-- 10 -- My Hell

21.3K 1.4K 94
                                    

----------

Semakin jauh aku mencoba berlari, maka bayangmu semakin mengikuti. Dekapanmu tak kasat mata, membuatku sedikit saja tak bisa berpaling...

----------

Ia sudah menghilang saat aku keluar dari kamar Khareena. Entah pergi ke mana, yang jelas aku tidak peduli. Aku segera mempersiapkan diriku untuk pergi ke kampus. Hari ini adalah hari pertama aku kuliah. Rasanya aku bahagia sekali, itu artinya aku bisa mengurangi jangka waktu bertemu dengan Leon. Jika perlu selesai kuliah aku tidak akan langsung pulang. Menunggu hingga petang mungkin pilihan yang sangat baik. Jika Leon bertanya padaku, aku bisa dengan santai menjawab aku menghabiskan waktu di perpustakaan karena tugas-tugas yang menumpuk.

Selesai mandi dan mematut diri di depan cermin, aku merasa puas melihat pantulan diriku. Dengan mengenakan celana jeans panjang favoritku yang dipadukan dengan kaus polos putih dan aku tutup dengan lumberjack shirt berwarna hijau. Perpaduan yang sempurna. Aku memang lebih suka berpenampilan kasual.

Kak Kenny sudah menunggu di depan. Sepertinya ia merelakan dirinya untuk menjadi sopir pribadiku. Padahal aku sudah menolak dan bisa saja mengenakan transportasi publik, tetapi Kak Kenny memaksa untuk mengantar jemput aku sehingga aku tidak bisa menolak lagi. Lagipula lumayan juga aku bisa menghemat uangku untuk aku belikan kebutuhan lain.

"Memangnya kakak tidak ada kegiatan? Kerja atau kuliah? Kenapa sepertinya kakak banyak memiliki waktu kosong?" tanyaku saat sudah berada di dalam mobilnya dan kami sudah dalam perjalanan menuju kampus.

"Aku adalah orang yang sangat sibuk, Sugar, tapi sesibuk apa pun aku, aku akan menyisakan waktuku untukmu."

"Memangnya kakak bekerja di mana?" Jujur, aku memang tidak tahu apa pekerjaan Kak Kenny dan dulu dia kuliah jurusan apa.

Kak Kenny tersenyum jenaka. Ia tidak menjawab dan hanya diam. Tetapi tangannya mengambil sebuah kertas kecil yang ada di saku kemejanya, kemudian menyerahkannya ke tanganku. Aku membaca dan seketika tercengang. Itu adalah kartu nama Kak Kenny. Dan betapa terkejutnya aku saat melihat nama yang tertera di sana, Kenny Alessandro, dokter speisalis jantung dan penyakit dalam.

"Oh God! jadi saat ini aku sedang dijemput oleh seorang dokter?"

"Kenapa terkejut, Alanis? Kau tidak percaya bahwa aku adalah seorang dokter?" Kak Kenny masih tertawa. Tawanya sungguh bagaikan melodi surga.

"Sepertinya garis keturunan keluarga kita memang tidak ada yang menurun orang tua kita, Kak. Aku sendiri lebih memilih untuk menjadi psikolog nantinya." Aku ikut tertawa bersama Kak Kenny.

Tidak terasa kami sudah sampai di kampus. Kak Kenny langsung pamit untuk kembali lagi ke rumah sakit. Aku hanya mengangguk sambil melihat Nissan Juke Kak Kenny yang menghilang di ujung jalan. Aku menghirup udara segar sebanyak-banyaknya di kampus yang cukup hijau dan rindang ini. Hari baruku akan dimulai. Dan aku akan melupakan segala kejadian yang menyesakkan dada di rumah itu. Di kampus ini, aku sungguh tidak ingin terkontaminasi dengan hal-hal yang ada di rumah.

Aku masuk di kelas internasional yang kebanyakan adalah berasal dari mahasiswa asing dan menggunakan pengantar bahasa inggris sehingga cukup mudah bagiku untuk menangkap segala materi yang akan di sampaikan. Jujur saja, aku tidak terlalu bisa bahasa Rusia. Ditambah tulisannya yang membuat mataku sakit saat melihatnya.

Mata kuliah pertama adalah sastra Rusia, memang mahasiswa internasional wajib untuk mengikuti mata kuliah ini. Aku memilih duduk di bangku belakang. Sejak dulu aku memang bukan tipe mahasiswa-mahasiswa pintar yang selalu mengambil duduk di depan. Aku lebih nyaman berada di belakang.

Mataku mulai mengobservasi, kelas ini adalah kelas yang cukup kecil dengan hanya sekitar 20 mahasiswa. Ini jauh lebih baik, aku lebih suka dengan kelas yang kecil. Aku sedang membalik-balik jurnal yang ada di tanganku saat mendengar langkah kaki berat yang memasuki ruangan.

Alanis "a forbidden love"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang