Hai semuanya! Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.
Jangan lupa untuk mengikuti akun saya dan vote cerita ini jika kalian menikmatinya.
Love you all!
HAPPY READING
Helena duduk di meja riasnya, wajahnya yang biasanya anggun kini terdistorsi oleh kebencian. Dia menatap pantulan dirinya di cermin, jemarinya yang lentik mengetuk-ngetuk meja dengan gelisah.
"Dasar wanita ular!" desisnya, "Berani-beraninya dia merebut pelangganku!"
Helena tidak bisa menerima kenyataan bahwa butik Clarissa, La Maison de Clarissa, kini lebih populer daripada butiknya sendiri. Dia merasa terhina dan direndahkan.
"Aku tidak akan membiarkan dia menang," gumamnya, matanya menyipit penuh dendam. "Aku harus menemukan cara untuk menghancurkannya."
Helena tahu bahwa kekuatan Clarissa terletak pada desain-desainnya yang unik dan inovatif. Jika dia bisa menghancurkan reputasi Clarissa sebagai desainer, dia bisa menghancurkan butiknya sekaligus.
"Sophie," panggil Helena, suaranya dingin dan menusuk.
Seorang wanita muda dengan rambut pirang pucat dan mata biru yang besar keluar dari balik tirai. Dia adalah Sophie, salah satu penjahit terbaik di butik Helena.
"Ya, Nyonya?" jawab Sophie, suaranya gemetar karena takut.
Helena tersenyum sinis. "Kemarilah, Sophie. Aku punya tugas penting untukmu."
Sophie mendekati Helena dengan langkah ragu-ragu. Dia tahu Helena adalah wanita yang kejam dan tidak segan-segan menghukum siapa pun yang berani melawannya.
"Sophie," bisik Helena saat Sophie sudah berada di sampingnya, "aku tahu kau sedang kesulitan keuangan."
Sophie menundukkan kepalanya, tidak berani menatap mata Helena. Dia memang sedang terlilit hutang karena ayahnya sakit keras.
Helena tersenyum licik. "Aku bisa membantumu, Sophie," lanjutnya. "Aku bisa memberimu uang yang cukup untuk melunasi semua hutangmu."
Sophie mengangkat kepalanya, matanya berbinar penuh harap. "Benarkah, Nyonya?"
Helena mengangguk. "Tapi ada syaratnya, Sophie. Kau harus membantuku menghancurkan Clarissa."
Sophie terdiam sejenak, ragu-ragu. Dia tahu Clarissa adalah wanita yang baik dan tidak pernah menyakitinya. Tapi, dia juga sangat membutuhkan uang.
"Apa yang harus aku lakukan, Nyonya?" tanya Sophie akhirnya, suaranya lirih.
Helena tersenyum puas. "Kau harus mencuri desain-desain terbaru Clarissa dan memberikannya padaku," bisiknya dengan nada jahat. "Dengan begitu, aku bisa menghancurkan butiknya dan merebut kembali pelangganku."
Sophie menelan ludah, hatinya dipenuhi konflik. Dia tahu apa yang diminta Helena adalah salah, tapi dia tidak punya pilihan lain. Dia harus menyelamatkan ayahnya.
"Baiklah, Nyonya," jawab Sophie akhirnya, suaranya nyaris tak terdengar. "Aku akan melakukannya."
Helena tersenyum kemenangan. Rencananya berjalan lancar. Dia yakin dengan desain-desain Clarissa di tangannya, butiknya akan kembali berjaya dan mengalahkan La Maison de Clarissa.
Beberapa hari setelah kesepakatan terlarang itu, butik Helena mendadak ramai kembali. Gaun-gaun baru yang dipajang di etalase menarik perhatian para wanita bangsawan yang lewat. Mereka berdesakan masuk, terpesona oleh keindahan desain dan harga yang menggoda.
"Astaga, gaun ini sungguh indah!" seru seorang wanita muda, matanya berbinar-binar. "Dan harganya jauh lebih murah daripada di La Maison de Clarissa!"
"Benar sekali!" timpal wanita lain. "Desainnya juga tidak kalah cantik. Lady Helena memang selalu tahu selera kita."
Helena, yang berdiri di belakang meja kasir, tersenyum puas. Dia tahu rencananya berhasil. Gaun-gaun bajakan itu laris manis, membuat butiknya kembali menjadi pusat perhatian.
"Clarissa, lihat saja," gumam Helena dengan senyum sinis. "Kau tidak akan bisa menandingiku. Aku akan merebut kembali semua pelangganmu."
Sementara itu, di La Maison de Clarissa, suasana berbeda 180 derajat. Butik yang biasanya ramai kini sepi pengunjung. Para pegawai terlihat cemas dan bingung.
"Nyonya Duchess," salah satu pegawai menghampiri Clarissa dengan wajah khawatir, "sudah beberapa hari ini penjualan kita menurun drastis. Apa yang terjadi?"
Clarissa mengerutkan kening. Dia juga merasakan keanehan ini. Biasanya, butiknya selalu ramai dikunjungi pelanggan, terutama setelah peluncuran koleksi terbaru. Namun, sejak beberapa hari terakhir, pelanggan yang datang bisa dihitung jari.
Clarissa memutuskan untuk menyelidiki sendiri. Dia mengunjungi beberapa butik lain di kota dan terkejut melihat gaun-gaun yang sangat mirip dengan desainnya dijual dengan harga yang jauh lebih murah.
"Ini tidak mungkin," gumam Clarissa, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Bagaimana bisa desain-desainku ada di sini?"
Clarissa segera kembali ke butiknya dan mengumpulkan semua pegawainya. Dia menunjukkan gaun-gaun bajakan itu kepada mereka dan bertanya apakah ada yang tahu siapa pelakunya.
Sophie, salah satu penjahit Clarissa, terlihat gugup dan tidak berani menatap mata Clarissa. Clarissa langsung curiga pada Sophie. Dia tahu Sophie memiliki masalah keuangan dan mudah tergoda oleh uang.
"Sophie," panggil Clarissa dengan suara dingin, "apa kau tahu sesuatu tentang ini?"
Sophie menundukkan kepalanya, tidak berani menjawab. Clarissa tahu dia telah menemukan pelakunya.
Helena melihat surat pengakuan Sophie dengan mata membelalak, wajahnya berubah pucat. Namun, dengan cepat, dia menyusun kembali ekspresinya menjadi seringai meremehkan.
"Bukti? Kau menyebut ini bukti, Clarissa?" Helena tertawa sinis, melemparkan surat itu kembali ke arah Clarissa. "Ini hanya omong kosong belaka! Sophie pasti telah dibayar olehmu untuk memfitnahku."
Clarissa menatap Helena dengan tatapan dingin, tidak terpengaruh oleh tuduhannya. "Jangan berbohong, Helena. Kau tahu betul bahwa desain-desain itu adalah milikku."
"Milikmu?" Helena mendengus, "Kau terlalu percaya diri, Clarissa. Desain-desain itu adalah karyaku sendiri. Aku yang membuatnya dengan susah payah."
Clarissa menggelengkan kepalanya, "Jangan membodohi dirimu sendiri, Helena. Semua orang tahu bahwa kau tidak memiliki bakat desain. Kau hanya bisa meniru karya orang lain."
Kata-kata Clarissa seperti tamparan keras bagi Helena. Dia merasa terhina dan direndahkan.
"Berani sekali kau menghinaku, Clarissa!" teriak Helena, suaranya bergetar karena marah. "Kau hanya iri padaku karena butikku lebih sukses daripada butikmu!"
Clarissa tersenyum tipis, "Kesuksesanmu dibangun di atas kebohongan dan pencurian, Helena. Kau tidak pantas mendapatkannya."
Helena mengepalkan tangannya, kukunya menancap di telapak tangannya. "Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan reputasiku, Clarissa!" ancamnya. "Aku akan melawanmu sampai titik darah penghabisan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life Villain's |END|
RomanceClarissa, Duchess of Avalon, terbangun dari mimpi buruk eksekusinya, hanya untuk menemukan dirinya kembali ke hari pernikahannya dengan Duke Adrian. Dulu, dia sangat mencintainya, meski Adrian pria yang dingin dan membencinya. Namun, dengan kesempat...