Mata yang Berbicara

3 1 0
                                    

🕊🕊🕊🌹🌹🌹🪞🪞🪞
-----------------------

Akhir pekan itu, Kesyaira berencana mengajak Mbak Hasana untuk pergi ke Bentala Renjana, tapi ia tahu jika Mbak Hasana mengetahui tujuan sebenarnya, pasti akan menolak dan memilih untuk bermeditasi di rumah. Jadi, Kesyaira merancang alasan lain.

"Mbak Hasana, ayo temani aku pergi. Ada sesuatu yang ingin aku beli, aku bosan pergi sendirian," kata Kesyaira dengan nada sedikit memohon.

Mbak Hasana, yang tengah membaca buku, tidak terlalu tertarik. "Bagaimana dengan Adhiranu?" tanyanya, sambil membalik halaman buku yang sedang dibacanya.

"Adhiranu tidak bisa. Dia sedang membantu Mas-nya yang tengah mengerjakan proyek baru," jawab Kesyaira cepat. Ia lalu menambahkan, "Ayo, Mbak, berdiri. Kalau kita tidak cepat, semakin siang maka semakin panas." Kesyaira sedikit memaksa Mbak Hasana yang akhirnya menyerah.

"Baiklah," kata Mbak Hasana, akhirnya bangkit dari tempat duduknya.

Mereka kemudian pergi menuju Kota Mitrawangi dengan menaiki transportasi umum. Setibanya di tempat pemberhentian bus di pertigaan yang mengarah ke Desa Anggrek, Mbak Hasana mulai merasa curiga karena ia belum pernah mendengar desa itu, apalagi mengetahui bahwa Bentala Renjana berada di sana. Namun, Kesyaira tampak santai dan mulai berjalan menuju desa tersebut.

"Kita jalan kaki dari sini," ujar Kesyaira, yang sudah berjalan beberapa langkah di depan.

Mbak Hasana, masih bingung, akhirnya bertanya, "Kesyaira, apa yang ingin kamu beli sebenarnya?"

Kesyaira tersenyum tipis. "Nanti Mbak juga akan tahu," jawabnya penuh misteri.

Saat Mbak Hasana berjalan menyusuri Desa Anggrek, matanya memperhatikan lingkungan sekitar. Ada kedamaian yang melingkupi setiap sudut desa. Rumah-rumah di sana tampak berbeda dari yang ia bayangkan. Alih-alih rumah-rumah tradisional sederhana, desa itu dipenuhi bangunan modern yang tertata rapi dan bersih. Jalanan pun sangat terawat, membuatnya merasa seolah berada di tempat yang jauh dari hiruk pikuk kota.

Udara yang sejuk dan suasana tenang memberikan kenyamanan tersendiri bagi Mbak Hasana. Namun, di tengah-tengah ketenangan itu, ia mulai merasakan sesuatu yang aneh. Jantungnya berdebar semakin cepat, seperti ada sesuatu yang menariknya ke arah tertentu. Ia tidak bisa menjelaskan perasaan itu dengan pasti, tetapi ada kehadiran yang kuat, sebuah koneksi batin yang mengarah pada seseorang-Pak Nehan.

Semakin lama mereka berjalan, semakin kuat perasaan itu. Seolah ada tali tak terlihat yang menghubungkannya dengan Pak Nehan, menariknya dengan lembut namun pasti ke arah yang lebih dalam di desa tersebut. Saat Mbak Hasana melangkah lebih jauh, tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah bangunan besar dan megah di hadapannya. Seketika ia menyadari bahwa Kesyaira telah membawanya ke Bentala Renjana tanpa memberitahunya lebih dulu. Bangunan tersebut terlihat berbeda dari segala yang pernah ia lihat sebelumnya-sebuah perpaduan antara arsitektur modern dan nuansa spiritual yang mendalam.

"Kesyaira, kenapa kamu tidak jujur kepada Mbak bahwa kamu mengajak Mbak ke sini?" tanya Mbak Hasana, berusaha menjaga ketenangannya meski hatinya bergemuruh dengan perasaan yang tak ia mengerti.

Kesyaira sedikit tersenyum, "Mbak Hasana?"

Sebelum bisa menjawab lebih lanjut, mereka mendengar suara dari belakang. Saat mereka menoleh, tampak Mas Randika dan Bu Analeah mendekati mereka dengan langkah penuh semangat.

"Oh, jadi ini yang bernama Mbak Hasana," ujar Bu Analeah dengan wajah cerah, tanpa menunggu waktu ia langsung memegang kedua tangan Mbak Hasana dengan lembut. Ada kehangatan dalam sentuhannya, dan seolah-olah ada sesuatu yang lebih dalam dirasakan Bu Analeah saat berhadapan dengan Mbak Hasana. Aura serta energi positif Mbak Hasana begitu jelas baginya, membuat Bu Analeah merasa tenang dan damai hanya dengan melihatnya. Kesan yang ditimbulkan sangat kuat sehingga membuatnya merasa terikat pada pertemuan ini.

Jejak Takdir dalam Keheningan: Cinta Abadi Jiwa KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang