Chapter 4 : Rumah Karina

24 10 2
                                    


Kalian adalah sahabat terbaikku, ku harap kita akan selalu bersahabat seperti ini dan tidak akan saling melupakan.

•••

Langit sangat cerah hari ini, Suasana kelas masih tenang saat pagi baru saja di mulai. Cahaya matahari yang masuk melalui jendela memberikan sentuhan hangat di dinding-dinding berwarna pudar. Beberapa meja masih kosong, hanya dihuni buku-buku yang tersusun rapi, menunggu pemiliknya.  Di sudut ruangan, terdengar suara pelan dari kipas angin yang berputar, memecah keheningan.

Siswa/siswi mulai memasuki kelas. Wajah mereka tampak masih mengantuk, namun semangat untuk memulai hari perlahan mengisi ruang. Lonceng bel sekolah berbunyi, menandakan bahwa hari baru di kelas ini siap dimulai. Setelah bel istirahat berbunyi, ketiganya keluar kelas dan menuju kantin. Suasana riuh dengan teman-teman yang lain, ada yang ngobrol, ada yang makan, ada yang cuma duduk santai.

Karina yang biasanya lebih suka duduk sendirian, hal ini lebih memilih duduk di sebelah Azkia dan juga Nesya. "gue udah mulai bosen, deh, sama ekskul. Mau keluar aja kayaknya gue," Karina tiba-tiba memulai obrolan ringan.

"Serius lo, Na? Tapi lo kan udah setahun di situ, kenapa tiba-tiba mau keluar?" tanya Nesya sambil menggigit sendok.

Azkia ikut menimpali, "iya, Na. Kan udah deket sama temen-temen di sana. Masa mau keluar gitu aja?"

Karina menyandarkan tubuhnya di bahu Azkia, Karena posisinya saat ini bersebelahan dengan Azkia yang kini berada di antara Karina dan Nesya. Matanya menatap kosong ke arah depan. "Gue juga nggak tau kenapa, rasanya males aja. Cuman ngerasa gak ada yang bisa gue kejar lagi di sana."

Nesya merasa menemukan arti tersirat di dalam ucapan Karina tadi. "Crush lo jadian sama anak ekskul yang satu ekskul sama lo ya?"

Tidak ada jawaban dari Karina. Mata Azkia dan Nesya saling pandang. Sekejap Azkia mencoba berpikir perkataan apa yang akab ia berikan. "Menurut gue, kalau emang lo ngerasa gitu, lo pilih aja mana yang lebih baik buat lo. Gue sama Nesya kan cuman bisa nilai dari luarnya aja, sedangkan yang jalanin itu kan diri lo. Maka dari itu, keputusannya balik lagi ke diri lo sendiri, Na."

Karina menegakkan kepalanya lagi dan mulai memakan makanan yang ia beli tadi. "Iya gue tau, Kayaknya emang mau keluar aja sih gue. Udah males banget juga gue di sana."

Tidak ada sahutan apapun lagi dari Azkia dan juga Nesya. Obrolan mereka berlanjut dengan topik tentang kegiatan sekolah dan juga hal-hal yang telah mereka lalui di masa kelas X. Tak terasa bel masuk istirahat pun sudah berbunyi, mereka bertiga langsung bergegas menuju ke kelas lagi. Saat pulang sekolah tiba, Azkia tiba-tiba terpikirkan seasuatu. "Eh, gimana kalau kita ngerjain rangkuman di rumah Karina aja? Boleh gak, Na?" mata Azkia melirik ke arah Karina.

"Boleh kok, boleh banget malah."

Akhirnya mereka menuju ke rumah Karina dengan naik angkot. Setelah sampai di rumahnya, Karina mempersilakan mereka untuk masuk. "Kalian duluan ke kamar gue aja ya, kamarnya ada di lantai atas. Yang pintunya ada tulisan karafis room."

Anggukan diberikan oleh Azkia dan Nesya. Mereka berdua mempersiapkan alat tulis dan juga buku paket. Karina datang dengan tangan yang penuh makanan serta minuman. "Makanan dan minuman datang~."

"Wah thanks, Na," Nesya menyambar minuman yang Karina bawa. "Gue minum ya, haus banget."

