36. Melempar bom

48.2K 6.2K 848
                                    

Ayo support author dengan cara vote dan komen 📍

Absen yang nunggu notif si bayikkkkkk 👉

Happy reading

----

Waktu menunjukkan pukul dua dini hari. Sekelompok pemuda dengan pakaian serba hitam tampak berdiri di dekat danau, sebuah tempat yang berada tepat di belakang gedung Gallery seni.

Cillian Christopher memiliki ruangan bawah tanah khusus untuk membuat seluruh karyawan seni nya, termasuk sebuah sel tahanan untuk para korban kegilaan nya. Itu berada di bawah gedung.

"Kakak."suara balita mungil terdengar di keheningan malam itu.

Para pemuda itu menengok ke sumber suara, tepat nya di balik punggung sang ketua.

"Luby benal di sini?"wajah menggemaskan itu tampak protes tidak setuju.

Beberapa dari mereka tertawa, sedangkan Jendra mengangguk singkat. "Ya, kau aman di situ."

Ruby mendengus, ia menenggelamkan tubuh bulat nya ke dalam ransel.

Benar, Ruby di masukkan ke dalam ransel oleh Kakak laknat nya! Awas saja, jika sudah besar Ruby benar-benar akan menendang bokong Jendra. Hmpt!

Cael terkekeh geli melihat kelakuan adik dari sahabat nya. "Malam ini kau benar-benar akan menyaksikan kebengisan Kakak mu Ruby."ujar nya.

Ruby meraup wajah nya. Ia sedikit gugup, dia akan di ikut Jendra ke dalam dunia gelap nya.

Apakah wajar untuk balita seperti nya?

Tapi wajar saja sih, dia sekarang adalah anak ketua mafia yang paling di takuti oleh ratusan organisasi.

Sangat wajar karna di belakang namanya tersemat marga Lizeros.

Ini bukan lah hal sulit.

Oke, Ruby pasti bisa. "Hap."ia memasukan empeng ke dalam mulut nya.

Semua nya akan aman terkendali jika ada empeng yang menemani. Ekhm.

Balita itu mengangkat jari jempol nya yang gemuk. Jari itu muncul dari balik ransel"Oke siap!"seru balita itu semangat.

Kekehan berat Jendra bergema. Remaja jangkung itu lantas melangkah maju ke depan di ikuti oleh ke tiga teman nya.

Di sisi lain. Cillian tampak tengah fokus mengukir goresan tinta di atas kanvas. Di samping nya ada seorang wanita yang tengah duduk terikat dengan mulut tersumpal oleh sebuah kain.

Sebuah tetesan darah mengucur di bawah sana. Cillian tampak menggeser sebuah ember agar menampung darah tersebut.

Pria itu kembali mengambil sebuah pisau kecil, ia melirik perempuan yang menangis dalam diam. Kepala sang korban tampak menggeleng kasar saat pria di depan nya bangkit.

Cillian menjilat bibir nya, ia menuntun pisau kecil itu ke lengan sang korban dan menyayat nya.

Jeritan korban teredam. Semua tubuh nya penuh luka akibat kegilaan Cillian. Darah kembali merembes keluar.

"Ah, segini cukup."gumam nya seraya melirik ember yang nyaris penuh.

Darah itu akan ia gunakan untuk mencampur tinta dan cat air yang ia gunakan untuk melukis.

Sang korban jatuh pingsan karena kehabisan darah. Cillian yang melihat itu lantas menyeretnya kembali ke dalam sebuah sel.

Beberapa korban yang ada di dalam reflek menjauh saat sosok Cillian terlihat.

RUBY ANDROMEDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang