Bab 41

4.4K 300 1
                                    

Tepat pukul 8 malam, Jeno pulang dengan wajah lesu. Hal itu tak luput dari perhatian jaemin yang sedang duduk di ruang tengah bersama anak-anak mereka.

Jeno berjalan menghampiri anak dan istrinya. Dia mengecup kening jaemin dan mengecup kepala anaknya secara bergantian.

" Mas sakit ya." Tanya jaemin karena merasakan hawa panas dari nafas jeno

" Ga enak badan sayang dan perut mas juga rasanya ga enak."

" Mas sibuk seminggu ini, pulangnya juga sering larut. Kecapek an itu, pasti makannya juga telat kan." Ucap jaemin sambil menyentuh jidat Jeno untuk mengecek suhu tubuh Jeno.

" Kayanya gitu sayang."

" Mau mandi dulu atau langsung istirahat." Tanya jaemin

" Istirahat aja, kalau mandi udah malem. Takutnya nambah masuk angin."

" Udah makan malam, belum." Tanya jaemin

" Belum sayang, perut mas ga enak rasanya."

" Yaudah, mas ganti baju dan istirahat aja di kamar. Biar Nana siapin bubur dan teh hangat ya."

Jaemin menuntun suaminya ke kamar, sebelum mereka pergi dia berpesan kepada Juna untuk menjaga sang adik.

" Juna, titip adek sebentar ya. Buna mau bantu ayah dulu."

" Siap, Buna."

Begitu sampai di kamar, jaemin membantu Jeno membuka pakaian. Sebelum mengganti pakaian Jeno, jaemin membawa air hangat dan handuk kecil bertujuan untuk menyeka badan Jeno agar tidak gerah. Setelahnya Jeno dituntun untuk tidur di ranjang dengan selimut yang menutupi tubuhnya.

" Mas tunggu sebentar ya, Nana mau siapin bubur dulu sama teh hangat. Habis itu mas minum obat ya."

" Iya sayang, maaf ya ngerepotin kamu."

" Mas ngomong apa sih, udah mas istirahat aja. Nana ke dapur dulu ya, sekalian suruh anak-anak buat tidur ke kamar."

" Iya sayang."

Begitu sampai di dapur, jaemin langsung menyiapkan bubur untuk Jeno.

Dia masih membiarkan anak-anak nya main sekalian menemaninya memasak.
Jaemin dapat mendengar suara junwoo dan Juna yang tertawa saat bermain.

Di ruang tengah, junwoo terus meminta Juna untuk menggambar macam-macam yang ia inginkan dan juna pun menurutinya.

" Abang, itu apa."

" Bebek, kamu mau gambar apa lagi" Jawab Juna

" ucing."

Saat Juna menggambar, junwoo mengganggunya.

" Abang, itu apa."

" Kumis kucingnya dek."

" Kumis apa."

"Itu yang panjang-panjang seperti rambut di dekat mulutnya."

" Rambut itu, ini." Tanya junwoo sambil menunjuk rambutnya.

" Iya, itu rambut. Adek diam dulu yaa, Abang masih menggambar."

" Oke."

Jaemin tersenyum melihat Juna yang begitu sabar menghadapi sifat junwoo yang sangat cerewet.

" Abang."

" Apa lagi sih dek."

" Juju, Abang, Buna, ayah."

" Kamu mau Abang gambar kita semua." Junwoo langsung mengangguk dengan antusias.

" Sebentar ya." Juna pun langsung menuruti permintaan sang adik

Tak lama Juna pun menyelesaikan gambar sesuai permintaan adiknya.

" Nah ini ayah, Buna, Abang dan yang kecil ini adek."

Junwoo mengambil pensil dan menggambar garis di dekat mulutnya.

" Kumis adek."

Juna langsung tertawa terbahak-bahak melihat kelakuan adiknya.

" Adek kan masih kecil, lagian kumisnya kok kayak kucing, sih dek."

" Adek cuka ucing."

" Iya, adek sama kaya Buna. Sukanya kucing."

" Abang, kumis." Ucap junwoo menunjuk bibirnya.

" Tidak mau, nanti kotor dan susah bersihkannya."

" Abang, kumis."

" Enggak adek."

Junwoo pun menangis berlari ke arah jaemin yang sedang menyiapkan bubur di dapur.

" Buna."

" Kenapa sayang, kok nangis."

" Abang jahat."

" Bohong Buna, adek minta gambar kumis kucing di wajahnya. Abang tidak mau dan adek nangis."

Jaemin tersenyum dan langsung menggendong junwoo. Dia sebenarnya mendengar apa yang terjadi.

" Adek ga boleh nangis sayang. Benar kok kata Abang. Nanti wajah adek jadi jelek dan gatal-gatal. Emang adek mau."

" Ndak mau." Ucapnya sambil memanyunkan bibirnya.

" Kalau gitu jangan nangis ya, minta maaf sama Abang. Tadi kan adek udah bilang Abang jahat."

Junwoo pun mengangguk dan berjalan ke arah Juna.

" Abang, maap."

" Iya adek, sini pelukan dulu."

Junwoo pun senang dan langsung memeluk Juna.

Jaemin tersenyum menghampiri mereka.

" Abang, malam ini Buna nitip adek. Boleh."

" Boleh Buna."

" Adek bobok sama Abang ya, ayah lagi sakit soalnya. Takut nular ke adek."

" Oke Buna, tapi Buna temanin sampai adek tidur ya. Kalau tidak dia terus berbicara dan tidak mau tidur."

" Iya Abang, sekarang ke kamar Abang yuk."

Jaemin menggendong junwoo dan di ikuti Juna dari belakang.
Dia memberikan botol susu junwoo dan menimang sang anak sampai tertidur. Jaemin menaruh junwoo di sebelah Juna, begitu sang anak tertidur dan meninggalkan mereka berdua.

Saat jaemin menyusul Jeno ke kamar, nampak Jeno seperti sudah tertidur.
Jaemin duduk di pinggir ranjang sebelah Jeno.

" Mas, udah tidur." Tanya jaemin lembut sambil mengelus pipi Jeno.

" Belum. " Jawab Jeno dengan suara sedikit serak.

" Makan dulu yuk, sedikit aja."

Jeno pun membuka matanya, dia di bantu jaemin untuk duduk.

Jaemin mulai menyuapi Jeno dengan telaten. Baru lima suapan, Jeno sudah tidak mau lagi makan.

" Sayang udah, mas udah ga kuat."

Jaemin pun tidak memaksa, setidaknya ada makanan yang masuk. Kemudian dia meminta Jeno untuk meminum teh nya, setelah itu baru Jeno di beri obat. Jaemin meminta Jeno untuk berbaring lagi, agar Jeno tidak pusing.

Setelah memindahkan peralatan makan bekas Jeno tadi, jaemin kembali ke kamar untuk menemani Jeno tidur.

" Sayang, mau peluk. Boleh." Tanya Jeno

" Boleh mas."

Jeno pun masuk ke dalam dekapan jaemin dan mulai menyamankan posisi tidurnya.

" Tadi adek nangis kenapa."

" Biasa mas, anaknya cerewet dan banyak drama. Bikin abangnya pusing. Masa minta di gambar kumis kucing di wajahnya."

" Bener-bener nurun sifat kamu itu."

" Udah, mas tidur aja. Lagi sakit dilarang ngeselin." Ucap jaemin sambil mengusap lembut rambut Jeno.

Jaemin tersenyum saat melihat Jeno sudah mulai tertidur.

" Lucu juga liat duda tua ini kalau lagi sakit, manja nya udah kaya bocil." Ucap jaemin dalam hati

Mr. widower Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang