17. Serangan Surat

4.5K 170 0
                                    

Hai semuanya! Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.

Jangan lupa untuk mengikuti akun saya dan vote cerita ini jika kalian menikmatinya.

Love you all!

HAPPY READING

..........

Jari-jari Baron Frederick gemetar saat membuka segel lilin merah yang mengunci rahasia surat itu. Matanya membelalak, setiap kata yang terbaca seolah menghunjam jantungnya.

"Helena...," lirihnya, suaranya tercekat. Surat itu dipenuhi dengan ungkapan cinta yang menggebu-gebu, janji-janji manis, dan permintaan akan perhiasan mewah serta gaun-gaun terbaru dari butik ternama.

"Ini... ini tidak mungkin," gumamnya, berusaha menyangkal kenyataan yang terpampang di depan matanya.

Senyum sinis tersungging di bibir Clarissa, tersembunyi di balik topeng rubah yang anggun. "Oh, tapi ini sangat mungkin, Baron Frederick," ucapnya dengan nada dingin yang menusuk. "Bukti cinta Lady Helena untukmu tergores jelas di setiap baris surat ini."

Baron Frederick mendongak, tatapannya bertemu dengan mata Clarissa yang tajam dan penuh peringatan. "Kau... apa maumu?" tanyanya, suaranya bergetar.

Clarissa mencondongkan tubuhnya, suaranya nyaris berbisik, "Bacakan surat ini di depan semua orang. Biarkan seluruh kerajaan tahu betapa besar cinta Lady Helena padamu... dan betapa dalam kantongmu harus merogoh untuk memuaskan keinginannya."

Baron Frederick terkesiap, keringat dingin membasahi punggungnya. Dia tahu Clarissa tidak sedang bermain-main. Jika dia menolak, rahasia gelapnya akan terbongkar, menghancurkan reputasinya dan masa depannya.

"Kau mengancamku?" desisnya, mencoba menyembunyikan kepanikannya.

Clarissa hanya tersenyum tipis, tatapannya tak tergoyahkan. "Anggap saja ini sebuah saran yang baik, Baron. Pilihan ada di tanganmu."

Baron Frederick terdiam, pikirannya berpacu. Dia tahu dia tidak punya pilihan lain. Dia harus menuruti perintah Clarissa, atau menanggung konsekuensi yang jauh lebih buruk.

Pesta topeng kerajaan malam itu adalah perhelatan yang megah. Aula istana dipenuhi cahaya lilin yang berkelap-kelip, memantul pada topeng-topeng rumit yang dikenakan para tamu. Musik mengalun lembut, mengiringi tawa dan obrolan ringan para bangsawan.

Di tengah kemeriahan, panggung kecil di sudut aula menjadi pusat perhatian. Baron Frederick, seorang bangsawan jatuh yang reputasinya sudah tercoreng, naik ke atas panggung dengan senyum dibuat-buat. Ia membungkuk dengan angkuh, menikmati sorotan lampu yang tertuju padanya.

"Selamat malam, para hadirin yang terhormat," sapanya dengan suara lantang. "Malam ini, saya akan membacakan sebuah kisah cinta yang mengharukan. Kisah tentang seorang wanita bangsawan yang jatuh cinta pada seorang pria rendahan."

Baron Frederick membuka gulungan kertas di tangannya, matanya menyapu baris-baris tulisan dengan dramatis. "Surat ini," ujarnya dengan suara bergetar, "adalah ungkapan cinta yang tulus dari seorang wanita bangsawan kepada kekasih gelapnya, seorang pria yang tidak memiliki status atau kekayaan."

Aula menjadi hening. Para tamu undangan terpaku pada Baron Frederick, penasaran dengan kisah cinta yang akan ia bacakan.

"My dearest," Baron Frederick memulai dengan suara lembut, menirukan tulisan tangan sang wanita bangsawan, "Kau adalah cahaya dalam hidupku, satu-satunya pria yang mampu membuat hatiku berdebar. Kau mungkin tidak memiliki gelar atau harta, tapi kau memiliki sesuatu yang lebih berharga: cintaku yang tulus."

Second Life  Villain's |END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang