28. Sup Hangat

3.5K 128 0
                                    

Hai semuanya! Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.

Jangan lupa untuk mengikuti akun saya dan vote cerita ini jika kalian menikmatinya.

Love you all!

HAPPY READING

"Adrian!" Clarissa tertawa riang, menangkupkan kedua tangannya dan memercikkan air ke arah Adrian.

Adrian, yang awalnya hanya berdiri di tepi air terjun, terkejut dengan serangan mendadak itu. Dia menatap Clarissa dengan tatapan tidak percaya, namun sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman tipis.

"Berani sekali kau, Clarissa!" seru Adrian, lalu membalas serangan Clarissa dengan cipratan air yang lebih besar.

Clarissa menjerit kaget, lalu tertawa lagi. Mereka berdua mulai bermain air, saling kejar-kejaran dan memercikkan air satu sama lain. Tawa riang mereka bergema di antara suara gemuruh air terjun, menciptakan melodi indah yang menenangkan hati.

Mereka begitu asyik bermain air hingga tidak menyadari waktu yang berlalu. Matahari sudah mulai condong ke barat, dan langit mulai mendung. Gerimis tipis mulai turun, membasahi rambut dan pakaian mereka.

"Clarissa," panggil Adrian, "kita harus segera kembali. Sebentar lagi hari akan gelap."

Clarissa mengangguk, lalu berjalan ke arah kuda mereka. Namun, langkahnya terhenti saat dia merasakan sakit yang menusuk di kakinya.

"Aduh!" ringis Clarissa, memegangi kakinya.

Adrian segera menghampiri Clarissa dan melihat kaki istrinya yang memerah. "Kau kenapa?" tanyanya dengan nada khawatir.

"Kakiku sakit, Adrian," jawab Clarissa dengan suara lirih. "Aku terlalu banyak berlari tadi."

Adrian menghela napas, lalu berjongkok di depan Clarissa. "Naiklah ke punggungku," perintahnya.

Clarissa ragu-ragu sejenak, tapi akhirnya dia menurut. Adrian mengangkat Clarissa dengan mudah, lalu menggendongnya menuju kuda mereka.

Adrian membantu Clarissa naik ke atas kuda, lalu dia sendiri naik di belakang Clarissa. Dia melingkarkan lengannya di pinggang Clarissa, mendekapnya erat-erat.

"Pegangan yang kuat, Clarissa," kata Adrian dengan suara lembut. "Kita harus segera kembali sebelum hujan semakin deras."

Clarissa mengangguk, lalu memeluk pinggang Adrian erat-erat. Dia merasa aman dan nyaman dalam pelukan Adrian.

Hujan semakin deras, membuat jalanan tanah menjadi licin dan berbahaya. Kuda mereka meringkik gelisah, tidak nyaman dengan kondisi cuaca yang buruk. Adrian memacu kudanya lebih cepat, berusaha melindungi Clarissa dari terpaan hujan dan angin.

"Peluk aku erat-erat, Clarissa," perintah Adrian, suaranya terdengar tegas namun lembut.

Clarissa menenggelamkan wajahnya di dada Adrian, merasakan detak jantung suaminya yang berdebar kencang. Dia merasa aman dan terlindungi dalam pelukan Adrian.

Setelah perjalanan yang menegangkan, mereka akhirnya sampai di penginapan. Adrian segera turun dari kuda dan menggendong Clarissa masuk ke dalam.

"Astaga, Yang Mulia Duke, Nyonya Duchess!" seru Ny. Eliza, pemilik penginapan, yang terkejut melihat kondisi mereka yang basah kuyup. "Kalian berdua basah kuyup! Cepat masuk dan ganti pakaian kalian!"

Ny. Eliza segera menyiapkan air hangat dan pakaian ganti untuk Clarissa. Dia juga menyiapkan minuman hangat untuk mereka berdua.

"Terima kasih, Ny. Eliza," ucap Clarissa, suaranya masih terdengar lemah.

