Kemarahan

1.4K 190 27
                                    

Minho menatap tangan Jisung yang dipenuhi luka merah memanjang. Dia sangat marah dengan apa yang orang-orang itu lakukan terhadap Jisung-nya. Jisung hanya diam, dia tahu kalau Minho sedang marah.

Minho menariknya ke dalam pelukan. Jisung tetap diam menerima perlakuan Minho.

"Kamu pergi duluan ke mobil kakak."

"Enggak."

Jisung menolak, kepalanya menggeleng keras.

"Aku mau disini, kalau aku pergi, kakak juga harus pergi."

Jisung takut, Minho akan melakukan hal yang kejam pada ibu mertuanya atau bahkan pada para pegawainya yang tidak sepenuhnya bersalah.

Minho tidak menjawab, dia mengeratkan pelukannya dan semakin mendekap Jisung. Seakan Jisung tidak boleh melihat ataupun mendengar apa yang akan dia ucapkan.

"Hari ini menjadi hari terakhir kalian bekerja disini. Mulai besok, saya tidak ingin melihat kalian menginjakkan kaki lagi di toko saya."

Pegawai-pegawai itu terkejut, begitu pula dengan Jisung.

"Kak!"

Jisung ingin protes tapi Minho lebih dulu meletakkan jari telunjuknya di bibir Jisung.

Minho memecat mereka hari itu juga. Tidak ada yang protes, walaupun dalam hati mereka pasti tidak setuju.

"Minho! Mereka itu karyawan mama, kamu tidak bisa memecat mereka begitu saja!"

"Bisa. Pemilik butik ini adalah aku, dan aku bisa melakukan apapun, termasuk mengusir mama darisini."

"M-minho..."

Ucapan Minho begitu dingin dan menusuk. Dia begitu menakutkan saat sedang marah seperti ini. Mungkin jika tidak ada Jisung dalam dekapannya saat ini, Minho bisa mengamuk dan menghancurkan toko.

"Aku pernah bilang kan, jangan pernah ikut campur kehidupan rumah tanggaku, dan jangan pernah mengusik Jisung, atau aku akan berhenti menganggap mama sebagai orang tua. Kali ini mama ikut campur dalam kehidupan Sunghoon dan juga berani melukai Jisung. Ini yang terakhir kalinya, cukup sampai disini. Mulai detik ini, mama bukan lagi siapa-siapa."

"M-minho, nak kenapa kamu melakukan ini? Kamu begitu tega pada mama?"

"Dari awal anda itu bukan siapa-siapa. Ayah sekarang sudah meninggal, lalu dengan alasan apa lagi saya harus mempertahankan anda sebagai bagian dari keluarga Lee?"

"Minho, ucapan kamu kejam sekali."

"Anda juga berani melakukan hal kejam pada istri saya."

Mata wanita itu mulai berkaca-kaca, dia ingin menangis karena marah, takut, dan juga malu. Dia dipermalukan di hadapan para pegawainya, dan di hadapan Jisung, orang yang dibencinya.

"Mulai besok, anda bukan lagi manajer di butik ini, semua hal yang berkaitan dengan butik ini saya langsung yang akan mengelolanya. Dan kalian karyawan yang masih bertahan, kalian mengerti apa yang saya katakan?"

"Mengerti, tuan Minho."

Setelah mengatakan semua hal yang membuat banyak orang terkejut itu, Minho pergi darisana, bersama Jisung yang tidak pernah dilepaskannya sedari tadi.

Keputusan Minho itu mutlak, tidak dapat diganggu gugat, apalagi jika kalian sudah mencari masalah dengan Jisung, Minho tidak akan tinggal diam. Jika dia bisa, dia akan membuat orang itu hancur karena telah berani menyentuh Jisung-nya.

.

.

.

.

.

Minho membawa Jisung ke sebuah apotek, dia membeli beberapa obat disana, untuk mengobati luka di tangan Jisung. Padahal Jisung bersikeras mengatakan kalau itu hanya luka kecil dan Jisung bisa menahan sakitnya, tapi Minho tetaplah Minho, dia tidak akan membiarkan Jisung kesakitan sedikitpun.

"Jadi?"

"Hm?"

"Jadi apa yang buat kamu datang ke butik sendirian? Kamu tahu kan kalau itu berbahaya."

Jisung menarik tangannya dari genggaman Minho. Dia membuang wajahnya agar dilihat oleh Minho.

"Mama itu bukan orang jahat, kak."

"Kalau dia bukan orang jahat, dia gak bakal ngelakuin hal kaya gini sama kamu, Jisung."

Jisung terdiam. Dia tidak pernah berpikir kalau ibu mertuanya akan melakukan hal yang menyerang fisiknya, selama ini dia menyakiti Jisung hanya lewat ucapannya yang kejam.

"Kamu gak punya apa-apa lagi yang mama inginkan, dia dulu bersikap baik sama kamu karena kamu mengandung Sunghoon. Ingat kan setelah Sunghoon lahir, sifatnya kembali seperti semula. Hanya karena ada kakak yang selalu bersama kamu, dia gak berani untuk lebih menyakiti kamu."

"Iya, maaf, aku salah."

"Enggak, sayang. Kamu gak harus minta maaf, kakak tahu ada alasannya kamu melakukan ini kan?"

Jisung mengangguk pelan.

"Sunghoon." Ucapnya dengan suara yang nyaris tidak terdengar.

"Sunghoon? Ada apa sama Sunghoon?"

"A-aku semalam dengar percakapan kakak sama Sunghoon."

"Astagaㅡ"

"Aku... aku merasa bersalah. Sunghoon terpaksa ikuti kemauan mama karena aku kan?"

"Ji... kamu gak harus lakukan ini demi Sunghoon, ini biar jadi urusan kakak, sayang."

"Tapi aku juga orang tua nya, dan Sunghoon juga melakukan itu demi aku. Aku gak mungkin diam aja kak."

"Oke, oke. Kakak paham. Tapi lain kali kamu gak boleh kaya gini, kamu harus cerita sama kakak. Kakak cuma gak mau kamu sampai terluka."

"Iya, aku minta maaf. Maaf aku selalu repotin kakak dan Sunghoon terus."

"Ji, gak ada yang merasa direpotkan. Kakak sayang kamu, kakak bakal lakukan apapun itu untuk lindungi kamu. Sunghoon juga sama."

"Aku..."

"Hm?"

"Aku sayang kakak, maaf udah buat kakak khawatir."

"Udah ya, gak perlu minta maaf lagi."

Minho mencubit kedua pipi Jisung, niatnya ingin membuat Jisung kembali tersenyum. Tapi Jisung malah tambah manyun dan matanya berkaca-kaca seperti akan menangis.

"Hey, hey, kok nangis?"

"Mau peluk..."

"Iya nanti di rumah peluk sepuasnya, sekarang masih di mobil, susah."

"Gak mau, mau nya sekarang!"

Oh, Minho tidak bisa menolak kalau Jisung sudah berada di tingkat super menggemaskan yang menunjukkan sisi manjanya.

"Oke."

Dan mereka berdua berakhir pindah ke kursi penumpang hanya untuk menghabiskan waktu sambil berpelukan di parkiran apotek. Bagu Minho itu tidak masalah, setidaknya itu membuat Jisung lebih tenang.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Next chapter kita pindah cerita ke sunghoon dulu bentar yaa..

Lee Family Series (Minsung with Sunghoon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang