Langkah dalam Kesunyian

2 0 0
                                    

Di kediaman Suryaningrum, suasana malam itu terasa hangat. Semua anggota keluarga berkumpul di ruang keluarga yang luas, dihiasi dengan ornamen klasik Jawa dan sentuhan modern. Pak Wiratma Suryaningrum, kepala keluarga, duduk di kursi rotan besar dengan tenang, mengamati keluarganya dengan penuh kasih. Di sampingnya, Bu Tari Suryaningrum sedang sibuk menyuguhkan teh hangat, sambil sesekali melirik ke arah anak-anaknya. Mas Fattih Suryaningrum, putra sulung yang cerdas dan penuh rasa tanggung jawab, duduk dengan adiknya, Adhiranu Suryaningrum, di sofa panjang. Mereka berdua terlibat dalam pembicaraan ringan, sesekali tertawa kecil.

Keluarga Suryaningrum selama ini dikenal sebagai keluarga dermawan yang kerap menyumbangkan hartanya untuk membantu berbagai kegiatan sosial. Salah satu komitmen terbesar mereka adalah menjadi donatur tetap di Yayasan Bentala Renjana, sebuah yayasan yang mengelola panti asuhan dan berfokus pada pemberdayaan anak-anak yatim piatu dan kurang mampu.

Sejak bertahun-tahun, setiap bulan, keluarga Suryaningrum selalu mengalokasikan sebagian penghasilan mereka untuk disalurkan ke Bentala Renjana. Tak hanya uang, mereka juga kerap menyumbangkan kebutuhan lain seperti bahan makanan, buku-buku pelajaran, dan perangkat teknologi untuk pendidikan. Pak Wiratma dan Bu Tari sangat percaya bahwa memberi bukan hanya soal materi, tetapi juga tentang bagaimana berbagi kebahagiaan dan kesempatan dengan mereka yang kurang beruntung.

Namun malam itu, ada sesuatu yang lebih dari sekadar pertemuan keluarga biasa. Kedatangan Bu Tiyas Hadinata, kakak Pak Wiratma, memberikan suasana baru. Bu Tiyas adalah seorang wanita berwibawa, istri dari Pak Rudian Hadinata, ketua Yayasan Bentala Renjana yang terkenal di Indonesia. Malam itu, ia datang dengan satu tujuan penting.

Setelah beberapa percakapan ringan, Bu Tiyas akhirnya membuka pembicaraan serius yang membuat semua perhatian tertuju padanya. "Fattih, Adhiranu," katanya lembut namun tegas, "kami di Bentala Renjana membutuhkan lebih banyak orang muda yang berbakat dan berkomitmen untuk mengabdi. Kami berharap kalian bisa memberikan sumbangsih kalian di sana."

Fattih dan Adhiranu saling berpandangan, penasaran ke mana arah pembicaraan ini akan berlanjut.

Bu Tiyas melanjutkan, "Kalian berdua sangat berbakat, terutama dalam hal teknologi. Kami punya banyak anak-anak di panti yang ingin belajar banyak hal baru. Fattih, khususnya, aku tahu kamu sangat ahli dalam bidang robotik. Akan sangat berarti jika kamu bisa mengajari mereka ilmu tersebut."

Fattih terdiam sejenak. Ia paham betul bahwa permintaan ini bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Mengabdikan diri di panti asuhan Bentala Renjana adalah tanggung jawab besar, terutama karena panti itu dikenal luas sebagai tempat anak-anak yatim piatu dengan latar belakang yang penuh tantangan.

Adhiranu, yang lebih muda dan belum berpengalaman sebanyak kakaknya, merasa sedikit canggung. "Apa aku juga harus ikut, Budhe?" tanyanya perlahan.

Bu Tiyas tersenyum lembut. "Tentu, Nak. Semua bantuan akan sangat berarti. Kamu bisa belajar banyak dari kakakmu dan dari anak-anak di sana."

Pak Wiratma yang selama ini mendengarkan dengan tenang akhirnya angkat bicara. "Ini adalah kesempatan besar bagi kalian untuk belajar arti dari pengabdian yang sesungguhnya," katanya, suaranya penuh kebijaksanaan.

Fattih mengangguk perlahan. "Aku paham, Bude. Aku akan mempertimbangkannya dengan baik."

Malam itu, di tengah suasana hangat keluarga, ada percikan tanggung jawab baru yang mulai tumbuh dalam hati Fattih dan Adhiranu.

Dengan latar belakang itulah, ketika Bu Tiyas Hadinata mengajukan permintaan agar Mas Fattih dan Adhiranu lebih terlibat dalam mengajar di panti asuhan, keluarga Suryaningrum tidak terkejut. Mereka mengerti bahwa permintaan itu bukan hanya tentang mengajar robotik, tetapi tentang melanjutkan tugas kemanusiaan, warisan nilai-nilai keluarga yang telah mereka bangun selama ini—mengabdi kepada masyarakat dengan sepenuh hati.

Jejak Takdir dalam Keheningan: Cinta Abadi Jiwa KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang