Insiden Tragis

7 3 0
                                    

🕊🕊🕊🌹🌹🌹🪞🪞🪞
---------------------------

Sesampainya di yayasan, Nehan segera mencari saudara-saudaranya. Dengan langkah cepat, ia berkeliling, berharap bisa menemukan mereka sebelum terlalu terlambat. Namun, setelah beberapa saat, ia tidak menemukan siapa pun. Nehan kemudian memutuskan untuk mencari jawaban dari Bapak Mandaka dan Ibu Ikari, yang sedang berdiri di dekat pintu masuk utama yayasan.

"Ayah, Ibu, di mana Mas dan adik-adik?" tanya Nehan dengan nada cemas.

Ibu Ikari menoleh dengan senyum lembut, "Mereka sudah pergi ke bandara, Nak. Mereka akan berangkat ke Indonesia bersama Kepala Keluarga Hadinata."

Nehan terkejut mendengar jawabannya. "Jadi mereka sudah pergi? Kenapa aku tidak ikut dengan mereka?" tanyanya, kebingungan.

Bapak Mandaka menjelaskan dengan tenang, "Kamu akan berangkat besok bersama Ibu Hadinata dan Mas Rudian. Mereka membutuhkan waktu untuk mempersiapkan beberapa hal terlebih dahulu, jadi kita memutuskan agar kamu pergi bersama mereka. Tidak usah khawatir, kamu akan segera menyusul."

Nehan mengangguk perlahan, mencoba menerima situasi. Meski ia sedikit kecewa tidak bisa berangkat bersama saudara-saudaranya, ia merasa sedikit lega mengetahui bahwa ia akan segera menyusul mereka. Mas Rudian yang berdiri di sampingnya, meletakkan tangan di bahunya, memberikan dukungan.

"Besok kita akan berangkat, Nehan. Kita akan bertemu dengan yang lain di sana," kata Mas Rudian dengan nada tenang.

Nehan menghela napas dan mengangguk. "Baiklah, aku akan bersiap-siap. " jawabnya, mulai merasa lebih tenang "Aku akan pergi ke kamar untuk menyiapkan perlengkapan yang harus aku bawa besok" Nehan langsung pergi meninggalkan Mas Rudian bersama Bapak Mandaka dan Ibu Ikari.

Ketika Nehan berjalan menuju kamarnya, tiba-tiba langkahnya terhenti. Jantungnya berdetak lebih kencang, dan sebuah perasaan aneh menyeruak di dalam dirinya. Seolah-olah waktu berhenti, di sekelilingnya menjadi hening, dan pemandangan yang tidak diharapkannya mulai terlukis di benaknya.

Di depannya, ia melihat yayasan yang begitu familiar berubah menjadi tempat yang mengerikan. Ruangan yang biasanya dipenuhi dengan tawa anak-anak dan percakapan hangat keluarga, kini dipenuhi dengan kegelapan dan darah. Jasad-jasad tergeletak di lantai, wajah-wajah yang dikenalnya kini tidak lagi bernyawa. Suara yang biasa memanggilnya penuh kasih sayang kini tak lagi terdengar, digantikan oleh hening yang mencekam.

Nehan merasa tubuhnya melemas, seakan tidak mampu lagi berdiri tegak. Ia berusaha untuk memejamkan mata, berharap penglihatan itu hanya ilusi atau mimpi buruk yang akan hilang saat ia membuka matanya kembali. Namun, gambaran itu tetap ada, seolah-olah sedang mengingatkan atau memperingatkannya tentang sesuatu yang belum terjadi.

Panik mulai merayapi hatinya, membuat napasnya terasa sesak. "Apa ini? Apa yang terjadi? Kenapa aku melihat hal ini?" pikirnya dengan ketakutan. Ia tidak bisa memahami apa yang baru saja ia alami, namun perasaan ngeri itu sangat nyata. Nehan tahu bahwa apa yang ia lihat mungkin adalah sesuatu yang belum terjadi, namun bayangan itu terasa begitu dekat, seakan-akan hanya menunggu waktu untuk menjadi kenyataan.

Perasaan cemas, takut, dan tak berdaya bercampur menjadi satu di dalam dirinya. Nehan ingin lari dari penglihatan itu, tapi kakinya seakan tertancap di tempat. Hatinya meronta, ingin berteriak, ingin mencari orang yang bisa memberitahunya bahwa semua itu tidak benar. Namun, di dalam lubuk hatinya, ada sesuatu yang mengatakan bahwa ia harus bersiap. Bahwa apa yang ia lihat adalah peringatan yang tidak boleh diabaikan.

Dengan susah payah, Nehan akhirnya mampu menggerakkan kakinya lagi. Langkahnya berat, seakan-akan beban dunia ada di pundaknya. Ia berjalan ke kamarnya dengan hati yang masih diliputi rasa takut, bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya. Satu hal yang ia tahu pasti sesuatu yang besar dan mengerikan sedang menanti di depan.

Jejak Takdir dalam Keheningan: Cinta Abadi Jiwa KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang