Atmosfer di antara kita terasa canggung. Angin kemarau yang bertiup semakin membuat suasana kering dan rapuh. Kamu menunduk sedikit, sorot matamu terlihat lemah saat kamu berkata, "Bukan itu masalahnya." Helaan napas berat meluncur dari bibirmu. "Setelah dengar ucapan dia, aku gak yakin apa aku bisa mempercayai kamu seperti dulu lagi."
Ada jutaan emosi yang bergejolak di dalam dadaku saat kamu mengucapkan kalimat itu. Marah, sedih, kesal--kecewa. Kecewa karena kamu menaruh kepercayaan yang lebih besar pada orang lain dari pada denganku; orang yang diikaat takdir dalam satu garis waktu bersamamu.
Aku menarik napas dalam-dalam. Sesak. Aku butuh udara lebih. Namun kutekan semua rasa sedih dan kecewa yang membuncah dalam dadaku kuat-kuat. Kali ini, biar aku yang mengalah.
"Gak apa-apa," kulemparkan seulas senyum tipis ke arahmu. "Aku bisa mengerti."
Lagipula, siapa juga yang mau mempercayai seseorang sepertiku?

KAMU SEDANG MEMBACA
memoir(^○^)
Aléatoireand i'll give away a thousand days just to have another one with you. (a scribbled down wound of a pessimistic seventeen).