Bersama Angin dan Waktu

7 3 1
                                    

🕊🕊🕊🌹🌹🌹🪞🪞🪞
______________________

Pada suatu malam yang dingin dan gelap, langit sepertinya telah kehilangan cahayanya. Api berkobar dengan ganas di kediaman Tirtania, melahap semuanya dalam jalannya yang tak terbendung. Bunyi pecahan kaca dan kayu yang terbakar terdengar menembus kesunyian malam, diiringi oleh teriakan panik yang semakin melemah seiring waktu. Kebakaran di kediaman Tirtania menyebar berita ke seluruh penjuru desa dengan cepat. Warga sekitar, yang sebelumnya belum mengetahui kejadian tersebut, segera datang ke lokasi kebakaran untuk memberikan bantuan. Mereka membawa air dan peralatan pemadam kebakaran untuk membantu meringankan api yang masih membakar sisa-sisa rumah. Tak lama kemudian pemadam kebakaran datang ke lokasi.

Tirtania terjaga dari tidurnya dengan ketakutan yang mendalam, asap tebal menyelimuti seluruh rumah. Dia berlari ke arah ibu, hanya untuk menemukan sosoknya terbaring tak berdaya di tengah-tengah ruangan yang sudah dipenuhi nyala api. Terlepas dari usaha Tirtania untuk menyelamatkan ibunya, api terlalu cepat dan sangat sulit dikendalikan. Ibu Tirtania, dengan wajah yang penuh kepedihan dan rasa sakit, akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya dalam pelukan penuh kepanikan dan kesedihan.

Dalam waktu singkat, api melahap sebagian besar rumah, memusnahkan barang-barang berharga dan kenangan yang sangat berarti bagi Tirtania. Setelah api berhasil dipadamkan, apa yang tersisa hanya puing-puing dan asap hitam yang masih mengepul. Rumah yang dulunya penuh dengan kenangan indah dan kehangatan kini hanya tinggal reruntuhan, dan dengan itu, Tirtania kehilangan lebih dari sekadar tempat tinggal dia kehilangan tempat di mana dia merasa aman dan dicintai.

Tirtania berdiri di luar, tubuhnya bergetar bukan hanya karena dingin, tetapi juga karena rasa kehilangan yang mendalam. Mata yang sebelumnya cerah kini terlihat kosong dan penuh air mata. Setiap sudut rumah yang terbakar membawa ingatan yang menyakitkan tentang ibunya, dan saat dia menyadari bahwa semua barang-barangnya, kenangan-kenangan berharga, dan tempat-tempat yang pernah ia cintai telah musnah, hatinya terasa hancur.

Tirtania merasa seolah-olah dunia yang dia kenal telah runtuh dalam sekejap mata. Keberadaan fisiknya mungkin masih ada, tetapi bagian dari jiwanya telah ikut terhapus dalam kobaran api malam itu. Dalam keruntuhan dan kehampaan, dia hanya bisa merasakan kepedihan yang mendalam, kehilangan yang tak terlukiskan, dan kesepian yang menghantui setiap sudut hatinya.

Sebagian besar masyarakat merasa sangat terpukul dan prihatin atas apa yang terjadi. Beberapa warga yang lebih tua, yang pernah mengenal ibu Tirtania, mengungkapkan rasa duka mereka dan berkumpul untuk memberikan dukungan moral kepada Tirtania. Mereka menghibur Tirtania yang tampak hancur, menawarkan doa dan kata-kata penghiburan yang penuh simpati. Beberapa dari mereka bahkan membawa makanan dan barang-barang yang dianggap perlu untuk membantu Tirtania menghadapi masa-masa sulit ini.

Namun, ada juga bisik-bisik dan gosip yang menyebar di kalangan penduduk desa. Ada yang berbisik bahwa kebakaran tersebut adalah "perbuatan jahat" karena mereka percaya bahwa tidak mungkin api bisa menyebar begitu cepat tanpa campur tangan tangan manusia. Beberapa orang mulai mencurigai bahwa mungkin ada seseorang yang tidak senang dengan keluarga Tirtania dan sengaja membakar rumah mereka.

Ada juga yang mulai membicarakan nasib malang Tirtania dengan nada pesimis, mengatakan bahwa "ini hanya awal dari serangkaian bencana" yang menimpa keluarga tersebut. Mereka menyebut kebakaran sebagai "tanda dari sesuatu yang lebih buruk akan datang," dan mengaitkannya dengan mitos-mitos lama yang mengatakan bahwa malapetaka sering kali datang berkelompok.

Beberapa penduduk desa, yang kurang peka terhadap situasi emosional Tirtania, berkomentar dengan sinis tentang bagaimana "mungkin ada sesuatu yang tidak beres dalam kehidupan keluarga Tirtania." Mereka mengaitkan kebakaran dengan "karma" atau "balasan" dari perbuatan masa lalu, tanpa mempertimbangkan betapa menyedihkannya kehilangan yang dialami Tirtania.

Jejak Takdir dalam Keheningan: Cinta Abadi Jiwa KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang