49. Melarikan Diri

3.2K 85 0
                                    

Hai semuanya! Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.

Jangan lupa untuk mengikuti akun saya dan vote cerita ini jika kalian menikmatinya.

Love you all!

HAPPY READING

..........

Gelap. Dingin. Bau apak kayu lapuk menusuk hidung Clarissa. Dia terbaring di lantai pondok yang kotor, tangan dan kakinya terikat erat. Kain putih yang membungkam mulutnya membuatnya sulit bernapas. Air mata mengalir tanpa henti di pipinya, membasahi kain kasar yang mengikatnya.

"Siapa yang melakukan ini padaku?" bisik Clarissa dalam hati, ketakutan dan keputusasaan mencengkeramnya. "Apa mereka akan membunuhku?"

Pintu pondok terbuka dengan derit yang memekakkan telinga. Sosok pria berbadan besar, wajahnya tersembunyi di balik tudung jubah, melangkah masuk. Dia membawa sebotol anggur dan dua gelas.

"Bos menyuruhku memberikan ini padamu," kata pria itu dengan suara serak, meletakkan anggur dan gelas di atas meja reyot. "Katanya, ini adalah hadiah perpisahan darinya."

Clarissa menatap anggur itu dengan curiga. Dia tahu ini pasti jebakan. "Siapa bosmu?" tanyanya dengan suara teredam, berusaha keras agar terdengar jelas.

Pria itu tertawa sinis. "Kau tidak perlu tahu, Nyonya Duchess. Yang jelas, dia ingin kau menikmati malam terakhirmu."

Dia menuangkan anggur ke dalam dua gelas, lalu menyodorkan salah satu gelas kepada Clarissa. Clarissa menatap gelas itu dengan ngeri.

"Minumlah, Nyonya Duchess," desak pria itu. "Tidak ada gunanya melawan. Kau tidak akan bisa lolos dari sini."

Clarissa menggelengkan kepalanya dengan panik. Dia tahu anggur itu pasti beracun. Dia tidak ingin mati, tidak seperti ini.

"Aku tidak mau minum," tolak Clarissa dengan suara teredam.

Pria itu mencengkeram dagu Clarissa dengan kasar, memaksanya membuka mulut. "Minumlah, atau aku akan membuatmu menyesal!" ancamnya.

Tiba-tiba, pintu pondok terbuka lagi. Pria itu menoleh, terkejut melihat rekannya yang tergopoh-gopoh masuk.

"Ada apa?" tanya pria itu dengan kesal.

"Bos menyuruh kita untuk segera pergi!" seru rekannya. "Ada sesuatu yang terjadi di istana!"

Pria itu berteriak, lalu melemparkan gelas anggur ke lantai. "Astaga! Kita harus pergi sekarang!"

Begitu pintu pondok terbanting menutup, Clarissa segera bertindak. Dia menggeliat, berusaha melepaskan ikatan di tangannya. Tali kasar itu menggores kulitnya, namun dia tidak peduli. Dia harus bebas.

"Ayo, Clarissa, kau bisa melakukannya," bisiknya pada diri sendiri, berusaha menguatkan semangatnya.

Dia menggerakkan tangannya dengan hati-hati, mencari celah di antara simpul-simpul tali yang rumit. Setelah beberapa saat yang terasa seperti berjam-jam, akhirnya dia berhasil melepaskan ikatan di tangannya.

"Syukurlah," desahnya lega, lalu segera melepaskan ikatan di kakinya.

Clarissa bangkit berdiri, kakinya terasa kaku dan nyeri. Dia melihat ke sekeliling, mencari sesuatu yang bisa digunakan sebagai senjata. Matanya tertuju pada sepatu hak tinggi yang tergeletak di sudut ruangan.

"Ini bisa berguna," gumam Clarissa, mengambil sepatu itu dan menggenggamnya erat-erat. Ujung sepatu yang lancip bisa menjadi senjata yang mematikan.

Dia mengendap-endap menuju pintu, lalu membukanya perlahan. Suara tawa dan obrolan para penculiknya terdengar dari luar. Clarissa mengintip dari balik pintu, melihat mereka sedang duduk di depan api unggun, menikmati anggur dan makanan.

Second Life  Villain's |END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang