Hai semuanya! Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.
Jangan lupa untuk mengikuti akun saya dan vote cerita ini jika kalian menikmatinya.
Love you all!
HAPPY READING
..........
"Kasihan sekali Duchess Clarissa," bisik seorang wanita di balik kipas bulunya, suaranya manis namun penuh racun. "Suaminya lebih memilih wanita lain daripada dirinya."
Clarissa berusaha mengabaikan bisikan-bisikan itu, namun tawa sinis yang menyusul membuat hatinya teriris.
"Dan dengar-dengar, dia juga tidak becus mengurus urusan kadipaten," celetuk wanita lain. "Dia hanya boneka cantik tanpa otak."
Clarissa mengepalkan tangannya di balik gaun sutra. Boneka cantik tanpa otak? Bibirnya melengkung membentuk senyuman tipis, namun matanya memancarkan kemarahan yang tertahan.
"Nyonya, apakah Anda baik-baik saja?" Mary, pelayan setianya, muncul di sampingnya dengan raut wajah khawatir.
Clarissa menoleh, berusaha menampilkan senyum yang lebih tulus. "Aku baik-baik saja, Mary. Jangan khawatirkan aku."
Mary menatapnya dengan ragu. "Tapi, Nyonya... wajah Anda pucat."
"Hanya sedikit lelah," elak Clarissa. "Aku rasa aku akan pulang lebih awal."
Saat Clarissa berjalan keluar dari aula pesta, bisikan-bisikan semakin menjadi-jadi.
"Lihat, dia pergi," seorang pria bergumam dengan nada mengejek. "Tidak tahan lagi mendengar kebenaran tentang dirinya."
Clarissa mempercepat langkahnya, berusaha mengabaikan kata-kata mereka yang menusuk seperti duri. Namun, air mata tak terbendung lagi saat dia tiba di kereta kudanya.
Sesampainya di kamarnya, Clarissa menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang, terisak-isak di antara bantal sutra. Rasa kesepian dan tidak berdaya menghantamnya seperti ombak yang tak henti-hentinya.
"Kenapa ini terjadi padaku, Mary?" isaknya, suaranya teredam bantal. "Apa salahku hingga harus menanggung semua ini?"
Mary duduk di tepi ranjang, mengusap punggung Clarissa dengan lembut. "Nyonya, Anda tidak melakukan kesalahan apa pun. Mereka hanya iri pada Anda."
Aula rapat istana kerajaan dipenuhi oleh bangsawan dan pejabat tinggi yang berpakaian mewah. Lampu kristal yang tergantung di langit-langit menerangi ruangan dengan cahaya keemasan, memantulkan kegelisahan yang terpancar dari wajah mereka. Di tengah ruangan, Raja duduk di singgasananya yang megah, wajahnya dipenuhi kerutan khawatir.
"Kita harus segera menemukan solusi untuk mengatasi krisis ini," suara Raja menggema di ruangan, dipenuhi dengan nada keputusasaan. "Jika tidak, rakyat akan menderita."
Clarissa duduk di kursi yang agak terpencil, mengamati suasana dengan seksama. Dia telah memutuskan untuk menghadiri rapat ini, meskipun dia tahu dia tidak akan disambut dengan baik. Para bangsawan lain sibuk berdebat, melemparkan ide-ide yang menurut Clarissa tidak efektif dan hanya akan memperburuk keadaan.
"Saya mengusulkan untuk menaikkan pajak," usul seorang bangsawan dengan suara lantang. "Itu satu-satunya cara untuk meningkatkan pendapatan kerajaan."
"Tidak, itu hanya akan membebani rakyat," bantah bangsawan lain. "Kita harus mencari cara lain."
Clarissa mendengarkan perdebatan mereka dengan sabar, sambil memikirkan solusi yang lebih baik. Dia telah mempelajari masalah ekonomi kerajaan secara diam-diam, dan dia yakin dia memiliki ide yang bisa membantu.
Akhirnya, Clarissa tidak tahan lagi. Dia berdiri dari kursinya, menarik perhatian semua orang di ruangan itu.
