-- 39 -- Hug Me

10.1K 729 91
                                    


----------

Pada akhirnya, goresan sang takdir menuntun kami pada apa itu yang bernama bahagia.

----------

"Alanis, will you marry me?"

Aku kehilangan aksara yang sudah menari-nari di dalam pikiranku untuk menjawab lamarannya. Rasa haru itu ternyata lebih memenangkan rasa bahagia. Rasa haru yang pada akhirnya menelan tiap kata yang ingin diungkap oleh bibir. Rasa haru yang memompa kelenjar air mata untuk terus bekerja dan menjalankan perannya untuk bisa berhasil menguarkan kristal bening dari dalamnya.

Hanya tangis. Aku menjawab lamaran ini dengan linangan air mata. Tetapi bibirku tak henti-hentinya menyunggingkan senyum kebahagiaan. Tanpa monolog apa-apa lagi, aku tahu hati telah memenangkan momen manis ini. Dan pada akhirnya, hati yang menggerakkan kepalaku untuk mengangguk. Hanya anggukan singkat yang mampu membuat hazel itu berbinar bahagia.

Aku memang pernah membayangkan pernikahan megah bak putri raja di dalam negeri dongeng. Tetapi lamaran ini, nyatanya lebih indah dari apa yang selalu divisualisasikan dalam dongeng dan mencuci otak anak-anak perempuan untuk berimajinasi terlalu berlebihan akan apa yang ada di dalamnya. Dan kehidupan nyata, pada akhirnya lebih indah dibanding dongeng yang imajiner sekalipun.

Leon mencium punggung tanganku dan menarikku ke dalam pelukannya. Mendekapku dalam kehangatan yang semoga abadi ini. Kebekuan di sekeliling kami seolah mencair ketika jarak kami tidak ada lagi. Aku bahkan merasakan panas dalam es yang pada akhirnya selalu melebur ketika tubuh kami bertemu dalam dekapan.

Tanpa monolog, Leon melepaskan dekapannya. Ia kemudian mengecup bibirku pelan dan menuntunku untuk berjalan dalam hamparan es ini. Salju yang munkin mejadi saksi di mana pada akhirnya sang pangeran es benar-benar melamarku dalam istana saljunya. Mengurungku dalam dinginnya yang membekukan tetapi justru menyelimutinya dengan belai kehangatan.

Ketika tiba di sisi Sungai Moskow, Leon melemparkan kunci dari gembok yang tadi telah ia gantungkan di atas pohon cinta. Kunci itu yang kini melebur di atas genangan kristal es bening sungai itu. Terkubur abadi, sama seperti kisah cinta kami.

Aku menggenggam erat jemari Leon yang masih menggunakan sarung tangan tebal di tangannya. Ia balas menggenggamku. Kami berjalan pelan menuju kepada masa depan hubungan kami yang lebih baik.

***

Mataku terus tertuju pada benda mungil yang kini melingkar erat di jari manisku. Tak akan kulepaskan lagi, meskipun pertentangan dan rintangan besar akan aku hadapi nanti, terlebih pertentangan itu adalah dari daddy. Sepanjang perjalanan, aku tak henti-hentinya menatap berlian megkilap berbentuk hati yang menghiasi lingkarnya, tampak begitu manis dan menyimbolkan bahwa hati Leon akan selalu melingkar dalam diriku.

Jaguar Leon memecah jalanan bersalju. Ia mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang. Kami sedang dalam perjalanan menuju rumah daddy dan mommy. Memang sejak aku sakit, daddy dan mommy memutuskan untuk menetap di Rusia hingga bayiku lahir. Sementara Kenneth ia kembali ke negaraku untuk melanjutkan sekolahnya.

Sepanjang perjalanan, jemari Leon tidak pernah lepas dari jemariku. Dan aku melihat banyak yang berbeda darinya sekarang dan dulu. Tidak ada mata dengan sorot penuh kegelapan. Yang ada hanyalah sinar surga, mirip sekali dengan mata Kak Kenny yang hanya dibedakan oleh dua warna yang berbeda. Aku merasa kenyamanan menelusup relung saat memandang hazel-nya. Dan hazel itu adalah bagian yang paling aku suka dari seluruh anggota tubuhnya. Karena melalui hazel itulah aku dapat merasakan getar cinta yang gelitiknya menyenangkan.

Alanis "a forbidden love"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang