-- 24 -- Shock Therapy

13.8K 1K 249
                                    


MAAF TANPA AKU EDIT KARENA INI BARU ADA KONEKSI INTERNET... MAAF YAA....

----------

Ia tidak pernah tahu... di bawah derai hujan itu, ketika aku menghapus air matanya, aku juga menghapus air mataku.

----------

Apa yang lebih menyakitkan dibanding kehilangan seseorang yang paling di cintai? Terlalu sering aku merasakannya. Aku berpikir bahwa Tuhan telah mencabut nuraniku dan membuatku mati rasa. Tetapi kenyataannya, ketika mengetahui kenyataan itu aku tetap saja terluka. Tidak! Tidak hanya terluka, aku... hancur menjadi kepingan.

Mommy Alexis, Inessa Feodora, dan sekarang... Mommy Key. Lalu nanti, siapa lagi? Jika sampai Tuhan atau siapa pun mengambil Alanis dari hidupku juga, maka saat itu aku lebih memilih untuk mengakhiri hidupku sendiri. Saat itu tiba, mungkin aku akan mengaku kalah kepada sang takdir. Kepergian Mommy Key yang menghancurkan ini bagai tamparan keras bagiku bahwa Tuhan bisa saja mengambil seseorang yang aku cintai sewaktu-waktu tanpa pernah aku duga sebelumnya.

Mommy Key, ah, kenapa ia pergi begitu cepat? Mengapa kepergiannya lebih menyakitkan dibanding saat aku kehilangan Mommy Alexis? Mengapa rasanya hatiku hampa dan kosong? Mengapa saat ini hatiku bagai diremas-remas dengan begitu kuat sehingga menimbulkan rasa ngilu yang ikut melumpuhkan otak dan juga ragaku?

Dulu, saat Mommy Alexis pergi, aku selalu berada di sisinya. Aku selalu menggenggam jemarinya. Aku selalu membisikkan kata-kata cinta untuknya. Aku selalu berdoa dan bersimpuh di sampingnya. Tetapi kini, saat Mommy Key pergi, aku benar-benar tidak ada sama sekali di dekatnya. Aku tidak membelai wajah tirusnya. Aku tidak menggenggam jemari lemahnya. Aku tidak bersimpuh untuk memohon pengampunan atas segala kesalahan yang aku lakukan sepanjang aku menjadi anaknya.

Anak seperti apa aku? Aku tahu, aku ada bukan berasal dari rahimnya, tetapi cintanya begitu besar untukku. Teringat saat-saat ia menggendongku dengan manja. Saat ia selalu mebelai wajahku dan menciumku dengan penuh cinta. Mengatakan berkali-kali bahwa aku sungguh mirip dengan Keanu. Saat ia selalu merajuk pada Keanu agar menuruti segala apa yang aku inginkan termasuk masuk ke dalam sekolah kesenian. Bahkan saat ia menangis untukku ketika aku harus di rawat di tempat rehabilitasi.

Ya, ia yang menangisiku sepanjang malam dalam sakitnya. Ia yang selalu menemaniku sejak aku pertama kali menapakkan kaki di negara ini. Meskipun aku tidak tinggal dengan mereka, tetapi Mommy Key terlalu sering menjengukku ketika ia masih sangat sehat. Cintanya bahkan melebihi cinta Keanu terhadapku. Aaarrgghh!! Sungguh mengingat Keanu membuat aku ingin menancapkan pisau tajam di jantungnya. Kenapa... tidak dia saja yang mati? Mengapa harus mommy??!!

Aku tidak sanggup lagi bertahan dalam diam. Aku menangis. Meraung. Bahkan berteriak di depan peti tempat mommy beristirahat dalam rengkuhan keabadian. Di dalam kayu berukiran indah itu telah terbujur seorang malaikat yang sangat cantik. Malaikat... ia memang bak malaikat. Dan harusnya aku merelakannya, karena bagaimana pun tahta malaikat adalah di surga bukan di dunia.

Tetapi mengapa aku masih tidak mampu merelakannya? Ingin aku memeluk raga itu. Ingin aku mencium wajahnya untuk terakhir kali. Tetapi... tidak bisa. Semuanya terlambat! Peti itu telah tertutup rapat. Tidak ada celah untuk bisa membukanya kembali. Sama seperti hatiku yang ikut mati dan tidak ada celah untuk menghidupkannya kembali. Aku meraung hingga mati pun, mommy tak akan pernah kembali dalam tidurnya yang amat panjang itu.

Pelukan hangat aku rasakan dikala dingin menjalariku sedingin raga beku yang kini sudah tak bernyawa dalam peti indah itu. Kehangatan yang juga sangat menyakitkan. Pelukan yang dipenuhi dengan tangis kesakitan. Tetapi aku membutuhkannya. Aku membutuhkan Alanis. Dan aku benci karena ia memelukku seperti ini, justru membuatku semakin terlihat lemah. Aku meremas punggungnya dengan kuat. Bahkan mengigit bahunya. Berharap bahwa dengan begitu, rasa sakit yang menghunjam jantung ini menjadi samar. Tetapi... justru rasanya makin tak tertahankan.

Alanis "a forbidden love"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang