Jarak

533 63 55
                                    

"Bulan, kamu udah lama gak jalan sama Bunda. Ayo temenin Bunda belanja!" Bunda duduk di tepi tempat tidur Bulan ketika gadis itu sedang sibuk berkutat dengan ponselnya. Menonton aksi panggung The Orion yang tidak bisa lagi ia lihat secara langsung karena dilarang Ayah.

"Bulan mau ke Rumah Sehat, Bun. Udah lama gak kesana. Bunda ikut Bulan aja, yuk!" ucap Bulan sambil membalik tubuhnya menghadap Bunda.

"Kamu janjian jam berapa sama Bu Prapti?"

"Bulan gak bilang jam berapanya, Bun. Bulan cuma bilang ke Bu Prapti kalau mau kesana hari ini."

"Ya sudah, kamu temenin Bunda belanja dulu sekalian beli oleh-oleh buat mereka."

"Siap Bunda," sahut Bulan penuh semangat. Gadis itu meletakkan ponselnya di atas meja kemudian melangkah ke kamar mandi untuk bersiap-siap. Sementara Bunda menatap kepergian Bulan itu dengan nanar. Bagaimana cara memberi tahu gadis itu?

Pukul sebelas siang di hari Sabtu yang cerah, Bulan dan ibunya berjalan beriringan di dalam sebuah mall di Jakarta. Sudah ada beberapa tentengan di tangan Bulan berisi beberapa mainan dan pakaian yang nantinya akan ia bawa ke Rumah Sehat. Hari itu, Bulan dibuat keheranan oleh Bunda yang lebih banyak menuruti keinginannya. Rasanya seperti sedang berbelanja dengan Ayah atau Noah. Tidak ada Bunda yang perhitungan lagi.

"Bunda kenapa tumben banget gak pelit?" tanya Bulan ketika Bunda selalu mengiyakan apa yang ingin Bulan beli. Tidak seperti biasanya yang selalu menolak keinginan Bulan untuk belanja berlebih.

"Mau apalagi?" Tanpa menanggapi ucapan Bulan, Bunda melangkah di dalam outlet sebuah brand pakaian terkenal. Sudah ada dua dress, satu celana dan sebuah jaket di tangan Bulan. Dan Bunda masih menawarkannya untuk membeli lebih. Sungguh diluar dugaan.

"Bunda, sehat?" Bulan mengerjapkan matanya. Menatap bergantian Bunda dan beberapa pakaian di tangannya.

"Mumpung Bunda lagi baik. Kalau gak mau yaudah. Ayo bayar!" Bunda berlajan melalui Bulan yang masih terlihat kebingungan.

"Bunda, tunggu! Bulan mau tas, boleh? Make up? Liptint doang, deh." Bulan menyusul langkah Bunda.

"Iya boleh nanti kita beli. Tapi inget sisain waktu buat ke Rumah Sehat."

"Ah, iya. Hampir aja lupa. Ya udah next time ya, Bunda sayang. Janji?"

Bunda menanggapi dengan anggukan singkat. Wanita itu berjalan memasuki antrian. Meraih beberapa pakaian di tangan Bulan dan meminta gadis itu menunggu di luar barisan. Bulan menurut, gadis itu memilih untuk berjalan-jalan di dekat kasir sembari memadangi etalase. Sebuah pakaian yang dikenalan manekin di hadapannya menaril perhatian Bulan. Boneka untuk peraga pakaian itu mengenakan sebuah kaos sleveless berwarna merah dengan celana hitam selutut. Outfit tersebut mengingatkannya pada Samudra. Itu adalah pakaian panggung yang biasa lelaki itu kenakan. Ah, manekin saja bisa membuatnya merindu.

Dia lagi apa ya?

Bulan masih mematung menatap pajangan pakaian pada manekin tersebut saat ponselnya berdering. Gadis itu dengan penuh semangat meraih ponsel dari dalam sling bag yang dikenakannya. Awalnya Bulan berpikir yang meneleponnya adalah Samudra, namun ternyata ia salah. Nama Raja Rimba tertera di layar ponselnya. Ada sedikit rasa kecewa namun Bulan tetap senang karena ia sebenarnya juga merindukan kakaknya itu.

"Bulan, tebak Abang dimana." Noah berucap penuh semangat di seberang sana saat panggilan video tersebut sudah Bulan jawab.

"Di Singapur lah. Atau Abang udah pulang lagi?"

"Ngaco kamu. Abang lagi sama ayah, di Singapur dan tebak kita lagi ngapain."

"Ya mana Bulan tahu," sahut Bulan yang kemudian diperlihatkan sesuatu oleh Noah. Sebuah gedung berbentuk keranjang dim sum yang ditumpuk namun terlihat cantik tertangkap lensa kamera Noah. Bulan mengernyitkan dahi. Ia tidak paham mengapa Noah dan Ayah berada di tempat itu. Bulan tahu itu merupakan salah satu gedung milik sebuah universitas terkemuka di Singapura. Kalau Bulan tidak salah gedung itu bernama The Hive. Dua tahun lalu, ketika mengunjungi Noah ke Singapura, Bulan sempat diajak kakaknya kesana. Kampus yang saat itu menjadi impian Bulan. Namun, gadis itu akhirnya memilih berkuliah di Jakarta karena enggan selalu berdekatan dengan kakak lelakinya itu. Noah galak dan over protective sehingga Bulan pikir jika dirinya jauh dari Noah, akan ada sedikit kebebasan untuknya. Namun, ternyata Bulan salah besar. Noah tetap menyebalkan meski jauh.

Cinta Pertama RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang