The Lost Part -- The Las Happiness --

8.3K 620 89
                                    

----------

Tak ada yang bisa menghentikan waktu. Maka di sisa detik yang ada, aku akan menyimpan segala kenangan indah sebelum lara sang maut kembali menyapa.

----------

Ubud, Bali, Indonesia...

Semua terasa begitu cepat. Kesepuluh jari tanganku tak sanggup menghitung berapa banyak detik yang aku lewati dalam duniaku yang berwarna hitam dan putih bahkan pekat. Dan di sini, duniaku mulai menampilkan warnanya bagai pelangi. Aku telah terseret jauh dari kegelapan yang selama ini menyelimutiku. Aku telah melihat terang yang membawaku kembali pada kehidupan normalku sebagai lelaki berusia 22 tahun yang saat ini akan menjadi seorang calon ayah.

Alanis Caradoc, perempuan yang berhasil menjadi malaikat yang menyelamatkan aku. Membuat aku merasakan apa yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Cinta yang begitu besar dan tak terbatas. Cinta yang mampu menuntunku dari kubangan jurang yang telah menjerumuskan aku terlalu dalam.

Cinta, yang hanya tertuju pada namaku dan Alanis. Tidak ada yang lain. Dan kini, aku merasakan dekapannya di pinggangku. Ia yang berada di pangkuanku, menyandarkan kepala di bahuku kala jemariku menari di atas gumpalan tanah liat lembut yang telah membentuk sebuah wajah yang begitu cantik.

Wajah yang sudah terpatri terlalu jelas dalam ingatanku. Sejak usiaku 12 tahun, wajah itu bisa aku bayangkan tanpa harus melihat visualisasinya secara langsung. Pahatan ini hampir jadi. Aku hanya perlu memoles sedikit sebelum mengeringkannya.

Aku merasakan jari telunjuk Alanis berputar lembut di lenganku dan merayap hingga mencapai jemariku di atas tanah liat ini. Ia mengembangkan senyum, aku bisa melihatnya dari sudut mataku. Ia terlihat begitu antusias.

"Aku baru mengetahui bahwa seorang Leonard Caradoc juga seorang pemahat yang handal." Ia berkata sambil menengadahkan kepalanya. Suara jernihnya berbisik di telingaku. Hembusan napasnya menyapu pipiku.

"Di galeri ini aku bebas melakukan apa pun, Alanis, karena inilah dunia pengasinganku selama kita berpisah. Setiap hari aku akan selalu berkutat dengan seni. Menciptakan karya-karya yang semua hanya aku tujukan untukmu," jawabku tanpa menghentikan kegiatanku untuk mengukir wajahnya di atas tanah liat itu.

"Tetapi ini terlalu banyak, Leon. Orang bisa mengira kau maniak." Alanis terkekeh geli. Matanya menatap sepenjuru galeri ini yang memang hanya berisi lukisan-lukisannya.

Tetapi kali ini aku akan mengabadikan wajahnya dalam sebuah bentuk pahatan patung. Sebelum aku pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Karena sekali lagi, detik telah berlalu bahkan sebelum satu deret kalimat aku ucapkan dari bibir.

"Aku memang maniak akan dirimu. Hanya dirimu." Aku mengecup lehernya pelan.

Waktu terus berjalan, aku sudah semakin dekat dengan kematianku. Hanya menyisakan empat bulan dan aku akan menggunakan waktu singkat ini untuk membahagiakan Alanis. Satu bulan lagi ia akan melahirkan dan kami harus segera kembali ke Moskow.

Sudah satu bulan ini aku dan Alanis tinggal di Bali bersama dengan Khareena dan Keanu. Aku sengaja membawanya kemari untuk melihat bagaimana kehidupanku selama masa pengasinganku. Tetapi hidup di sini sangat menyenangkan. Aku menemukan jiwa dan hasratku dalam dunia seni serta bisa dengan bebas mengekspresikannya.

Keanu telah membeli sebuah galeri khusus untukku. Galeri yang satu bulan ini menjadi saksi bisu kebersamaanku dan Alanis. Galeri di mana kami berpijak saat ini.

"Hi, Leonard... Alanis, nice to meet you guys again!"

Suara tawa anak-anak kecil tiba-tiba memenuhi ruang pendengaranku. Aku melihat dari pintu gapura beberapa anak kecil laki-laki dan perempuan masuk dengan pakaian khas mereka. Pakaian yang biasa dikenakan oleh penduduk lokal di sini. Anak-anak perempuan itu mengenakan kebaya Bali dan selendang yang mengikat pinggang ramping mereka. Sementara anak lelaki hanya mengenakan celana pendek dibalut sarung Bali berpola seperti papan catur dengan udeng sebagai pengikat kepala mereka.

Alanis "a forbidden love"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang