dengan aroma bunga lili yang Helena minta untuk diletakkan di sisi ranjang. 

Clarissa duduk di kursi di sudut ruangan, pergelangan kakinya dibalut perban putih. Luka memar di lengannya berdenyut-denyut, namun rasa sakit itu tak sebanding dengan luka di hatinya.

Adrian duduk di tepi ranjang Helena, menggenggam tangan wanita itu dengan lembut. "Helena, bagaimana perasaanmu sekarang?" tanyanya dengan suara penuh perhatian, seolah tak ada orang lain di ruangan itu selain mereka berdua.

Helena tersenyum lemah, wajahnya yang pucat terlihat semakin rapuh. "Masih sedikit sakit, tapi aku akan baik-baik saja, Adrian," bisiknya dengan suara serak. "Jangan khawatirkan aku."

Adrian mengecup kening Helena dengan lembut. "Kau wanita yang kuat, sayangku," pujinya. "Aku bersyukur kau tidak terluka parah."

Kemudian, Adrian melirik Clarissa dengan tatapan dingin yang menusuk. "Clarissa," katanya dengan nada tajam, "kau seharusnya lebih berhati-hati saat berkuda. Kau bisa saja membunuh Helena."

Clarissa berdiri dari kursinya, menahan amarah yang mulai membara. "Yang Mulia," suaranya bergetar karena menahan emosi, "saya rasa tidak pantas membawa Nona Helena ke kamar kita. Bukankah lebih baik dia dirawat di kamarnya sendiri?"

Adrian mengerutkan kening, tatapannya semakin tajam. "Apa maksudmu, Clarissa? Helena terluka karena kecerobohanmu. Dia membutuhkan perawatan, dan ini adalah kamar terdekat."

"Tapi ini kamar pengantin kita, Yang Mulia," Clarissa berusaha menjelaskan dengan tenang.

 "Tidak sopan membawa wanita lain ke sini, apalagi ini tempat pribadi kita."

Adrian tertawa sinis, "Oh, jadi sekarang kau peduli tentang kesopanan? Bukankah kau yang selalu mengabaikan semua aturan dan tradisi?"

Clarissa terdiam, merasa terpojok. Dia tahu Adrian hanya mencari alasan untuk menyalahkannya.

Adrian kembali menatap Helena dengan lembut. "Jangan khawatir, sayangku," katanya sambil mengelus rambut Helena. "Kau akan baik-baik saja di sini."

Clarissa merasa hatinya hancur berkeping-keping. Dia merasa diabaikan dan diremehkan. Meskipun dia juga terluka dalam kecelakaan itu, Adrian hanya peduli pada Helena. Kata-kata dingin Adrian membuatnya merasa tidak berharga dan tidak dicintai. Dia merasa seperti orang asing di rumahnya sendiri, terasing dan terlupakan.

Clarissa tak sanggup lagi berada di dalam kamar, menyaksikan kemesraan Adrian dan Helena yang bagaikan belati menusuk jantungnya. Dia melangkah keluar, melewati koridor yang sunyi dengan langkah gontai.

Tatapan para pelayan dan pengawal yang berjaga di sepanjang koridor tertuju padanya. Namun, bukan tatapan simpati atau iba yang ia terima, melainkan tatapan ketakutan dan curiga. Mereka menundukkan kepala, menghindari kontak mata dengan Clarissa.

"Dia pasti sangat marah," bisik salah seorang pelayan dengan suara gemetar. "Dia pasti akan menghukum kita semua."

Clarissa mendengar bisikan itu, dan hatinya semakin teriris. Dia tahu mereka takut padanya, seperti dulu, saat dia masih menjadi Clarissa yang angkuh dan kejam. Tapi dia sudah berubah, dia tidak ingin menyakiti siapa pun lagi.

Saat Clarissa melewati seorang pelayan muda yang sedang membersihkan lantai, pelayan itu tiba-tiba menjatuhkan kain lapnya dan berlutut di hadapan Clarissa.

"Nyonya, ampun!" seru pelayan itu dengan suara gemetar, tubuhnya bergetar hebat. "Saya tidak melakukan apa-apa, Nyonya. Jangan sakiti saya!"

Clarissa tertegun, menatap pelayan itu dengan mata berkaca-kaca. Dia ingin mengatakan bahwa dia tidak perlu takut, bahwa dia bukan Clarissa yang dulu lagi. Tapi kata-kata itu seakan tersangkut di tenggorokannya.

Clarissa hanya bisa menggelengkan kepala pelan, lalu melanjutkan langkahnya. Dia merasa semakin terisolasi, semakin terasing di rumahnya sendiri. Semua orang takut padanya, bahkan pelayan-pelayan yang dulu dia perlakukan dengan buruk.

Second Life  Villain's |END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang