-- 33 -- Dying

11.9K 937 196
                                    

------------

Ketika surga membuka kilau kemegahannya, ketika neraka membuka bara api siksanya, untuk saat ini, aku lebih memilih untuk tersedot dalam api abadi itu.

------------

Bayangan bahwa makan malam ini akan menjadi makan malam indah yang bisa menjadi titik awal adanya harapan bahwa daddy mau meluluhkan hatinya terhadap hubunganku dan Leon rupanya hanya akan ada di anganku saja. Aku memang membayangkan hal yang terlalu muluk. Terlebih saat mommy memberiku pakaian indah ini dan mendadaniku ala putri raja.

Tetapi di atas meja makan ini, aku hanya melihat daddy, mommy, Kenneth, Daddy Kean, Khareena, dan diriku sendiri. Tidak ada Leon. Sebenarnya ke mana perginya suamiku itu? Apa yang terjadi padanya? Mengapa tiba-tiba saja aku diselimuti oleh perasaan yang tidak enak? Aku mencoba bersikap biasa saja saat mommy menuntunku untuk duduk di samping Kak Kenny yang memang selama aku sakit memutuskan untuk tinggal di rumah ini atas permintaan daddy.

Meja makan ini berbentuk segi empat yang cukup besar. Aku berada di samping Kak Kenny, mommy berada di samping daddy, dan Khareena berada di samping Kenneth. Sementara satu sisi lagi hanya ada Daddy Kean sendirian dan juga bangku kosong disampingnya yang aku yakin disediakan untuk Leon yang tidak hadir.

Aku mendesah pelan. Mencoba menyembunyikan segala gundahku. Aku mengigit bibir bawahku, menunduk dengan pikiran yang selalu tertuju padanya. Karena memang ialah tujuanku saat ini. Ia yang menjadi pusat dari segala pikir dan hidupku. Dan sekarang tanpanya, aku benar-benar merasa apa itu kosong dan hampa di tengah banyaknya kepala yang mengelilingiku.

Makan malam berlangsung dengan begitu hening. Aku hanya mendengar suara denting piring yang beradu dengan sendok dan garpu. Sesekali aku mendengar suara gerimis dari luar. Aku heran, saat ini adalah musim panas, tetapi mengapa langit seakan enggan untuk berhenti meneteskan kristal airnya?

Suara ketukan di pintu mengagetkan aku dan juga semua yang ada di meja makan. Aku menahan napasku. Jantungku tiba-tiba kembali berpacu dengan ritme cepat. Apakah itu Leon? Aku meletakkan peralatan makanku kembali ke atas piring, mencoba berdiri untuk membukakan pintu. Tetapi tangan Kak Kenny menahanku. Daddy yang justru bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu depan.

"Dad... maaf aku terlambat."

Hatiku bersorak saat aku mendengar suara dari lelaki yang selama seminggu ini selalu aku rindukan. Suara yang mampu membuat pipiku mengeluarkan ronanya walau samar. Agak lama, aku tidak mendengar suara mereka lagi karena letak pintu yang sedikit jauh dari ruang makan. Aku hanya mendengar langkah kaki berat yang mendekat.

Daddy berada di depan Leon. Ia berjalan pelan dan kembali lagi duduk di bangkunya. Sementara Leon...

Aku menutup mulutku saat melihat kondisinya yang... lebih menyedihkan dibanding diriku tadi saat aku berada di depan cermin. Tubuhnya basah. Ia memegang buket calla lily kesukaanku. Ia hanya mengenakan kemeja yang dibalut oleh celana jeans hitam panjang. Karena jasnya ia gunakan untuk menutupi buket itu agar tidak basah.

Wajahnya begitu pucat dan bibir dan beberapa bagian wajahnya sedikit membiru. Tunggu... apakah itu memar?! Lalu... siapa yang memukulnya?! Dan yang paling menyedihkan adalah tubuhnya yang terlihat sangat kurus. Bahkan kakinya begitu kecil sehingga aku seperti hanya melihat tulang yang dibalut oleh kulit.

Aku memandangnya lekat sambil meremas dadaku yang terasa perih. Hazel itu juga berusaha menemukan pandanganku. Dan... detik seakan berhenti saat aku kembali bertemu dengan hazel yang aku rindukan. Kini sinarnya telah redup dengan sempurna. Hanya menyisakan kekelaman dan pekat yang menutupi bagai kabut tebal. Tetapi di hadapanku, ia masih mencoba untuk menyunggingkan senyumnya. Senyum terbaiknya di saat aku yakin hatinya sedang dalam keadaan yang paling buruk, sama seperti aku.

Alanis "a forbidden love"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang