Dua Jiwa yang Enggan Mengaku

3 1 1
                                    

🕊🕊🕊🌹🌹🌹🪞🪞🪞
-----------------

Ketika Paman Aditya dan istrinya yakni Bibi Santi tiba di stand, mereka melihat Mbak Hasana yang tengah sibuk melayani pengunjung. Suara panggilan mereka membuat Mbak Hasana menoleh. "Hasanaaaa," panggil Paman Aditya sambil melambai dari kejauhan.

Mbak Hasana mendengar namanya dipanggil dan menoleh untuk mencari sumber suara. Ternyata, itu adalah Paman Aditya dan Bibi Santi yang baru saja tiba di stand tempat Mbak Hasana sedang membantu.

"Padahal kamu akan bekerja shift malam di rumah makan, tapi kami malah membuatmu membantu kami menjaga stand," kata Bibi Santi dengan rasa tidak enak.

"Hasana, maaf ya, dan terima kasih banyak," tambah Paman Aditya, menyiratkan rasa terima kasih mereka.

"Tidak apa-apa, Bibi Santi, Paman Aditya. Aku justru senang bisa membantu kalian. Karena kalian sudah datang, aku akan berkeliling sebelum berangkat bekerja. Aku mengincar beberapa jenis buku dan ingin mencarinya untuk melihat apakah ada yang menjualnya atau tidak," jawab Mbak Hasana dengan penuh semangat.

Paman Aditya terlihat heran dan berkata, "Wah, Hasana, aku penasaran seperti apa jenis buku yang kamu incar sampai membuatmu begitu antusias."

"Iya, Paman, tunggu saja. Begitu aku menemukan buku itu, aku akan memberitahu Paman Aditya dan Bibi Santi. Oke, aku berangkat sekarang," kata Mbak Hasana sambil bergegas meninggalkan stand.

Mbak Hasana berlari menuju salah satu stand di tengah alun-alun Kota Mitrawangi. Kebetulan saat itu stand tersebut sepi. Sesampainya di sana, penjaga stand menyapa dengan ramah.

"Mbak Hasana," sapa penjaga stand itu dengan senyuman.

"Sepertinya buku kalian terjual cukup banyak ya," kata Mbak Hasana sambil memerhatikan beberapa buku yang tersisa sedikit di depannya.

"Iya, Mbak, itu karena kami menawarkan diskon besar-besaran," jawab Mila, penjaga stand.

"Oh ya, bagaimana dengan buku pesananku?" tanya Mbak Hasana, merasa tidak sabar.

"Mengenai buku yang Mbak pesan, aku sudah memesan buku itu di stand kenalan Pakdhe-ku. Aku akan mengantar Mbak Hasana ke sana," kata Mila.

"Terima kasih banyak... Maaf ya jika aku merepotkan kamu," ujar Mbak Hasana.

"Tidak, Mbak Hasana tidak merepotkan kok. Justru aku merasa senang dimintai tolong Mbak Hasana, karena itu membuat aku punya relasi baru," jawab Mila.

"Baiklah," kata Mbak Hasana.

"Kalau begitu, ayo Mbak Hasana, kita pergi ke tempat stand Pakdhe Wisaka," ajak Mila, dan mereka pun melanjutkan perjalanan menuju stand yang dimaksud.

---

Di sisi lain, di tempat parkir, Pak Nehan duduk di luar mobil pick-up bagian belakang, menikmati somai sambil menunggu Mas Randika yang sering menghilang dan tiba-tiba muncul tanpa diketahui dari mana. Pikiran Pak Nehan masih terfokus pada pertemuan pertamanya dengan Mbak Hasana, yang hatinya dan jiwanya merasa terhubung dengan begitu erat.

"Apakah Hasana sudah mengalami awakening? Jika dia belum memahami hal-hal semacam itu, hubungan ini mungkin akan sulit, apalagi jika Hasana masih terikat dengan karma," pikir Pak Nehan sambil menikmati somainya dengan santai. "Tapi melihat auranya, Hasana memiliki warna aura yang sangat bagus dan stabil. Mungkinkah dia sudah awakening?" lanjutnya dalam hati.

Pak Nehan membuka tutup botol air mineral di depannya, meneguknya, dan memegang dadanya. "Akh, sepertinya aku harus lebih giat meditasi," gumamnya, mencoba mengatur napasnya yang terasa sesak akibat energi twinflame yang begitu mendalam dan kuat.

Jejak Takdir dalam Keheningan: Cinta Abadi Jiwa KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang