Hai semuanya! Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.
Jangan lupa untuk mengikuti akun saya dan vote cerita ini jika kalian menikmatinya.
Love you all!
HAPPY READING
Cahaya pagi menerobos jendela kamar Clarissa, menyinari sosoknya yang berdiri di depan cermin besar. Hari ini, ia memutuskan untuk tampil berbeda. Bukan lagi Clarissa yang rapuh dan terluka, tapi Clarissa yang kuat dan mandiri.
"Mary," panggil Clarissa, suaranya bergema di kamar yang sunyi.
Mary, pelayan setianya, segera muncul dari balik pintu. "Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?" tanyanya dengan hormat.
"Tolong siapkan gaun krem yang baru saja diantar kemarin," perintah Clarissa sambil memutar tubuhnya di depan cermin.
Mary mengangguk dan bergegas menuju lemari pakaian. Dia mengeluarkan gaun krem yang dimaksud Clarissa, sebuah gaun sederhana namun elegan dengan potongan yang mengikuti lekuk tubuh Clarissa.
"Nyonya, apakah Anda yakin ingin mengenakan gaun ini?" tanya Mary ragu. "Biasanya Anda lebih suka gaun-gaun yang lebih sederhana."
Clarissa tersenyum tipis. "Aku ingin mencoba sesuatu yang baru, Mary. Aku ingin menunjukkan pada dunia bahwa aku bukan lagi Clarissa yang dulu."
Mary membantu Clarissa mengenakan gaun tersebut, lalu merapikan rambut pirangnya yang dibiarkan tergerai alami. Clarissa menatap pantulan dirinya di cermin. Dia terlihat berbeda, lebih segar dan modern.
"Bagaimana menurutmu, Mary?" tanya Clarissa.
"Anda terlihat sangat cantik, Nyonya," puji Mary dengan tulus. "Gaun ini sangat cocok untuk Anda."
Clarissa tersenyum puas. "Terima kasih, Mary. Aku harap Duke juga menyukainya."
Mary terdiam sejenak, lalu berkata dengan ragu, "Nyonya, apakah Anda yakin ingin melakukan ini? Duke mungkin tidak akan senang melihat Anda berdandan seperti ini."
Clarissa mengangkat dagunya dengan tinggi. "Aku tidak peduli apa yang dipikirkan Adrian. Aku berhak untuk berpakaian sesuai keinginanku."
Kereta kuda berhenti di depan butik mewah La Maison de Clarissa. Clarissa melangkah keluar dengan anggun, disambut udara pagi yang segar dan kicauan burung yang merdu. Dia menarik napas dalam-dalam, merasakan semangat baru mengalir dalam dirinya.
"Selamat pagi, Nyonya!" sapa para pegawai butik dengan antusias, mata mereka terbelalak melihat penampilan baru Clarissa.
"Nyonya, Anda terlihat sangat cantik hari ini!" puji salah satu pegawai muda dengan mata berbinar.
Clarissa tersenyum ramah, "Terima kasih, Lily. Kalian semua juga terlihat sangat bersemangat hari ini."
"Tentu saja, Nyonya!" seru pegawai lain, "Kehadiran Nyonya selalu memberikan semangat baru bagi kami."
Clarissa memasuki butik, matanya menyapu setiap sudut ruangan. Kain-kain sutra yang berkilauan, renda-renda halus yang menjuntai, dan gaun-gaun indah yang dipajang di manekin, semuanya tampak begitu memukau.
"Madame Dupont," panggil Clarissa pada manajer butiknya, "bagaimana penjualan kita minggu ini?"
Madame Dupont, seorang wanita paruh baya yang anggun, mendekati Clarissa dengan senyum lebar. "Sangat baik, Nyonya. Penjualan kita meningkat pesat sejak Nyonya memperkenalkan koleksi musim semi yang baru."
"Bagus sekali," Clarissa mengangguk puas. "Saya ingin melihat laporan penjualan lengkapnya nanti."
Clarissa menghabiskan sepanjang hari di butik, memeriksa setiap detail dengan teliti. Dia berdiskusi dengan para penjahit tentang desain-desain baru, memberikan masukan kepada para pegawai tentang pelayanan pelanggan, dan bahkan membantu melayani beberapa pelanggan penting.
"Nyonya, Anda tidak perlu repot-repot melayani pelanggan sendiri," kata Madame Dupont dengan nada khawatir. "Biar kami yang melakukannya."
Clarissa tersenyum, "Tidak apa-apa, Madame Dupont. Saya senang bisa berinteraksi langsung dengan pelanggan. Lagipula, saya juga ingin tahu pendapat mereka tentang koleksi terbaru kita."
Clarissa melayani setiap pelanggan dengan ramah dan sabar, memberikan saran yang tepat dan membantu mereka memilih kain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Para pelanggan sangat terkesan dengan pengetahuan Clarissa tentang tekstil dan selera fashionnya yang tinggi.
"Nyonya, Anda memiliki selera yang sangat bagus," puji seorang pelanggan wanita. "Saya sangat menyukai gaun yang Anda rekomendasikan."
Clarissa tersenyum, "Terima kasih, Nyonya. Saya senang Anda menyukainya."
Sore itu, cahaya matahari sore menembus jendela-jendela besar La Maison de Clarissa, butik tekstil milik Clarissa. Clarissa, yang sedang sibuk memeriksa laporan penjualan, mendongak saat mendengar suara langkah kaki yang familiar.
Adrian berdiri di ambang pintu, sosoknya yang tinggi dan tegap tampak kontras dengan suasana butik yang cerah dan ceria. Clarissa mengamati suaminya dari ujung kepala hingga ujung kaki, matanya terpaku pada penampilan Adrian yang selalu sempurna.
"Clarissa," sapa Adrian dengan suara datar, "aku datang untuk menjemputmu."
Clarissa menutup laporan penjualan dan berdiri dari kursinya. "Oh, Adrian," sapanya dengan senyum tipis. "Aku tidak menyangka kau akan datang."
Adrian melangkah masuk ke dalam butik, matanya menyapu ruangan dengan tatapan tajam. Dia memperhatikan para pegawai yang sibuk melayani pelanggan, lalu kembali menatap Clarissa.
"Kau terlihat berbeda hari ini," kata Adrian, suaranya terdengar dingin.
Clarissa tersenyum misterius. "Berbeda? Memangnya berbeda bagaimana, Adrian?"
Adrian mengerutkan kening. "Kau... kau terlihat lebih... menarik."
Clarissa tertawa kecil. "Menarik? Kau baru menyadarinya sekarang, Adrian?"
Adrian terdiam sejenak, lalu berkata dengan nada tidak suka, "Kenapa kau berdandan seperti itu? Kau tidak perlu berdandan berlebihan untuk bekerja di butik."
Clarissa mengangkat alisnya. "Berlebihan? Aku hanya memakai sedikit riasan dan gaun yang sedikit lebih bagus dari biasanya. Apakah itu salah?"
Adrian menggeram dalam hati. Dia tidak bisa menyangkal bahwa Clarissa terlihat sangat cantik, dan itu membuatnya merasa tidak nyaman. Dia takut Clarissa akan menarik perhatian pria lain.
"Kau tidak perlu berdandan seperti itu untuk menarik perhatianku, Clarissa," kata Adrian dengan nada sinis. "Aku sudah menjadi suamimu."
Clarissa tersenyum sinis. "Oh ya? Lalu kenapa kau datang ke sini, Adrian? Hanya untuk menjemputku atau untuk memastikan aku tidak menggoda pria lain?"
Adrian terdiam, tidak bisa menjawab pertanyaan Clarissa. Dia merasa terpojok oleh kata-kata Clarissa yang tajam.
Adrian mengepalkan tangannya, menahan amarah yang meluap-luap. "Jangan konyol, Clarissa," desisnya. "Aku hanya tidak ingin kau menjadi bahan gosip."
Clarissa tertawa kecil, "Gosip? Bukankah kau yang selalu menjadi bahan gosip karena perselingkuhanmu dengan Helena?"
Adrian tertegun, tidak bisa berkata-kata. Clarissa benar. Dia tidak punya hak untuk mengkritik penampilan Clarissa, sementara dia sendiri telah melakukan kesalahan yang jauh lebih besar.
"Baiklah," kata Adrian akhirnya, mengalah. "Tapi mulai sekarang, aku akan mengantar dan menjemputmu ke butik setiap hari."
Clarissa mengangkat alisnya, "Kenapa, Adrian? Kau takut aku akan bertemu dengan pria lain?"
Adrian tidak menjawab, hanya menatap Clarissa dengan tatapan intens. Clarissa bisa melihat api cemburu yang berkobar di mata Adrian.
"Terserah kau saja, Adrian," jawab Clarissa dengan nada acuh tak acuh. "Aku tidak keberatan."
Clarissa berbalik dan meninggalkan Adrian yang masih berdiri di tempatnya. Dia tersenyum dalam hati, merasa puas karena telah berhasil membuat Adrian cemburu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life Villain's |END|
RomanceClarissa, Duchess of Avalon, terbangun dari mimpi buruk eksekusinya, hanya untuk menemukan dirinya kembali ke hari pernikahannya dengan Duke Adrian. Dulu, dia sangat mencintainya, meski Adrian pria yang dingin dan membencinya. Namun, dengan kesempat...