Karina ikut duduk di karpet yang terbentang di sana. "Silahkan, gausah bilang dulu," kekehan terdengar dari Karina.

Suasana di kamar menjadi tenang sejenak. Butuh waktu 30 menit untuk mereka merangkum. Yang selesai paling akhir adalah Nesya. Di tengah suasana itu, Karina yang sedang diam tiba-tiba menatap sahabatnya. "Gue mau bilang satu hal deh," celetuk Karina.

Hanya Azkia yang menoleh saat karina mengatakan hal itu. Mendapatkan reaksi dari Azkia, langsung saja Karina mengutarakan apa yang akan diucapkannya tadi. "Kalau udah lulus nanti, jangan lupain gue ya. Pokoknya kita harus bareng-bareng terus, jangan pernah saling meninggalkan, ya?" pinta Karina.

Seulas senyum terbit di wajah Azkia. Ada rasa terkejut saat Karina mengatakan hal itu. Karena, maksudnya mereka baru berteman, tetapi Karina sudah terlihat seperti takut akan kehilangan. "Kenapa lo ngomong gitu, Na?" sahut Nesya yang sudah selesai menulis rangkuman.

Karina menghela napas berat, matanya sedikit berkaca-kaca. "Gue takut—nanti pas lullus, kalian pada sibuk hidup masing-masing dan gue ditinggal gitu aja."

"Iya, kita pasti tetep bareng. Nggak peduli nanti hidup kita bakal kayak gimana," tambah Azkia sambil tersenyum. "Lo nggak usah takut."

Sebuah senyuman lega terbit di wajah Karina, meskipun masih ada kekhawatiran di matanya. "Makasih guys, lo semua berarti banget buat gue."

"Just like you, of course you also mean the same to us," satu pelukan hangat diberikan oleh Azkia.

Melihat itu, Nesya ikut bergabung untuk berpelukan. Setelah selesai berpelukan, Azkia melihat jam yang melingkar di tangannya. "Udah sore nih, gue pulang dulu ya, Na," katanya sambil bersiap memakai tas.

"Iya nih, gue juga pulang ya," Nesya ikut bersiap-siap juga.

Karina beranjak dari duduknya. "Ayo gue anter ke depan, sekalian pamit dulu gak sama nyokap gue?"

Mereka berdua tentu saja mengangguk. Karina hendak menuju ke dapur, namun ia mengurungkan niatnya saat melihat Mamanya yang baru saja keluar dari kamar. "Ma, ini Nesya sama Azkia mau pamit pulang nih," Karina menunjuk kedua sahabatnya.

Azkia dan Nesya menyalami tangan Lia. "Kita pulang dulu ya, Tante," ujar mereka secara bersamaan.

"Eh iya, hati-hati ya. Bukannya nginep aja nih kalian," Lia tersenyum sangat ramah.

Azkia tertawa pelan. "Iya, Tan. Lain kali aja hehe."

"Tenang aja, Tante. Nanti kita balik lagi kok ke sini, nginep seminggu deh kalau boleh," canda Nesya.

Lia dibuat tertawa oleh candaan Nesya. "Boleh-boleh, atau mau sekalian jadi anak angkat Tante Lia aja nih?"

Nesya menjentikkan jarinya. "Boleh banget tuh, Tan. Asal gak nyesel aja nih udah ngejadiin Nesya anak angkat," katanya diakhiri dengan tawa.

Mereka semua ikut tertawa. Karina ikut menyahut. "Jangan ah, Ma. Punya adek satu itu si Lemuel aja udah ngeselin."

Tangan Lia mengusap kepala anaknya. Azkia dan Nesya bersiap pamit. "Kita pulang ya, Tan."

"Hati-hati ya kalian, nanti kalau udah sampai rumah kabarin Karina."

"Siap, Tante."

Karina mengantar Azkia dan Nesya ke pintu depan. Selanjutnya mereka berdua pulang naik ojek. Di tengah perjalanan, Azkia termenung sebentar. Mengingat permintaan Karina tadi—ia tahu bahwa persahabatan ini akan selalu ada, meskipun masa depan mereka akan berubah seiring berjalannya waktu.

●●●

The UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang