[ O N G O I N G ]
(Book ke-empat)
Jennie elleora, tak menyangka, bahwa kehidupannya akan berubah drastis setelah menerima novel pemberian nenek tua yang sempat ia tolong di cafe tempatnya bekerja
Kehidupannya yang sederhana, berubah dalam satu mal...
☁ HAPPY READING ☁ ✨Jangan lupa buat tinggalin jejak✨
🔹☁🔹
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🔹☁🔹
|Gelap malam kembali menyelimuti kota, menggantikan hiruk pikuk mereka yang telah bekerja keras sepanjang hari. Bagi sebagian orang, malam adalah waktu untuk beristirahat, melepaskan penat, memeluk keheningan. Tapi tidak bagi gadis berkacamata bulat ini Julukan workaholic memang pantas tersemat untuknya. Saat semua karyawan sudah pulang ke rumah masing-masing, Jennie masih larut dalam tumpukan berkas dan cahaya biru layar komputer pribadinya Meski matanya menatap monitor, pikirannya melayang jauh—tak berada di tempat. Sudah seminggu berlalu sejak kejadian di bar malam itu, namun semuanya masih berputar di kepalanya seperti film yang tak henti diputar ulang Aroma maskulin parfum pria itu. Suara berat yang terdengar merdu. Dan—yang paling membekas—bagaimana cara bibirnya menyentuh bibir Jennie ciuman “Sial...” gumam Jennie sambil meraba bibirnya yang kini terasa kering. Apa aku sudah gila? Atau ini efek jomblo kronis kayak kata Naya? Ia yakin itu adalah pertamanya. Tak ada yang lain sebelumnya. Mungkin karena itulah dadanya terasa berdebar tiap kali bayangan itu muncul Dan semalam—Jennie memimpikan pria itu lagi Mereka duduk di dalam mobil, dia mengenakan seragam sekolah, sementara pria itu memakai setelan kerja. Dan mereka... Berciuman Iya, BERCIUMAN! Jennie menggeleng keras. Apa-apaan mimpi itu! Tapi yang paling mengganggu—semuanya terasa begitu nyata. Sampai pipinya ikut memerah hanya dengan mengingatnya Dasar bodoh, Jennie. Sudah seperti remaja yang baru pertama kali jatuh cinta Tok tok Suara ketukan pintu menyadarkan Jennie dari lamunannya. Ia menghela nafas panjang ketika melihat seorang pria muncul dari balik pintu "Sudah waktunya pulang, Bu," sapa pria itu dengan senyum tenang Jennie memutar bola matanya. "Bukankah aku sudah menyuruhmu pulang duluan?" Tentu saja pria itu tak pernah pulang sebelum dirinya pulang. Bahkan ketika Jennie memaksa, pria itu akan tetap duduk tenang di sofa ruangannya sampai ia menyerah. Jika saja bukan karena permintaan neneknya—mungkin Jennie sudah memecat pria keras kepala ini Aldiksa Bumi Pradipta Kakak tirinya. Sekaligus... asisten pribadinya Dia adalah satu dari dua asisten yang Jennie miliki. Terlihat berlebihan memang, tapi itu adalah syarat dari sang nenek agar cucunya tak kelelahan karena terlalu gila kerja. Nenek Anna tahu betul cucunya bisa lupa waktu kalau sudah tenggelam dalam pekerjaan “Ibu belum pulang, maka saya juga belum,” jawab Bumi tetap dengan nada sabar “Ck. Jangan panggil aku ‘Ibu’. Aku bukan ibumu,” ujar Jennie ketus sambil mulai merapikan berkas-berkas Bumi mendekat dengan senyum usil. “Lalu, haruskah aku memanggilmu ‘Adik’?” Ia membantu merapikan meja, mengambil setumpuk dokumen dari tangan Jennie, lalu menyimpannya ke dalam laci “Aku bukan adikmu!” dengus Jennie “Kita satu ayah, walau beda ibu. Mau tak mau, kamu tetap adikku,” sahut Bumi tenang “Aku tidak punya ayah. Dari dulu sampai sekarang. Jadi jangan pernah mengaku-aku” Jennie melangkah cepat menuju pintu, enggan melanjutkan percakapan menyebalkan itu. Tapi langkahnya terhenti saat mendengar ucapan Bumi “Ayah masuk rumah sakit.” Jennie diam, tangannya menggantung di gagang pintu. “Jantungnya kambuh lagi. Tolong, jenguklah dia sekali saja. Kamu... kamu adalah obat yang sebenarnya dia butuhkan” Jennie menarik napas panjang, lalu berkata tanpa menoleh, “Itu bukan urusanku” Bumi mendekat perlahan “Hilangkan egomu barang sejenak. Dia... menyayangimu. Terlepas dari semua hal, dia mencarimu dan ibumu bertahun-tahun. hingga Mengabaikan kami” Bumi menunduk sejenak. Suaranya mulai bergetar “Kalau kamu pikir kami mendapatkan kasih sayang seorang ayah, kamu salah. Dia hanya memikirkan kamu. Hingga mengabaikan aku dan Dewa. Aku harus kehilangan adik perempuanku saat dia kecil, dan ibuku... mengakhiri hidupnya karena ulahnya.” Ia menarik nafas dalam, menahan gejolak di dadanya. “Tapi aku ini memang bodoh. Masih saja menyayanginya. Padahal dia mengabaikan kami. Dan sekarang aku memohon,padamu untuknya” “Hidup kita porak poranda bukan hanya karena dia. Tapi karena banyak hal. Takdir yang kejam. Tapi bukan cuma kamu yang terluka, Jen. Kami juga.” Ia berdiri di belakang Jennie, lalu dengan lembut menarik bahu gadis itu agar berbalik “Tidak ada yang bahagia di keluarga kita. Tapi... kita masih bisa mencoba memulai sesuatu yang baru. Aku kakakmu. Dan kamu punya satu adik laki-laki lagi. Namanya Jayden Dewa Pradipta” Bumi menatapnya lembut “Kamu tidak sendirian. Aku tidak pernah membencimu. Dewa pun begitu. Bahkan setiap aku pulang kerja, dia selalu bertanya kapan bisa bertemu kakaknya” Bumi tak pernah selemah ini sebelumnya. Tapi malam ini—semua luka di hatinya mengalir keluar. Ia ingin Jennie tahu bahwa dia juga pernah hancur. Tapi dia memilih untuk bertahan Sejak kecil, Bumi hidup dengan fasilitas lengkap, tapi tanpa kasih sayang. Adik perempuannya mati muda, ibunya menghilang. Ayahnya tak pernah hadir secara nyata Tapi saat ia melihat Jennie—tatapan kosong, dingin, dan sendirian—dia tahu gadis itu juga hancur Dan ia ingin menyelamatkannya Meski sulit, Bumi ingin mencoba mempersatukan kembali keluarga mereka yang tercerai-berai Melihat ketulusan itu, hati Jennie yang selama ini beku mulai retak. Ia tahu semua cerita itu. Ia tahu bahwa bukan hanya dirinya yang terluka