Hai semuanya! Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.
Jangan lupa untuk mengikuti akun saya dan vote cerita ini jika kalian menikmatinya.
Love you all!
HAPPY READING
Kabar kehamilan Lady Helena menyebar di kalangan bangsawan seperti kobaran api yang tak terkendali. Desas-desus tentang siapa ayah dari bayi yang dikandungnya menjadi topik hangat di setiap pertemuan sosial, menggantikan gosip-gosip tentang butik Clarissa yang sebelumnya mendominasi.
"Apakah kau sudah mendengar berita terbaru, Lady Sophia?" tanya Baroness Eliza dengan nada bersemangat, matanya berbinar-binar penuh rasa ingin tahu.
Lady Sophia, seorang wanita bangsawan muda yang terkenal akan kecantikannya, menyesap tehnya dengan anggun. "Berita apa, Baroness?" tanyanya dengan senyum tipis.
Baroness Eliza mencondongkan tubuhnya, seolah-olah akan membisikkan sebuah rahasia besar. "Lady Helena sedang mengandung, dan kabarnya Duke Adrian adalah ayahnya!"
Lady Sophia terkesiap, cangkir tehnya hampir terjatuh dari tangannya. "Apa? Benarkah itu?"
Baroness Eliza mengangguk dengan semangat. "Tentu saja! Semua orang membicarakannya. Ini adalah skandal terbesar tahun ini!"
Berita itu menyebar dengan cepat, dari satu bangsawan ke bangsawan lainnya. Semua orang terkejut dan tidak percaya. Duke Adrian, yang dikenal sebagai pria yang dingin dan berwibawa, ternyata memiliki hubungan gelap dengan Lady Helena.
"Aku tidak menyangka Duke Adrian akan melakukan hal seperti itu," bisik seorang bangsawan muda.
"Dia sudah menikah dengan Duchess Clarissa, bukan?" tanya bangsawan lain.
"Ya, tapi sepertinya dia lebih mencintai Lady Helena," jawab bangsawan pertama.
"Kasihan sekali Duchess Clarissa," ucap seorang wanita bangsawan dengan nada iba. "Dia pasti sangat terluka."
Di istana kerajaan, Raja Theodore dan Ratu Eleanor juga mendengar kabar tentang kehamilan Helena. Mereka sangat khawatir akan dampak skandal ini terhadap reputasi keluarga kerajaan.
"Yang Mulia," Marquis de Winter memulai dengan suara berat, "skandal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Reputasi keluarga kerajaan dipertaruhkan."
Raja Theodore menghela napas panjang, jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja dengan gelisah. "Aku tahu, Marquis. Tapi apa yang bisa kita lakukan?"
Marquis de Winter menatap Raja dengan tatapan tajam. "Duke Adrian harus bertanggung jawab, Yang Mulia. Dia harus menikahi Helena dan mengakui anak yang dikandungnya."
Ratu Eleanor, yang selama ini diam, akhirnya angkat bicara. "Marquis, apakah kau yakin Duke Adrian adalah ayah dari anak itu?" tanyanya dengan nada skeptis.
Marquis de Winter menundukkan kepalanya, "Saya tidak bisa memastikannya, Yang Mulia. Tapi semua bukti mengarah padanya."
"Bukti apa?" tanya Ratu Eleanor, menuntut penjelasan lebih lanjut.
Marquis de Winter mengeluarkan sebuah surat dari sakunya dan menyerahkannya kepada Ratu Eleanor. "Ini surat dari Helena untuk Duke Adrian, Yang Mulia. Isinya mengungkapkan hubungan mereka."
Ratu Eleanor membaca surat itu dengan seksama, wajahnya semakin muram. "Ini tidak cukup, Marquis," katanya setelah selesai membaca. "Kita butuh bukti yang lebih kuat."
Marquis de Winter menghela napas frustrasi. "Yang Mulia, saya mengerti kekhawatiran Anda. Tapi kita tidak bisa membiarkan skandal ini terus berlarut-larut. Semakin lama kita menunggu, semakin besar dampaknya terhadap reputasi keluarga kerajaan."
Raja Theodore mengangguk setuju. "Kau benar, Marquis. Kita harus segera bertindak."
Dia beralih menatap Adrian yang sedari tadi hanya diam mendengarkan percakapan mereka. "Adrian," panggil Raja Theodore dengan suara tegas, "apa yang akan kau lakukan?"
Adrian terdiam sejenak, lalu berkata dengan suara lirih, "Saya akan bertanggung jawab."
Marquis de Winter tersenyum puas. Rencananya berhasil. Dia telah berhasil menekan Adrian untuk menikahi putrinya.
Ketegangan di ruangan itu semakin memuncak. Helena, yang sedari tadi menahan amarah dan rasa malunya, tiba-tiba merasa pusing. Dia memegangi kepalanya, wajahnya memucat.
"A-Adrian..." panggilnya dengan suara lemah, sebelum akhirnya tubuhnya limbung dan jatuh pingsan.
"Helena!" Adrian berteriak panik, bergegas menghampiri Helena dan menangkapnya sebelum tubuhnya menyentuh lantai.
Raja Theodore dan Ratu Eleanor juga terkejut melihat Helena pingsan. Mereka segera memerintahkan para pelayan untuk memanggil tabib istana.
"Cepat panggil Tabib Choi!" seru Ratu Eleanor dengan nada cemas.
Beberapa menit kemudian, Tabib Choi datang tergopoh-gopoh. Dia segera memeriksa kondisi Helena.
"Bagaimana keadaannya, Tabib?" tanya Adrian dengan cemas.
Tabib Choi mengerutkan kening. "Lady Helena mengalami kelelahan dan stres berat, Yang Mulia. Dia perlu istirahat total dan menghindari segala bentuk tekanan."
Adrian mengangguk, hatinya dipenuhi rasa bersalah. Dia tahu dia adalah penyebab dari semua penderitaan Helena.
"Bawa Lady Helena ke kamarnya," perintah Raja Theodore. "Pastikan dia mendapatkan perawatan yang terbaik."
Para pelayan segera mengangkat tubuh Helena dan membawanya ke kamarnya. Adrian mengikuti mereka dari belakang.
Kereta kuda yang membawa Clarissa berhenti di depan gerbang rumah keluarganya. Clarissa turun dari kereta, jantungnya berdebar kencang. Dia sudah lama tidak pulang, dan dia tidak tahu bagaimana reaksi keluarganya akan melihatnya kembali dalam keadaan seperti ini.
Mary, yang setia mendampingi Clarissa, membawakan barang-barang Clarissa. Mereka berdua berjalan menuju pintu utama rumah, di mana ayah Clarissa, Viscount Robert, sudah menunggu dengan wajah merah padam.
"Clarissa!" seru Viscount Robert dengan nada marah, "Apa yang kau lakukan di sini? Kau telah mempermalukan keluarga kita!"
Clarissa menundukkan kepalanya, air mata mengalir di pipinya. "Ayah, aku..."
"Jangan panggil aku ayah!" bentak Viscount Robert. "Kau bukan lagi anakku! Kau telah gagal menjaga suamimu!"
Ibu Clarissa, Lady Catherine, muncul di ambang pintu, wajahnya pucat pasi. "Robert, tenanglah," katanya dengan suara lirih. "Clarissa pasti punya alasan untuk kembali ke sini."
Viscount Robert mengabaikan istrinya. Dia menatap Clarissa dengan tatapan jijik. "Kau telah menjadi bahan ejekan di kalangan bangsawan, Clarissa. Kau telah menghancurkan reputasi keluarga kita!"
Clarissa terisak, "Ayah, aku tidak bersalah. Adrian yang mengkhianatiku."
Viscount Robert tertawa sinis. "Jangan membela diri, Clarissa! Kau pasti telah melakukan sesuatu yang membuat Adrian berpaling darimu."
"Robert, cukup!" Lady Catherine akhirnya bersuara. "Clarissa adalah putri kita. Kita harus mendengarkan penjelasannya."
Viscount Robert menatap istrinya dengan tajam. "Penjelasan apa lagi yang kau butuhkan, Catherine? Dia sudah gagal sebagai seorang istri. Dia tidak pantas lagi tinggal di rumah ini."
Viscount Robert berbalik dan masuk ke dalam rumah, meninggalkan Clarissa dan Lady Catherine di teras. Clarissa menangis tersedu-sedu, merasa hatinya hancur berkeping-keping.
"Ibu..." panggil Clarissa dengan suara lirih.
Lady Catherine memeluk Clarissa erat-erat. "Sabarlah, sayangku," hiburnya. "Ayahmu hanya sedang marah. Dia akan mengerti nanti."
Clarissa menggelengkan kepalanya. "Tidak, Ibu. Ayah tidak akan pernah mengerti. Dia tidak pernah menyayangiku. Dia hanya peduli pada reputasi keluarganya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life Villain's |END|
RomanceClarissa, Duchess of Avalon, terbangun dari mimpi buruk eksekusinya, hanya untuk menemukan dirinya kembali ke hari pernikahannya dengan Duke Adrian. Dulu, dia sangat mencintainya, meski Adrian pria yang dingin dan membencinya. Namun, dengan kesempat...