"Maafkan saya, Yang Mulia," katanya dengan suara tenang namun tegas. "Saya memiliki usulan yang mungkin bisa membantu."
Semua mata tertuju pada Clarissa. Beberapa bangsawan menatapnya dengan tatapan meremehkan, sementara yang lain tampak penasaran. Raja sendiri terlihat terkejut, tapi dia memberi isyarat agar Clarissa melanjutkan.
"Saya mengusulkan serangkaian reformasi ekonomi yang komprehensif," Clarissa memulai, suaranya jernih dan penuh keyakinan.
"Pertama, kita harus mengurangi pengeluaran kerajaan yang tidak perlu. Kita bisa mulai dengan memangkas anggaran pesta dan perayaan yang berlebihan."
Beberapa bangsawan terkesiap mendengar usulan Clarissa yang berani. Mereka tidak terbiasa dengan seorang wanita yang berani mengkritik gaya hidup mewah mereka.
"Kedua," lanjut Clarissa, "kita harus berinvestasi di sektor-sektor produktif seperti pertanian, perikanan, dan pertambangan. Ini akan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan kerajaan."
"Ketiga, kita harus meningkatkan perdagangan dengan negara-negara tetangga. Kita bisa membuka jalur perdagangan baru, mengurangi tarif impor, dan memberikan insentif bagi para pedagang."
Clarissa menjelaskan setiap poin dengan detail dan data yang akurat. Dia berbicara dengan penuh semangat, menunjukkan pemahamannya yang mendalam tentang masalah ekonomi kerajaan.
Para bangsawan tercengang. Mereka tidak menyangka bahwa Clarissa, yang selama ini mereka anggap sebagai wanita bodoh dan tidak berguna, memiliki pemikiran yang begitu cemerlang.
"Usulan yang sangat menarik, Duchess Clarissa," puji Raja. "Tapi bagaimana kita bisa yakin bahwa rencana Anda akan berhasil?"
Bangsawan A, yang merasa tersaingi oleh Clarissa, menyeringai sinis. "Memang, Duchess. Rencana Anda terdengar bagus di atas kertas, tapi bagaimana Anda akan mengimplementasikannya? Apakah Anda memiliki pengalaman dalam bidang ekonomi?"
Clarissa tersenyum tipis. "Saya memang tidak memiliki pengalaman formal dalam bidang ekonomi, Yang Mulia. Tapi saya telah belajar banyak dari buku-buku dan para ahli. Saya juga yakin bahwa dengan bantuan para pejabat kerajaan yang kompeten, kita bisa mewujudkan rencana ini."
Bangsawan A tidak menyerah. "Tapi bagaimana dengan risiko kegagalan? Jika rencana Anda gagal, kerajaan akan semakin terpuruk."
Clarissa menatap Bangsawan A dengan tatapan tajam. "Risiko selalu ada dalam setiap tindakan, Yang Mulia. Tapi jika kita tidak melakukan apa-apa, kerajaan pasti akan hancur. Rencana saya mungkin berisiko, tapi saya yakin ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan kerajaan kita."
Clarissa mengakhiri penjelasannya dengan penuh keyakinan. Semua orang di ruangan itu terdiam, terpesona oleh kecerdasan dan keberanian Clarissa. Bahkan Bangsawan A tidak bisa lagi membantah argumen Clarissa yang kuat dan logis.
Raja tersenyum puas. "Saya setuju dengan Duchess Clarissa," katanya. "Kita akan segera melaksanakan rencana reformasi ekonomi ini."
Clarissa membungkuk hormat, hatinya dipenuhi dengan rasa bangga dan kepuasan. Dia telah berhasil membuktikan kemampuannya, dan dia akan terus berjuang untuk mengubah nasibnya dan kerajaan yang dicintainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life Villain's |END|
RomanceClarissa, Duchess of Avalon, terbangun dari mimpi buruk eksekusinya, hanya untuk menemukan dirinya kembali ke hari pernikahannya dengan Duke Adrian. Dulu, dia sangat mencintainya, meski Adrian pria yang dingin dan membencinya. Namun, dengan kesempat...