48. Rencana Helena

2.8K 92 1
                                    

Hai semuanya! Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.

Jangan lupa untuk mengikuti akun saya dan vote cerita ini jika kalian menikmatinya.

Love you all!

HAPPY READING

..........

Helena menghempaskan dirinya di atas sofa beludru di kamarnya, dadanya naik turun menahan gejolak amarah yang membuncah. Berita tentang Adrian yang mengunjungi Clarissa di butiknya telah sampai ke telinganya, bagaikan petir yang menyambar di tengah hari yang cerah.

"Tidak mungkin!" teriaknya, suaranya bergema di ruangan yang mewah itu. "Adrian berani menemui wanita itu di belakangku?!"

Dia melemparkan bantal sutra ke dinding, melampiaskan frustasinya. "Setelah semua yang kulakukan untuknya, setelah aku memberitahunya tentang anak kami, dia malah pergi menemui Clarissa?!"

Pelayan pribadinya, Anna, mendekat dengan hati-hati, "Nyonya, mungkin Duke hanya ingin menjelaskan—"

"Menjelaskan apa?!" Helena memotong dengan tajam, matanya menyala-nyala. "Tidak ada yang perlu dijelaskan! Dia telah memilih Clarissa, dia telah mengkhianatiku!"

Helena bangkit dari sofa, mondar-mandir dengan gelisah. "Aku tidak akan membiarkan ini terjadi!" serunya, mengepalkan tangannya erat-erat. "Aku tidak akan membiarkan Clarissa merebut Adrian dariku!"

Dia meraih jubahnya yang tergeletak di kursi, lalu bergegas keluar dari kamarnya. "Siapkan kereta kuda!" perintahnya pada Anna. "Kita pergi ke butik Clarissa sekarang juga!"

Anna hanya bisa mengangguk patuh, meskipun hatinya dipenuhi kekhawatiran. Dia tahu betapa mengerikannya Helena saat marah.

Kereta kuda Helena melaju kencang, meninggalkan istana di belakangnya. Helena duduk di dalamnya, wajahnya pucat pasi, namun matanya menyala-nyala dengan api dendam. Dia tidak akan membiarkan Clarissa menang. Dia akan merebut kembali Adrian, apa pun caranya.

Helena, yang dikuasai amarah, mulai mengobrak-abrik butik Clarissa. Dia melemparkan gulungan kain sutra ke lantai, menjatuhkan vas bunga kristal hingga pecah berkeping-keping, dan menendang meja pajangan dengan brutal. Para pegawai dan pelanggan yang terkejut hanya bisa menyaksikan dengan ngeri, tidak berani menghentikan amukan Lady Helena.

"Clarissa, kau pencuri!" teriak Helena, suaranya bergema di seluruh butik. "Kau mencuri desainku, kau mencuri posisiku, dan sekarang kau ingin mencuri Adrian dariku juga?!"

Clarissa berdiri tegak, berusaha mempertahankan ketenangannya di tengah kekacauan yang diciptakan Helena. "Helena, hentikan ini!" serunya dengan suara tegas. "Kau hanya membuat malu dirimu sendiri."

"Malu?" Helena tertawa sinis, matanya menyala-nyala. "Aku tidak peduli dengan rasa malu! Aku akan mendapatkan kembali apa yang seharusnya menjadi milikku!"

Helena mendekati Clarissa, menunjuk wajahnya dengan jari telunjuknya. "Dengar baik-baik, Clarissa! Sebentar lagi Adrian akan menikah denganku, dan aku akan menjadi Duchess of Avalon yang sebenarnya! Kau akan kehilangan segalanya, Clarissa! Kau akan menjadi sampah yang dibuang, seperti seharusnya!"

Clarissa menatap Helena dengan tatapan dingin. "Kau benar-benar menyedihkan, Helena," ucapnya dengan suara tenang. "Kau hanya wanita gila yang tidak bisa menerima kenyataan."

Kata-kata Clarissa semakin membuat Helena marah. Dia meraih sebuah gunting dari meja kerja terdekat, lalu mengacungkannya ke arah Clarissa.

"Kau berani menghinaku?!" teriak Helena. "Kau seharusnya menangis dan memohon padaku untuk melepaskan Adrian!"

Clarissa tidak gentar. Dia menatap Helena dengan tatapan tajam. "Aku tidak akan pernah memohon padamu, Helena. Aku akan menceraikan Adrian dan memulai hidup baru. Aku tidak membutuhkan pria yang tidak bisa setia padaku."

Helena tertegun, tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Dia tidak menyangka Clarissa akan begitu tegar dan berani.

"Kau... kau..." Helena tergagap, tidak bisa berkata-kata lagi. Dia merasa seperti ditampar oleh kata-kata Clarissa.

Clarissa memanggil para pengawal butiknya. "Usir Lady Helena dari sini," perintahnya dengan tegas. "Dan jika dia berani membuat onar lagi, laporkan dia ke kepolisian kerajaan."

Para pengawal segera melaksanakan perintah Clarissa. Mereka menggiring Helena keluar dari butik, sementara Helena terus berteriak dan mengancam Clarissa.

"Kau akan menyesali ini, Clarissa!" teriak Helena. "Aku tidak akan membiarkanmu menang!"

Clarissa menatap kepergian Helena dengan tatapan dingin. Dia tidak akan membiarkan Helena menghancurkan hidupnya lagi. Dia akan berjuang untuk mendapatkan kebahagiaannya sendiri, tanpa Adrian, tanpa Helena.

..........

Helena, yang terbakar oleh amarah dan dendam, kembali ke kediamannya dengan langkah gontai. Dia tidak bisa menerima kekalahannya dari Clarissa. Dia harus melakukan sesuatu untuk menghancurkan Clarissa, untuk merebut kembali Adrian.

"Aku tidak akan membiarkan Clarissa menang," desis Helena dengan mata penuh kebencian. "Aku akan membuatnya membayar semua penghinaan ini."

Dalam keputusasaannya, Helena menyewa sekelompok preman untuk menculik Clarissa. Dia memberikan mereka instruksi yang jelas: culik Clarissa dan bawa dia ke tempat yang aman, jauh dari Adrian.

Malam itu, Clarissa bersiap untuk pulang seharian bekerja di butiknya. Dia merasa lelah tapi puas. Dia telah berhasil mengatasi krisis yang disebabkan oleh Helena, dan butiknya kembali ramai seperti sedia kala.

Clarissa berjalan keluar dari butik. Kereta kuda yang biasa menjemputnya sudah menunggu di depan. Namun, Clarissa merasa ada sesuatu yang aneh. Kusir yang duduk di atas kereta kuda itu bukanlah kusirnya yang biasa.

"Maaf, Tuan," kata Clarissa dengan sopan, "tapi Anda bukan kusir saya."

Kusir itu menoleh, wajahnya tertutup bayangan topi lebarnya. "Nyonya Duchess, kusir Anda berhalangan hadir hari ini. Saya ditugaskan untuk menggantikannya."

Clarissa ragu-ragu sejenak, tapi akhirnya dia memutuskan untuk naik ke kereta kuda. Dia terlalu lelah untuk berjalan kaki pulang.

Namun, begitu Clarissa masuk ke dalam kereta kuda, dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Pintu kereta tiba-tiba ditutup dengan keras, dan sebuah kain putih dibekapkan ke wajahnya. Clarissa berusaha berteriak, tapi suaranya teredam oleh kain tebal itu.

"Lepaskan aku!" teriak Clarissa dalam hati, berusaha memberontak. Tapi dia tidak bisa bergerak. Tubuhnya terasa lemas dan tidak berdaya.

Second Life  Villain's |END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang