Union

1 0 0
                                    

Pak Nehan menatap langit biru yang luas, berpendar di atas mereka saat mobil pick-up melaju pelan di jalan yang sepi. Ia duduk di belakang bersama Mbak Hasana, sementara angin pagi menghembus lembut menyapu rambutnya. Di sampingnya, Mbak Hasana duduk tenang, wajahnya tampak fokus memandangi jalanan yang terbentang di depan mereka. Namun, di mata Nehan, seolah-olah dunia melambat, dan semua perhatian hanya terpusat pada sosok di sampingnya itu.

Cahaya matahari yang mulai menghangat mengisi ruang di antara mereka, namun keheningan itu terasa begitu nyaman, seolah kata-kata tak diperlukan untuk menjembatani jarak yang semakin dekat. Tatapan Nehan tertuju pada langit biru yang membentang luas, tetapi pikirannya dipenuhi oleh kehadiran Hasana, yang begitu damai namun penuh dengan misteri yang ia ingin selami.

Ia menyadari bahwa tak peduli seberapa jauh jarak atau berapa banyak waktu yang berlalu, perasaannya terhadap Hasana semakin kuat. Hasana adalah pusat dari segala yang sederhana dan menenangkan, tetapi juga menggetarkan hati. Dalam setiap angin yang menyapu wajahnya, ia merasakan panggilan yang tak terucap untuk tetap berada di samping wanita ini—tak peduli bagaimana pun dia berusaha menyembunyikan perasaannya.

Dengan suara lembut namun penuh makna, ia mulai mengganti posisi duduknya menghadap kepada Mbak Hasana dan berbicara, "Hasana... dalam setiap detak waktu yang sunyi, aku menemukan bahwa ada rasa yang tak mampu kurangkai dalam kata sederhana. Seperti layaknya bintang yang terselimuti awan, meski tersembunyi, cahayanya tetap memancar di hatiku."

Ia berhenti sejenak, menarik napas dalam, lalu melanjutkan dengan mata yang menatap lurus ke depan, seolah sedang mencoba menyusun rangkaian kata yang mampu menembus dinding ketenangan hati Mbak Hasana.

"Hasana... bukankah kita, dalam setiap langkah yang terjal, tak lain adalah sepasang jiwa yang menemukan resonansi? Seperti angin yang tak terlihat namun selalu terasa, kehadiranmu ada di setiap denyut nadiku. Kita mungkin tak selalu berbicara dalam kata, tapi diam-diam ada bahasa yang lebih halus dari sekadar ucapan, yang menjembatani jarak di antara kita."

Matanya kini menatap lembut ke arah Mbak Hasana, penuh keyakinan. "Jika waktu adalah bait yang terus melantun tanpa henti, maka aku ingin menulis puisi terindah bersamamu. Bukan sekadar kisah, tapi takdir yang menyatu, seperti dua aliran sungai yang akhirnya bertemu di lautan tanpa ujung. Dan di lautan itu, Hasana, apakah engkau akan bersedia menjadi pelabuhan hatiku yang terakhir, tempat aku menambatkan segala resah dan gelisah, dengan sebuah ikatan yang takkan pernah terputus...?"

Suaranya menurun, seolah tak ingin merusak keheningan yang terasa sakral. "Maukah kamu, Hasana, menerima tawaranku, tidak sekadar dalam kehadiran sementara, tapi sebagai belahan jiwa dalam perjalanan yang abadi, dalam ikatan yang disatukan oleh cinta dan kepercayaan?"

Pak Nehan terdiam, menunggu jawaban dari Mbak Hasana, dengan seluruh hatinya yang kini terbuka sepenuhnya.

Mbak Hasana mendengar setiap kata yang diucapkan oleh Pak Nehan dengan penuh ketenangan, meskipun di dalam hatinya ada badai kecil yang tak biasa. Ia menatap langit senja yang mulai memudar, mengumpulkan segala ketenangan dan kebijaksanaannya sebelum menjawab.

Ia menunduk sejenak, matanya terpejam seolah mengumpulkan kekuatan untuk berbicara. "Pak Nehan... Kata-katamu seperti alunan angin yang menyapu perasaanku, menyentuh bagian terdalam dari diriku yang jarang kusadari. Aku selalu mengagumi caramu merangkai kata-kata, seolah setiap kalimatmu adalah puisi yang tak pernah usai."

Ia menunduk sejenak, menunjukkan keraguannya yang tak biasa ia tunjukkan. "Namun, Pak Nehan, aku bukanlah angin yang berhembus tanpa arah, atau sungai yang mengalir tanpa tujuan. Hatiku adalah galaksi yang luas, penuh misteri dan kedalaman yang belum sepenuhnya kupahami, bahkan oleh diriku sendiri. Di antara bintang-bintang yang tak terhitung jumlahnya, ada banyak hal yang masih tersembunyi, dan beberapa di antaranya mungkin terlalu jauh untuk kugapai"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jejak Takdir dalam Keheningan: Cinta Abadi Jiwa KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang