----------
Aku, tidak butuh oksigen untukhidup. Aku, hanya membutuhkanmu.
----------
Gamangmenyapaku saat aku mengamati bekas luka berpola inisial nama sang iblis yangmasih basah di telapak tangan. Perih masih enggan untuk pergi. Justru ketikaaku membuka mata, rasa sakit itu kian menggeliat dan memaksa untuk menikamhingga ulu hati. Sebenarnya apa yang terjadi dengan diriku? Semudah itukah akudikalahkan oleh perasaanku sendiri? Cinta itu memang bisa mengalahkan logikasekali pun, sungguh tak bisa dimengerti.
Dancinta itu telah menunjuk Leon sebagai sang pemilik hati. Aku tidak bisa lagimenahannya. Pesonanya selalu menyedotku ke dalam dunianya yang pekat tanpawarna. Pekat yang mengerikan, terlebih saat sang darah mulai mengambil perannyauntuk terus mengabadikan belenggu rasa sakit. Aku tahu, cinta ini tidak akanmudah. Cinta ini justru akan terus mengikatku ke dalam lorong hitam yang takberujung. Cinta ini suatu saat nanti akan menjadikan aku kepingan daging yanglebur oleh duka.
Tubuhtegap dengan lengan di penuhi tato itu kini masih meringkuk disampingku bagaiseorang bayi. Aku tersenyum dan terlalu betah untuk memandang wajah polos itu.Tetapi ketika kilat mata hazel-nyasudah terbuka, aku tidak akan pernah menemukan wajah polosnya lagi. Wajah polositu akan berubah dengan sebentuk wajah dingin yang selalu membuat dadaku sesak.Jemariku bergerak lincah untuk mengelus bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitardagunya. Berputar-putar di sana sejenak, sebelum jemari itu mulai berani untukmembelai bibir merahnya.
Iatak bergeming. Sepertinya lelah masih ingin menemani hingga hari menjelangsiang. Aku tahu, ia pasti sangat kelelahan setelah malam panas yang kami laluisemalam. Ah, mengingatnya membuat pipiku merekah merah. Ragu-ragu, aku menundukdan mencium keningnya lama sebelum membuka selimut yang membalut tubuh kami.
Akuberanjak dari ranjang, mengambil kemeja Leon yang teronggok manis di lantai danmemakainya. Kemeja itu cukup besar dan panjang sehingga mampu menutupi tubuhkuhingga sebatas lutut walau pun saat ini kedua tanganku tampak sepertiorang-orangan sawah. Tetapi ini lebih baik dibandingkan tidak memakai pakaiansama sekali.
Akumengambil salah satu tempat lilin yang terbuat dari kaca dan juga korek apikecil yang ada di lantai. Membawanya ke ujung ruangan dengan jendela kaca luaryang tertutup tirai putih. Aku membuka tirai itu. Senyum mengembang saatmelihat pemandangan yang begitu luar biasa. Banyak pepohonan yang rindang danjuga pegunungan yang terlihat dari jauh. Bahkan cahaya mentari seperti engganuntuk menembus rindang dedaunan sehingga hari tampak selalu berselimut kelabu.
Sudutbibirku terangkat, merekahkan senyum walau hanya samar. Aku menyalakan lilinitu, kemudian membuang korek apinya begitu saja. Aku mensejajarkan lilin itu didepan wajahku. Aku merasakan panas mulai membelai pipiku. Senyumku semakinmerekah, tetapi aku yakin senyum itu kini sudah berubah menjadi seriangaian.
Akumengangkat tanganku yang tersayat dan meletakkannya tepat di atas api dalamkondisi terlungkup. Api mulai menjilat-jilat luka basah itu. Aku mengerutkandahi menahan perih. Panasnya bahkan mampu menusuk kulitku dan membuat kepalaterasa pening. Biarlah api terus menjilati lukanya. Aku hanya tidak mau lukaini menjadi genangan nanah yang menguar dan akan menimbulkan bau busuk. Akuingin semuanya segera selesai. Aku ingin pola inisial nama sang iblis ituhancur tak berbentuk, sehancur hatiku.
Tetapimengapa sakit yang menyiksa ini justru membuatku begitu terbuai? Panas yangmerayapi tiap pori kulitku justru mengikatku akan belenggu perih yangmemabukkan. Seringaiku semakin lebar, saat melihat kulit telapakku yang melelehdan menampakkan daging kemerahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alanis "a forbidden love"
RomanceDi bawah langit Rusia Kita meretas cinta Meleburkan batas ketidakbenaran Mengisi tiap gores kidung kehidupan Hingga takdir menentukan jalannya... Di bawah langit Rusia Aku, Alanis Caradoc... Dan inilah kisah cinta terlarangku... ...