---------
Tak ada lagi hujan yang mampu sembunyikan tangisku. Tetapi kristal es yang turun dari langit selalu membawaku pada sosokmu. Ya, karena kau selalu identik dengan gunung es tak kasat mata yang selalu melingkupimu.
----------
Suhu di kota Moskow saat ini mencapai -5 derajat celcius. Aku memeluk tubuhku sendiri yang hanya berbalut dress putih sambil memandang tetes kristal es yang turun dari langit. Suhu ini masih merupakan suhu rata-rata saat musim dingin. Karena beberapa hari yang lalu suhu mencapai -30 derajat celcius dan membuatku harus berada di dekat perapian sepanjang hari.
Aku memandang langit dengan awan putih keabu-abuan. Desember bersalju yang aku lewati tanpa dirinya lagi. Setelah aku melewati musim panas dan musim gugur dengan hati hampa dan kosong. Aku tertawa kecil saat mengingat bahwa Leon identik sekali dengan kata dingin, es, dan beku. Aku teringat bahwa dulu ketika pertama kali bertemu dengannya aku melihat gunung es yang berada di balik punggungnya meski tak kasat mata.
Dan kali ini ketika aku benar-benar melihat kristal dan gunung es secara langsung, aku justru merindukan gunung es yang ada di balik punggung Leon. Sedang apa ia sekarang? Bahagiakah ia dengan kehidupannya yang sekarang? Rindukah ia denganku dan anak kami? Aku sungguh ingin bertemu dengannya secara langsung. Memeluknya dan menciumnya. Menumpahkan cinta yang terpatri dan tidak akan pernah terkikis oleh waktu.
Tanganku terulur untuk memegang perutku yang mulai membesar. Aku berusaha mati-matian utnuk menjaga anak ini. Aku selalu memenuhi giziku sebagai ibu hamil. Saat mengetahui ia meninggalkan aku, aku hancur dan berada dalam keterpurukan. Aku merasakan apa itu hidup tanpa jiwa dan oksigen. Aku merasa bagai alien yang bisa bertahan hidup karena janin yang berada di dalam rahimku.
Sebentar lagi aku menjadi seorang ibu. Ibu dari buah cintaku dengan Leon, lelaki yang tidak akan pernah terhapus dalam hatiku. Dan hanya ialah yang memang menjadi alasanku untuk bertahan hingga saat ini. Aku bahkan menjadi semakin kuat untuk melawan penyakitku. Asal ia sehat. Asal ia bisa lahir dengan selamat.
Aku membayangkan bagaimana ketika ia lahir nanti dan ada Leon yang berada disisiku untuk menemani selama masa persalinanku. Ia yang menggendong buah cinta kami untuk pertama kali. Mencuri ciuman pertamanya. Ah, tetapi sepertinya aku terlalu berharap banyak. Bahkan saat ini, untuk melihat wajahnya melalui foto saja itu sudah kebahagiaan bagiku.
Ddrrtt... ddrrrtt...
Aku tersenyum dan mengambil ponselku. Sebuah foto masuk memenuhi layar ponsel yang cukup lebar itu. Aku menggigit bibir bawahku dan tidak dapat menahan tangis bahagiaku saat aku kembali bisa memandang wajahnya hari ini.
From : Khareena
Ia sedang melukismu di atas buku sketsanya, untuk kesekian kali.
Khareena, gadis kecil itu memang sering sekali mengirimkan foto Leon padaku. Aku tahu ia sedang mengasingkan diri di Bali, Indonesia. Aku selalu mengikuti segala apa yang ia lakukan, berkat Khareena. Jika bukan karena Khareena, mungkin aku tidak tahu apa yang sedang terjadi pada Leon. Jika bukan karena Khareena mungkin aku juga tidak bisa sekuat ini. Jika bukan karena Khareena aku tidak akan bisa melihat senyum Leon. Khareena yang selalu mengatakan bahwa suatu hari nanti aku bisa kembali bersama Leon.
Aku membuka pesan-pesan Khareena lainnya. Yang semuanya berisi foto Leon yang selalu aku kumpulkan sejak enam bulan yang lalu.
Ia sedang melamun sambil memandang laut.
Ia sedang meditasi, karena semalam aku melihat ia begitu frustasi dan malamnya meracau namamu dalam tidurnya.
Ia sedang melamun, mengenang kenangan kalian di bawah kelabu langit.
![](https://img.wattpad.com/cover/55906679-288-k906194.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alanis "a forbidden love"
RomanceDi bawah langit Rusia Kita meretas cinta Meleburkan batas ketidakbenaran Mengisi tiap gores kidung kehidupan Hingga takdir menentukan jalannya... Di bawah langit Rusia Aku, Alanis Caradoc... Dan inilah kisah cinta terlarangku... ...