Hai semuanya! Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.
Jangan lupa untuk mengikuti akun saya dan vote cerita ini jika kalian menikmatinya.
Love you all!
HAPPY READING
..........
Mentari pagi menyinari ruang makan yang megah, namun suasana di dalamnya terasa dingin dan kaku.
Duke Adrian duduk di ujung meja, wajahnya tersembunyi di balik koran pagi. Clarissa duduk di seberangnya, berusaha menyembunyikan kegugupannya di balik senyum tipis.
Mary, pelayan pribadi Clarissa, memasuki ruangan dengan nampan berisi roti panggang, selai, dan teh. Dia meletakkan nampan itu di depan Clarissa, lalu mundur selangkah dengan gugup.
"Mary," panggil Clarissa dengan suara lembut,
"ambil roti panggang ini. Kau pasti lapar setelah bekerja keras."
Mary terkesiap, matanya membelalak tak percaya. Duchess Clarissa yang dulu tidak pernah bersikap ramah padanya, apalagi menawarkan makanan. Dia selalu membentak dan memperlakukan pelayan seperti sampah.
"T-tapi, Nyonya..." Mary tergagap, tidak berani mengambil roti itu.
Clarissa tersenyum hangat. "Tidak apa-apa, Mary. Anggap saja ini sebagai ucapan terima kasihku karena telah merawatku dengan baik."
Mary akhirnya memberanikan diri untuk mengambil roti panggang itu, tangannya gemetar karena gugup. Dia menatap Clarissa dengan tatapan bingung dan penuh rasa syukur.
"Terima kasih, Nyonya," ucapnya lirih.
Clarissa mengangguk, lalu mengoleskan selai stroberi ke rotinya sendiri. Dia melirik Adrian, berharap suaminya akan memperhatikan perubahan sikapnya. Namun, Adrian tetap fokus pada korannya, seolah-olah tidak menyadari kehadiran Clarissa.
Thomas, kepala pelayan yang sudah mengabdi pada keluarga Duke selama puluhan tahun, mengamati interaksi antara Clarissa dan para pelayan dari kejauhan.
Alisnya yang mulai memutih terangkat, menyaksikan pemandangan yang tak biasa. Nyonya mudanya, yang dulu dikenal angkuh dan dingin, kini tampak begitu ramah dan hangat.
Clarissa bahkan membantu para pelayan menyiapkan meja makan, tertawa riang bersama mereka, dan menanyakan kabar keluarga mereka.
"Nyonya, apakah Anda baik-baik saja?" tanya Thomas dengan nada khawatir, saat Clarissa melewati koridor dengan setumpuk piring di tangannya.
Clarissa tersenyum lembut pada Thomas. "Tentu saja, Thomas. Aku merasa lebih baik dari sebelumnya."
Thomas mengamati wajah Clarissa yang berseri-seri. Ada cahaya baru di matanya, cahaya yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.
"Apakah ini... perubahan yang tulus, Nyonya?" tanyanya ragu-ragu.
Clarissa berhenti sejenak, menatap Thomas dengan tatapan yang penuh makna. "Aku telah diberi kesempatan kedua, Thomas," katanya dengan suara lembut namun tegas.
"Aku tidak akan menyia-nyiakannya. Aku akan menjadi Clarissa yang lebih baik, untuk diriku sendiri, untuk Adrian, dan untuk semua orang yang kusayangi."
Thomas tertegun, terharu oleh kata-kata Clarissa. Dia melihat tekad yang kuat di mata nyonya mudanya, tekad yang membuatnya yakin bahwa Clarissa benar-benar telah berubah.
"Saya senang mendengarnya, Nyonya," kata Thomas, membungkuk hormat.
"Saya akan selalu ada untuk Anda, apa pun yang terjadi."
Dengan langkah mantap, dia meninggalkan kamarnya dan menuju ke tempat yang paling dihindarinya di masa lalu: dapur.
