-- 11 -- Body Painting

21.3K 1.3K 118
                                    

Warning!!!

Mature content so be wise readers :)

----------

Kristal bening kini telah terkikis. Bersama dengan duka yang tak kunjung henti. Darah telah menguar, menggantikannya.

----------

"Alanis Caradoc!"

Suara yang sangat aku kenal membuat aku terpecah bersama dengan lamunan panjangku. Aku memutar tubuhku dan melihat mata hazel itu kini tengah menatapku tajam. Mahasiswa club kesenian itu menunduk, merasa takut. Sementara aku tetap berdiri tegak di tempatku sambil menantang matanya.

"Maaf Profesor Leonard," kata mahasiswa club kesenian itu sembari keluar dari ruangan.

Aku diam. Memilih untuk memuta tubuhku kembali menghadap ke lukisannya dibandingkan harus berhadapan dengannya. Sebelah tanganku terangkat untuk mengusap air mata yang entah kapan keluar dari kedua bola mataku.

Aku merasakan cekalan tangan Leon dan ia menarikku begitu saja keluar dari galeri. Aku bisa melihat mata-mata mahasiswa club kesenian yang memandang kami dengan tatapan aneh. Tetapi sepertinya Leon tidak peduli akan hal itu. Ia membawaku ke taman yang ada di kampus, di bawah sebuah pohon beringin yang cukup besar. Dan aku merasa beruntung karena tempat itu sepi.

"Jaga sikapmu saat berada di kampus, Alanis!" sentaknya dengan tidak melepaskan cekalannya.

"Apa yang salah denganku, hah?" tantangku dengan berani. Karena memang aku tidak tahu apa kesalahanku sehingga aku harus menjaga sikapku.

"Kau bukan anggota club kesenian dan tidak sepantasnya kau masuk ke sana!"

Aku mendelikkan mata. "Oh, jadi begitu? Setahuku siapa saja boleh masuk, Leon. Apakah itu hanya aturan yang kau buat sendiri dan hanya berlaku untukku? Baik, aku akan mendaftar jadi anggota club kesenian kalau memang itu syarat untuk masuk kesana!" Aku menarik tanganku dan melihat kedua tanganku di dada sambil sesekali mendengus menumpahkan kekesalanku.

"Aku hanya memperingatkanmu untuk menjaga sikap, Alanis, tidak hanya hari ini, tetapi juga ke depannya. Aku tidak mau mencari masalah denganmu di kampus." Ia berujar datar tetapi nadanya seolah memojokkan aku.

"Begitu? Sebenarnya siapa yang harus menjaga sikap? Bercerminlah Leon, apakah seoorang dosen yang dengan berani mencium perempuan di dalam ruangan itu juga termasuk dalam menjaga sikap?" Aku balas menyindirnya. Tetapi di kepalaku kembali muncul bayangannya bersama wanita ular itu yang membuat aku mual seketika.

"Kau tidak berhak mengatur aku. Dan itu bukan urusanmu," desis Leon ingin kembali mencekal lenganku tetapi aku segera menepisnya dengan kasar.

"Aku kekasihmu, kan? Apakah kekasih tidak pantas mengetahui urusan pasangannya? Hahaha, aku ingat kita hanya bermain. Ah, lupakan saja kata-kata mengenai kekasih barusan." Aku mengibaskan tanganku di depan wajah dan memutar tubuhku untuk menjauh dari Leon.

Berada lama-lama di sini bersama lelaki ini mungkin bisa membuat kepulan asap di kepalaku semakin panas. Aku butuh mendinginkan pikiran. Perpustakaan adalah tempat yang sangat cocok untuk membuat aku lebih tenang. Baru beberapa langkah, lenganku kembali ditarik oleh Leon hingga aku kembali menghadap ke arahnya.

"Sebenarnya apa maumu, Leon? Aku ingin menjalani hariku di kampus dengan baik. Bisakah kau tidak menggangguku? Kalau perlu kita tidak usah saling mengenal saat berada di kampus." tanyaku dengan nada penuh dengan permohonan. Biarlah aku membuatnya besar kepala sedikit, asalkan aku bisa lepas dari cengekeramannya saat ini.

"Ikut aku!" Ia menyeret aku lagi. Tetapi aku mengumpulkan tenaga untuk menolak dan tetap diam di tempatku. Ia semakin kuat menyeretku. Aku justru melangkah ke arah yang berlawanan dengannya.

Alanis "a forbidden love"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang