-----------
Ketika sang maut akan menenggelamkanmu, maka kau hanya perlu mengingat segala jejak tawa dan bahagia yang tertinggal di bumi...
----------
Detik itu selalu konsisten dengan detaknya. Geraknya tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat. Ia berjalan konstan. Tetapi terkadang persepsi dan situasi yang selalu membuatnya kelihatan cepat atau bahkan lambat.
Dan kali ini, aku merasakan detik berjalan lambat. Ia merangkak perlahan, seakan sengaja memberiku waktu untuk menunaikan apa yang belum aku tunaikan sebelum kepergianku.
Hanya tersisa satu malam.
Apakah aku sedang mempersiapkan kematianku? Tidak, karena aku akan membiarkan itu mengalir sesuai dengan kehendakku. Aku tahu Daddy Yanez berusaha mencari akal agar aku menggagalkan semua rencanaku. Ia menyuruh mata-matanya untuk mengikutiku setiap waktu. Ia menjagaku dari jauh. Takut aku akan melakukan tindakan bodoh sewaktu-waktu. Semuanya, tanpa terkecuali, tidak tahu apa yang sudah aku persiapkan. Mereka tidak tahu kapan aku akan menghentikan denyut nadiku sendiri. Aku hanya perlu menanti kapan mereka lengah.
Spekulasi. Ya, hanya itu yang bisa mereka lakukan. Dan kini mereka melupakan bahwa aku tidak akan pernah mengingkari sumpahku sendiri. Saat Alanis melahirkan dan mengalami koma selama dua minggu, aku sudah mencecap bagaimana rasa kematian itu.
Menyakitkan.
Dukanya terlalu kejam menyiksa dibanding dengan tombak iblis yang bermahkotakan api yang siap meleburkan diriku di dalam neraka.
Saat itu Daddy Yanez berusaha mencari donor jantung dan ia... tidak mendapatkannya. Terlalu sulit untuk mencari jantung yang cocok bagi Alanis. Aku bahkan tidak tahu apakah jantungku cocok untuknya. Selama ia koma, aku melakukan pemeriksaan medis di rumah sakit yang sulit dilacak oleh daddy dan Daddy Yanez. Aku memiliki beberapa kenalan dokter yang membantuku, dan hasilnya... jantung ini akan mampu menggantikan jantung Alanis. Aku yakin Tuhan tidak pernah mengkhianatiku dalam hal ini. Ia merancang takdirnya begitu sempurna untuk perpisahanku dengan Alanis.
Bahagia? Iya.
Sedih? Aku sudah kebal akan rasa itu.
Tidak ada waktu lagi untuk memikirkan bagaimana perasaanku. Yang aku butuhkan hanya kesembuhan Alanis. Dan dengan Alanis mengalami koma maka semakin membulatkan tekadku untuk memberikan jantung ini padanya.
Dan aku... Leonard Caradoc, kembali memainkan peranku dengan baik untuk mengelabuhi semua orang.
Ketika Alanis sadar dari komanya, itu adalah hal paling luar biasa yang bisa aku anggap sebagai hadiah dari Tuhan sebelum kematianku. Lalu... apakah aku akan membatalkan niatku? Tidak. Aku tahu, jantungnya bermasalah. Aku mencuri rekam medis Alanis di apartemen Kenny tanpa sepengetahuan lelaki itu.
Aku tahu Alanis sengaja menyuruh Kenny bungkam soal kondisi kesehatannya kepada kedua orang tuanya dan juga diriku. Tetapi aku tidak mudah ditipu, apalagi oleh Alanis. Aku bahkan merasa aku dan ia memiliki ikatan batin sehingga aku tahu apa saja yang ia sembunyikan dariku.
Aku tahu, Alanis sering mengalami sesak. Aku juga sering memergokinya mengerang kesakitan. Tetapi bukan Alanis namanya jika tidak menyembunyikan itu semua dariku. Selama tiga bulan ini, ia begitu pandai bermain peran. Berpura-pura menjadi perempuan sehat. Apakah ia tidak tahu bahwa hatiku terluka dan aku menangis dalam diamku saat melihat ia meringis kesakitan ketika menyusui Laqueen?
Laqueen... ya, aku menyebut kedua bayi kembarku dengan satu panggilan itu. Karena mereka berasal dari satu rahim yang sama. Mereka adalah satu. Kami adalah empat dalam satu. Satu hati yang akan terikat selama-lamanya meskipun maut telah memisahkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/55906679-288-k906194.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alanis "a forbidden love"
RomanceDi bawah langit Rusia Kita meretas cinta Meleburkan batas ketidakbenaran Mengisi tiap gores kidung kehidupan Hingga takdir menentukan jalannya... Di bawah langit Rusia Aku, Alanis Caradoc... Dan inilah kisah cinta terlarangku... ...