Aroma rempah-rempah dan masakan yang menggugah selera menyambutnya saat dia memasuki ruangan yang hangat dan ramai itu.
Para koki dan pelayan dapur terkesiap kaget melihat kehadirannya. Mereka berhenti bekerja, menatap Clarissa dengan mata terbelalak.
Clarissa yang dulu dikenal sombong dan angkuh, kini berdiri di hadapan mereka dengan senyum ramah yang tulus.
"Selamat pagi semuanya," sapa Clarissa dengan suara ceria. "Masakan kalian sungguh luar biasa! Aroma harumnya sampai ke kamar saya."
Para pelayan saling berpandangan, bingung dan takut. Mereka tidak terbiasa dengan sikap Clarissa yang tiba-tiba berubah drastis.
"Nyonya, apakah ada yang bisa kami bantu?" tanya kepala koki dengan ragu-ragu.
"Tidak, tidak perlu," Clarissa menggelengkan kepalanya. "Aku hanya ingin melihat-lihat saja. Dapur ini sungguh indah dan tertata rapi."
Clarissa berjalan menghampiri meja kerja, mengamati berbagai macam bahan makanan yang tersusun rapi. Dia mengambil sebuah kentang, lalu tersenyum pada para pelayan.
"Mungkin aku bisa membantu mengupas kentang?" tawarnya dengan riang.
Para pelayan semakin terkejut. Nyonya mereka yang biasanya hanya memberikan perintah, kini menawarkan bantuan? Ini sungguh tidak masuk akal.
"Nyonya, tidak perlu repot-repot," salah seorang pelayan berkata dengan gugup. "Biar kami yang mengerjakannya."
Clarissa menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa. Aku ingin mencoba. Lagipula, aku juga ingin belajar memasak dari kalian."
Para pelayan saling berpandangan, tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya, kepala koki mengangguk pelan. "Baiklah, Nyonya. Silakan."
Berita tentang perubahan sikap Clarissa menyebar di antara para pelayan Avalon Manor bak api yang disiram minyak. Mereka berbisik-bisik di sudut-sudut koridor, mata mereka melebar karena takjub dan curiga.
"Astaga, Nyonya benar-benar berubah!" seru Lily, pelayan muda yang baru beberapa bulan bekerja di sana.
"Dia bahkan tersenyum padaku tadi pagi!"
"Aku tidak percaya dia tiba-tiba menjadi baik," bisik Daisy, pelayan senior yang sudah lama mengabdi pada keluarga Duke. "Jangan-jangan dia kerasukan roh baik?"
"Atau mungkin dia hanya berpura-pura," sahut Rose, pelayan lain dengan nada skeptis.
"Siapa tahu apa yang direncanakannya."
"Tapi... Nyonya terlihat tulus," Lily membela Clarissa. "Aku melihatnya membantu Nyonya Mary menyiapkan sarapan tadi pagi. Dia bahkan membuatkan teh herbal khusus untuk Duke!"
"Teh herbal?" Daisy mengerutkan keningnya. "Bukankah Nyonya benci teh herbal?"
"Mungkin dia berusaha mendekati Duke," Rose menyeringai. "Siapa tahu, mungkin dia berharap bisa mendapatkan sedikit kasih sayang dari Duke yang dingin itu."
Para pelayan tertawa kecil, membayangkan Clarissa yang angkuh dan sombong berusaha merayu Adrian yang cuek dan dingin.
Namun, di balik tawa mereka, ada sedikit rasa penasaran dan harapan. Mungkinkah Clarissa benar-benar berubah?
Mungkinkah dia bisa membawa perubahan positif bagi Avalon Manor yang suram dan kaku?
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life Villain's |END|
RomanceClarissa, Duchess of Avalon, terbangun dari mimpi buruk eksekusinya, hanya untuk menemukan dirinya kembali ke hari pernikahannya dengan Duke Adrian. Dulu, dia sangat mencintainya, meski Adrian pria yang dingin dan membencinya. Namun, dengan kesempat...