Adrian mengangguk sebagai tanda terima kasih, lalu membawa Clarissa ke kamar mereka. Dia dengan lembut membaringkan Clarissa di atas tempat tidur, lalu menyelimutinya dengan selimut tebal.

"Istirahatlah, Clarissa," kata Adrian, mengusap lembut rambut Clarissa. "Aku akan segera kembali."

Adrian keluar dari kamar dan menemui Ny. Eliza. "Ny. Eliza, tolong siapkan sup hangat dan teh herbal untuk istri saya. Dia kedinginan dan mungkin akan demam."

Ny. Eliza mengangguk, "Baik, Yang Mulia. Saya akan segera menyiapkannya."

Adrian kembali ke kamar Clarissa dan duduk di tepi tempat tidur. Dia menatap wajah Clarissa yang pucat dengan perasaan khawatir. Dia tidak pernah melihat Clarissa selemah ini sebelumnya.

Tak lama kemudian, Ny. Eliza datang membawa nampan berisi semangkuk sup hangat dan secangkir teh herbal. Adrian mengambil alih nampan tersebut, mengusir Mary dengan tatapan dinginnya, lalu duduk di tepi tempat tidur.

"Clarissa," panggilnya lembut, menyendokkan sup ke sendok perak. "Ayo, makanlah sedikit. Kau harus memulihkan tenagamu."

Clarissa, yang masih terbaring lemah, membuka matanya perlahan. "Terima kasih, Adrian," ucapnya lirih.

Adrian menyodorkan sendok berisi sup ke bibir Clarissa. "Buka mulutmu," perintahnya dengan nada yang terdengar lebih seperti perintah daripada permintaan.

Clarissa menurut, menerima suapan sup hangat dari Adrian. Rasanya begitu nikmat, menghangatkan tubuhnya yang dingin.

"Bagaimana rasanya?" tanya Adrian, menatap Clarissa dengan intens.

Clarissa tersenyum kecil, "Enak. Terima kasih, Adrian."

Adrian terus menyuapi Clarissa hingga sup di mangkuk habis. Dia kemudian menyodorkan cangkir teh herbal ke bibir Clarissa. Clarissa meminumnya dengan perlahan, menikmati aroma dan rasa teh yang menenangkan.

"Sekarang, istirahatlah," kata Adrian, menyelimutkan Clarissa dengan selimut tebal. "Kau harus tidur agar cepat sembuh."

Clarissa mengangguk patuh, lalu memejamkan matanya. Adrian masih duduk di tepi tempat tidur, mengamati wajah Clarissa yang damai. Dia mengusap lembut rambut Clarissa, hatinya dipenuhi rasa bersalah dan khawatir.

"Maafkan aku, Clarissa," bisik Adrian lirih, "aku tidak seharusnya membiarkanmu bermain air terlalu lama. Aku seharusnya lebih memperhatikanmu."

Clarissa membuka matanya dan menatap Adrian dengan tatapan lembut. "Tidak apa-apa, Adrian," ucapnya pelan. "Aku yang salah. Aku terlalu bersemangat hingga lupa waktu."

"Tidurlah, sayang," bisik Duke Adrian. "Aku akan menjagamu."

Clarissa memejamkan matanya lagi, kali ini dengan perasaan tenang dan damai. Dia tahu Adrian masih bersikap dingin padanya, tapi dia juga bisa merasakan perhatian dan kasih sayang yang tersembunyi di balik sikap dingin itu.

Adrian terus duduk di samping Clarissa, menjaganya hingga tertidur lelap. Dia tidak bisa menyangkal bahwa dia mengkhawatirkan Clarissa, meskipun dia berusaha keras untuk mengingkarinya.

Adrian tidak ingin terjadi sesuatu pada Clarissa, itu hanya akan merusak reputasinya dan mengancam kedudukannya di kerajaan sebagai seorang yang tidak kompeten.

"Yah, aku tidak mengkhawatirkannya sama sekali, aku hanya memikirkan soal reputasiku". Batin Adrian mengangguk angguk menyakinkan diri.

Second Life  Villain's |END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang