Chapter 46 : Rumor Atau Fakta?

4 3 14
                                    

Yang lebih mengerikan dari sebuah fakta adalah rumor. Fakta bisa berlandaskan dengan bukti yang ada. Sedangkan rumor? Bisa saja hanya berlandaskan berita dari mulut ke mulut, yang belum bisa dipastikan kebenarannya. Hantu memang menakutkan, tetapi manusia lebih menakutkan.

●●●

Pagi hari pun tiba, Azkia sudah siap dengan memakai seragam sekolahnya. Ia berjalan keluar dari kamar sambil menenteng tas sekolahnya. Dirinya menuju ke dapur karena ingin membantu membuat sarapan. "Pagi Bi," sapa Azkia kepada Bi Yana yang sedang memasak nasi goreng.

"Eh pagi non, udah cantik aja pagi-pagi," Bi Yana menoleh sebentar untuk melihat Azkia.

"Hehe si Bibi bisa aja. Oh ya, ada yang bisa Azkia bantu nggak, Bi?"

"Gak ada non, ini juga udah mau selesai kok," Bibi meletakkan nasi goreng itu ke piring satu persatu. "Non minumnya mau apa?" Tanya Bi Yana lagi yang sedang membuat teh manis dan susu.

"Air putih aja, Bi."

"Masa iya air putih aja non? Bibi bikinin teh manis ya kalau gitu."

"Yaudah gimana Bibi aja, Kia gak mau ngerepotin."

Bibi mengibaskan tangannya. "Gapapa non. Kan memang sudah jadi pekerjaan Bibi."

Azkia hanya tersenyum dan ia duduk di kursi depan meja counter dapur. "Bibi kerja di sini udah lama, Bi?"

Bi Yana mengangguk. "Iya non. Dari waktu den Evan masih kecil, Bibi sudah kerja di sini."

"Berarti udah lama juga ya," Azkia mengangguk-anggukan kepalanya. Tak lama, Nevan datang dengan muka bantal. Lalu duduk di bangku sebelah Azkia. Kepalanya ia letakkan di atas meja sambil menghadap Azkia.

"Bukannya siap-siap sana," tegur Azkia.

Mata lelaki itu masih terpejam. "Nanti dulu, ngantuk tahu," ucapnya dengan pelan.

"Begadang main game?" Tanya Azkia to the point. Dan Nevan hanya menggumam.

Bibi datang membawa sepiring nasi dan teh manis. "Ini non, sarapan dulu."

"Makasih ya, Bi," Azkia tersenyum lalu meminum teh manis itu. Sedangkan, Nevan belum beranjak dari tempatnya. 5 menit berlalu, barulah lelaki itu melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi.

Beberapa menit kemudian, Azkia sudah menyelesaikan sarapannya dan sedang meminum teh. Nevan sudah rapih dengan seragamnya dan langsung saja menyantap sarapannya. "Bunda ke mana, Bi?" Tanya Nevan saat dirinya tidak melihat sosok sang Bunda.

"Sepertinya nyonya lagi pergi ke luar, den."

Selanjutnya hanya anggukan kepala dari respon Nevan. Azkia memperhatikan rambut lelaki itu yang terlihat sedikit berantakan. "Rambutmu itu loh, berantakan banget. Nggak dirapihin dulu, Van?"

Terlihat ia mengedikkan bahunya. "Biar, keluarganya juga sama berantakannya."

Hanya helaan napaslah yang terdengar dari Azkia. Jari jemarinya bergerak untuk merapikan rambut yang sedikit menghalangi pandangan lelaki itu. Nevan hanya diam sambil mengunyah sarapannya. Pandangannya sibuk menatap kekasih dihadapannya itu.

Dirasa sudah rapi, Azkia menghentikan kegiatannya. "Nah, gini kan rapih. Jadi enak dilihatnya tahu!"

Dirinya tertawa. "Kamu diem di sini aja tiap hari, biar ada yang ngerapihin rambut Evan."

Satu cubitan mendarat di pinggang lelaki itu. "Matamu! Rapihin aja sendiri sana rambutnya!"

Bi Yana hanya terkekeh melihat perdebatan dua sejoli itu. Bibi terlihat senang melihat Nevan yang bisa tertawa lepas bersama Azkia. Karena, ia tahu bahwa anak majikannya itu tipe orang yang jarang sekali tertawa ketika di rumah. Namun, sekarang semuanya berbeda ketika ada Azkia.

The UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang