----------
Ketika pilihan pada akhirnya membawaku kepada getir yang menyiksa. Menggapai seseorang yang tak mungkin teraih atau melepaskan seseorang yang sudah menjadi napas hidup.
----------
Napas Alanis teratur menyapu kulit kerongkonganku. Perlahan, aku mencoba membaringkannya di atas bantal dan mengangkat tubuhku sendiri walau aku merasa begitu nyeri. Sebelum ia bangun nanti, aku harus berbicara dengan Daddy Yanez. Karena bagaimanapun juga aku harus menepati janjiku untuk berada disisinya saat ia membuka mata.
Aku turun dari ranjang dan merasakan kakiku seperti mati rasa. Menapak lantai dengan sekali gerakan, berpegang pada besi di sisi ranjang. Susah payah aku harus mencapai pintu. Tanganku berpegang pada dinding atau apa pun yang bisa aku sentuh hingga akhirnya aku mencapai kenop pintu dan memutarnya. Sial, ternyata begini rasanya menjadi lelaki tidak berguna? Tetapi ini adalah imbalan yang paling tepat atas segala kejahatan yang aku lakukan.
Di depan, aku masih melihat Kenny, daddy dan kedua orang tua Alanis yang seperti berbicara dengan raut serius. Entah perdebatan apa yang sedang terjadi, tetapi saat ini aku membutuhkan untuk bicara dengan Daddy Yanez. Daddy yang melihatku keluar segera mendekat dan merangkulku. Ia mengambil kruk yang disandarkan di dinding dan menyerahkannya padaku. Aku berjalan dengan sedikit oleng untuk mendekati Daddy Yanez yang duduk di kursi sambil menekuk sikunya dengan dagu yang diletakkan pada kepalan jemarinya.
"Dad, bolehkah kita bicara sebentar?" suaraku serak seakan hanya aku suarakan di dalam kepala.
Daddy Yanez menatapku lama. Aku kembali dilanda rasa jengah. Sedetik kemudian, ia mengangguk. Ia beranjak dari duduknya, berjalan menuju taman yang ada di dekat ruang rawat. Aku mengikutinya dari belakang dengan langkah sedikit sulit. Daddy Yanez mengambil posisi duduk di kursi taman tepat di bawah pohon yang rindang. Aku duduk disampingnya. Dengan pandangan menerawang, aku menatap lurus ke depan. Tiba-tiba lidahku kembali kelu.
Daddy Yanez mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. Sekotak rokok. Ia mengambilnya dan menghisapnya perlahan. Aku mengerutkan dahi heran. "Sejak kapan daddy merokok?"
"Selalu saat pikiran sedang kacau, Nak." Ia mengambil kotak rokoknya dan menawarkan kepadaku. Aku menggeleng pelan karena memang aku sudah memutuskan untuk tidak merokok lagi.
"Daddy masih marah padaku?" tanyaku dengan nada hati-hati.
Helaan napas panjang terdengar begitu menyesakkan. "Kau tahu betapa selama ini daddy selalu menjaga Alanis, melakukan apa saja demi membuatnya tetap bertahan hidup dari penyakitnya. Dan ketika daddy melihatnya berada di ambang kematian saat kalian ada di Siberia, daddy seolah merasakan hidup daddy diambil paksa. Perjuangan daddy selama 22 tahun selama Alanis hidup seakan dilukai hanya dalam waktu yang singkat."
"Maafkan aku, Dad. Aku tidak tahu riwayat penyakit jantung Alanis. Saat itu yang ada di dalam pikiranku adalah bagaimana aku bisa membuatnya bahagia." Aku menundukkan kepalaku. Meremas-remas jemariku sendiri.
"Meminta maaf itu mudah, Nak. Tetapi untuk melupakan terasa sulit."
"Enam bulan ini aku hidup dalam rasa bersalah. Aku hidup dalam penebusan. Aku menjauh dari Alanis. Aku membatalkan pernikhan kami. Aku tidak lagi muncul di hadapan daddy. Dan—" kalimatku terpotong saat Daddy Yanez memandangku dengan tatap tajamnya.
"Dan apakah saat ini kau akan mengatakan bahwa penebusanmu telah usai? Daddy mencintai kalian dan kalian berdua adalah anak daddy. Anak daddy, Leon." Daddy Yanez menekankan kalimat 'anak daddy' dengan begitu tegas seolah menampar diriku. Aku hanya bungkam dan terus mendengar kalimatnya yang masih menggantung. "Sama seperti Alanis yang juga adalah anak Keanu. Ada darah keluarga Caradoc yang mengalir di dalam diri kalian. Cinta kalian itu salah."
![](https://img.wattpad.com/cover/55906679-288-k906194.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alanis "a forbidden love"
RomanceDi bawah langit Rusia Kita meretas cinta Meleburkan batas ketidakbenaran Mengisi tiap gores kidung kehidupan Hingga takdir menentukan jalannya... Di bawah langit Rusia Aku, Alanis Caradoc... Dan inilah kisah cinta terlarangku... ...