Haiiyyy, belum telat kan? Hehe..
Sebelum baca part ini, kusaranin kalian baca chapter unplanned plan (1) dulu deh. Soalnya detail di part ini nyambung ke sana.. Hehe
Gak perlu baca semua, cukup di bagian Agatha yang lagi berpikir sendiri aja, wkwkwkk
Okedeh, Happy baca yaaa
****
Matahari telah menggantung rendah di langit barat, bersiap kembali ke peraduan bersama pesona adiwarna yang ia tampakkan di cakrawala sebelum benar-benar menghilang.
Pancawarna yang terlukis di lingkung langit, seperti tengah berbisik lembut mengatakan bahwa ia akan kembali dengan warna yang lebih memukau dari hari ini.
"Jadi, tunggulah aku." Bisikan itu seolah-olah disampaikan oleh langit senja di ujung sana. Ia memberi harapan pada mereka yang ingin kembali tersihir oleh pesonanya. Pada mereka yang benar-benar menantikan hari esok yang lebih baik.
Seperti Agatha yang juga menantikan hari ketika ia akan kembali ke dunianya, dan membatin pada diri sendiri bahwa kini semua sudah baik-baik saja. Ia sangat menunggu hari itu, sebagaimana ia yang kini menanti tebusan janji seseorang yang mengatakan akan menyusulnya. Bahwa ia akan menyelamatkannya, seperti saat kali pertama pria itu melindunginya dari orang-orang yang ingin menangkapnya.
Tidak, ia tidak kecewa karena Abercio tidak menepati janjinya. Hanya saja.. Ia ingin tahu apakah pria itu baik-baik saja. Apakah sesuatu yang buruk terjadi dan membuat ia tidak bisa datang? Ya Tuhan, semoga saja tidak.
Jika memungkinkan, Agatha ingin mengatakan kalau ia sudah aman sekarang. Ada Quentin yang menyelamatkan dan bahkan merawat luka-lukanya. Jadi, ia tidak perlu merasa bersalah karena tidak sempat menebus janjinya. Walau sebenarnya di sudut hati, Agatha masih menunggu kedatangan Abercio, yang muncul dengan senyum jenakanya yang sering kali membuat Agatha kesal, lalu berkata, "Hoy nona Koala, kau baik-baik saja? Aku sangat terlambat, ya?"
Dan Agatha yang melihat lelaki itu dalam kondisi sehat dan tidak terluka, akan mengembuskan napas lega sebelum menjawab, "Hm, sangat."
"Kau bergumam lagi."
Agatha menoleh ke sumber suara yang membawanya kembali dari lamunan. Bersandar di ambang pintu dengan tangan yang bersilang di depan dada, Quentin tersenyum tipis menatapnya.
Sudahkah Agatha sebutkan kalau Quentin dengan kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku terlihat sangat ... mengagumkan hingga ia terkadang bisa kesulitan bernapas? Baiklah, Agatha hanya berhiperbola, tetapi sungguh, dengan iris biru azure yang menyorot dalam padanya, bagaimana bisa Agatha tidak terpana sendiri? Terlebih, ia sudah berminggu-minggu tidak melihat lelaki itu. Rindu mungkin akan terlalu dangkal untuk menjelaskan perasaannya saat ini.
Ya Tuhan, kenapa Agatha jadi begitu berlebihan seperti ini? Apa mungkin kehilangan banyak darah akibat luka di kakinya membuat ia tidak bisa berpikir lurus? Ugh, Agatha mungkin perlu meminum obat anti halusinasi atau apapun itu yang bisa membantunya kembali berpikir jernih.
Kendalikan dirimu Agatha!
Tersenyum balik setelah mengusir pikiran absurdnya jauh-jauh, Agatha membalas, "Hm, aku melakukannya lagi, ya.."
"Yup! Sejak pertama kali bertemu pun kau sering kali bergumam, terbawa oleh pikiranmu sendiri." Pria itu membawa langkahnya ke arah Agatha, mengambil duduk di tepi ranjang yang tidak terlalu empuk.
"Terkadang aku bertanya-tanya, apa yang kepala kecilmu ini pikirkan, hm?" tanyanya sembari mengetuk pelan kening Agatha dengan buku jari telunjuknya.
"Yah, hanya ini dan itu." Agatha terkekeh kecil sebelum membawa tangan Quentin yang baru saja hinggap di keningnya, ke dalam tautan jemarinya. Ia hanya ingin menggenggamnya sebentar, meyakinkan pada diri sendiri kalau Quentin memang benar-benar ada di sisinya saat ini. Merawatnya, dan memastikan ia baik-baik saja dengan cara apapun.

KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Take Me Home!
FantasyAgatha adalah seorang gadis 21 tahun yang baru saja menyelesaikan studinya di sebuah Universitas ternama sebagai lulusan terbaik. Namun, menjadi lulusan terbaik dengan IPK sempurna nyatanya tak dapat membuat hidupnya yang adalah seorang yatim piatu...