Saat ini Rakha beserta teman temannya sedang berada di dalam ruangan Adara.
Saat Adara pingsan tadi, mereka dengan sigap membawa Adara kedalam rumah sakit, dan keadaan nya sudah membaik, Adara hanya syok mendengar berita mengejutkan dari suster, ia benar benar tidak menyangka, sahabat yang selalu bersama dengan mereka merahasiakan hal sebesar ini.
Saat ini hanya ada keheningan tak ada yang memulai obrolan, mereka hanya diam termenung, Abi yang biasanya bertingkah pun ikut diam begitupun dengan Irsyad dan Gibran.
Adara dan vio hanya diam menunduk, berbagai pertanyaan dan rasa bersalah muncul dalam pikiran mereka.
Merasa bersalah karena tidak terlalu memperhatikan pipit, padahal wajah Pipit selalu pucat namun mereka hanya menganggap hal itu biasa saja, karena pada dasarnya Pipit memang tak menyukai make up.
Tiga puluh menit berlalu, mereka masih diam menunduk, benar benar sunyi, entah apa yang mereka pikirkan, hingga suara ketukan dari luar menyadarkan mereka dari keheningan.
Tok... tok.. tok....
Dengan kompak mereka menoleh ke arah pintu.
Ceklek....
Pintu terbuka memperlihatkan seorang gadis cantik yang tengah memakai baju pasien rumah sakit, dengan infus ditangannya.
Gadis itu tersenyum ke arah mereka, senyum yang begitu manis, meskipun bibirnya pucat tapi hal itu tak mengurangi kecantikannya.
"Hii...". Sapanya.
Hanya ada keheningan, mereka hanya menatap gadis itu dengan tatapan berkaca kaca.
"Kok gue dikacangin sih". Ucap gadis itu kesal, karena tak mendapat respon dari mereka.
"Kok diem?". Tanya nya lagi.
"Jangan kek gini dong, gue jadi gugup tau, napa sih lu pada diem" tambah gadis itu, ia benar benar tak menyukai suasana ini.
"Lo kok jahat sih Pit?". Setelah sekian lama, akhirnya Adara buka suara.
Pipit yang mendengar itu hanya bisa tersenyum kecut.
"Gue emang jahat Ra, kalau lo tahu gue jahat kenapa masih mau temanan sama gue Ra? ". Timpal Pipit.
"Kenapa lo harus ngerahasiain hal sebesar ini dari kita Pit? Lo anggap kita sebagai sahabat lo apa engga sih? Lo udah gue anggap keluarga gue sendiri Pipit, gue sayang sama lo sebagai Pipit sekaligus sahabat gue, tapi kenapa lo ga pernah terbuka ke kita?". Ucap Adara dengan air mata yang terus menetes membasahi pipi nya, lagi lagi Pipit hanya tersenyum.
"Sebelumnya gue berterimakasih banget sama kalian, gue ga nyangka seberharga itu gue buat kalian, gue gamau ngomong ke kalian karena gue gamau jadi beban buat kalian, cukup gue aja yang ngerasain sakit ini". Timpalnya, tanpa Pipit sadari darah mengalir dari atas hidungnya membuat mereka langsung panik.
"Pipit...."
Brak....
Pipit langsung jatuh pingsan, untungnya Rakha dengan sigap menangkap Pipit.
"Hiks... dokter.... panggil dokter hikss...". Pecah sudah tangisan Adara begitu pun dengan mala dan vio.
Gibran yang melihat itu langsung memencet tombol darurat.
Rakha dengan sigap mengangkat Pipit ke atas brankar dengan mala yang terus saja menggenggam tangan dingin Pipit.
Beberapa saat kemudian dokter yang sudah tiba diruangan, langsung memeriksa keadaan Popi.
Tampak Adara dan Vio tengah berpelukan, mereka benar benar tak tega melihat sahabatnya terbaring tak berdaya.
"Ra... gue saranin telfon nyokap bokap Pipit ". Ucap Gibran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raden Rakha Dhaneswara // TAMAT (REVISI)
Teen Fictiondipertemukan secara tidak sengaja di koridor sekolah. "Aduhhh" ringisnya saat jatuh di lantai. Rakha hanya memandang gadis itu menampilkan raut wajah tanpa ekspresi. "Kalau jalan liat liat dong, buta lo?" Teriak gadis itu di depan Rakha. Rakha yang...