Union VI

4 0 0
                                    

🕊🕊🕊🕊🌹🌹🌹🌹🪞🪞🪞🪞
------------------------------------------------
------------------------------------------------

Hari itu pukul 8 pagi, suasana di gerbang utama Bentala Renjana terasa hangat dan penuh antusiasme. Udara pagi membawa kesejukan, dan di sepanjang jalan menuju pintu gerbang, Mas Randika dan Mbak Radinka berdiri di depan, tersenyum lebar, sementara Bu Marmara dan suaminya, Pak Harsani, berdiri di samping mereka, tampak tak sabar untuk menyambut keluarga besar Caturangga yang datang dari negri sakura. Beberapa anggota keluarga Laksana lainnya juga berdiri di belakang mereka, menanti dengan penuh rasa hormat.

Mobil keluarga Caturangga berhenti tepat di depan gerbang. Pintu mobil terbuka, dan keluarlah Kepala Keluarga, Pak Izaac Caturangga, dengan postur tegas dan senyuman ramah. Di sisinya, Bu Irina Caturangga, mengenakan gaun sederhana namun anggun, tampak memancarkan aura keibuan yang lembut. Mereka adalah orang tua dari Mas Randika dan Mbak Radinka.

Di belakang mereka, keluarlah kakak tertua keluarga, Nika, bersama suaminya, Devries. Keduanya tampak menggandeng tangan kedua anak mereka, Jexx dan Alyona, yang ceria dan penuh rasa ingin tahu, memandang sekeliling dengan mata berbinar.

Ezra, anak kedua keluarga Caturangga, turun dari mobil berikutnya bersama istrinya, Stefanya, yang tersenyum ramah sambil menggenggam tangan anak mereka, Kyler. Bocah laki-laki yang aktif dan ceria itu langsung melambaikan tangan ke arah kerumunan, seolah-olah menyapa semua orang sekaligus.

Terakhir, keluarlah Hansen, anak ketiga keluarga Caturangga, yang satu tahun lebih tua dari Mas Randika dan Mbak Radinka. Dengan postur tinggi dan percaya diri, ia tampak gagah, sesekali melempar senyum kepada anggota keluarga yang menyambutnya.

"Selamat datang!" seru Mas Randika, membuka kedua tangannya lebar untuk menyambut orang tua dan saudara-saudaranya.

Bu Marmara segera melangkah maju, memeluk Bu Irina erat-erat. "Akhirnya sampai juga! Perjalanan jauh, ya? Bagaimana kabarnya?" tanyanya penuh perhatian.

Pak Harsani menjabat tangan Pak Izaac dengan hangat. "Senang sekali bisa bertemu lagi setelah sekian lama, Paman Izaac."

Nika dan Stefanya bergantian bersalaman Bu Marmara dan Pak Harsani dan yang lain sementara Kyler melompat kegirangan ke pelukan Mas Randika. "Uncle Randika! Aku mau lihat kuda di sini nanti, ya?"

Mas Randika tersenyum lebar dan mengangkat Kyler tinggi-tinggi. "Tentu, Kyler. Kita akan melihat kuda yang paling besar dan menungganginya bersama-sama."

Kyler mengangguk dengan penuh semangat. "Namun, jika aku menjadi koboi, aku perlu seorang pelatih. Siapakah yang dapat menjadi pelatihku, Uncle Randika?"

Mas Randika tertawa dan berkata, "Mungkin Uncle Usada bisa menjadi pelatihmu, Kyler. Dia sangat ahli dalam hal melatih orang, meskipun kadang lebih banyak melatih drama daripada hal lainnya."

Mas Usada, yang hari itu sudah memantapkan hatinya untuk tidak membuat masalah hanya tersenyum sedikit kesal mendengar ucapan Randika yang menyinggungnya.

"Ayo, masuk. Pasti kalian sudah lelah setelah perjalanan jauh," ucap Pak Raynar, yang turut memandu keluarga Caturangga menuju pintu asrama.

Pak Nehan, yang masih dengan gurauan ringan, menoleh dan dengan serius mengatakan, "Oh, satu hal lagi. Selama kalian berada di sini, harap gunakan bahasa Jawa Krama. Ini merupakan aturan baru yang kami terapkan di Bentala Renjana."

Keluarga Caturangga tampak terkejut mendengar hal tersebut, terutama Pak Harsani yang masih sedikit bingung dengan pernyataan Pak Nehan.

"Kurang ajar, Ayah tolong hajar keponakanmu ini. Begitu kita datang dia langsung cari gara-gara" kata Nika kepada Ayahnya Pak Izaac Caturangga.

Jejak Takdir dalam Keheningan: Cinta Abadi Jiwa KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang