BUAT ANTI MAAF LAMA BGT KARNA INI CERITANYA DI ROMBAK ULANG SOALNYA BINGUNG MAU GMN HEHE ENJOY:3
--
Aku mau berbagi sebuah cerita.
Cerita tentang cinta yang sampai kapan pun tak akan bisa di persatukan.
Cerita tentang cinta yang kandas demi menyatukan cinta yang lain nya.
Cerita tentang cinta yang pada akhirnya, sekeras apapun untuk di coba, tetap saja tak akan semudah itu untuk di lupakan.
Baiklah, mari kita mulai.
Oh sebelumnya, namaku Anti. Tapi kau bisa memanggilku Tee. Dan ceritaku di mulai pada masa-masa SMA yang tak ku sangka akan seberat itu.
Pagi itu sekolah di hebohkan oleh kedatangan seorang murid pindahan dari Inggris.
Aku hanya melenggang cuek ke dalam kelas sementara yang lain sibuk bergosip tentang seperti apa murid baru itu. Apakah dia perempuan atau laki-laki? Apakah dia populer? Apakah dia cukup tampan? Sementara hal seperti itu benar-benar tidak penting bagiku. Toh kalau dia tampan apa untungnya buatku? Tampang tidak bisa menjamin semuanya.
Aku memang tidak terlalu suka dengan pria. Alasanya? Simpel saja. Pria selalu mengecewakan. Mereka menebarkan janji palsu dan kemudian pergi begitu saja. Aku benci mereka, termasuk ayah kandungku sendiri yang lebih memilih wanita tak benar dari pada ibuku.
Baiklah, mari kita langsung ke inti ceritanya saja.
Si murid baru itu ternyata bernama Niall. Dan dia berbeda.
Percaya padaku saat aku katakan berbeda, dia benar-benar berbeda.
Entah apa yang membuat kami tiba-tiba menjadi sangat dekat. Dia selalu melindungiku, menjagaku. Aku juga tidak mengerti tapi keberadaanya membuatku bahagia.
"I want you to trust me, Tee." Kata Niall sore itu saat kami sedang jalan bersama.
Aku menunduk, "I want to, but i'm afraid, Niall. Dan kau tau kenapa." Balasku pelan. Kilasan ingatan tentang ayahku yang meninggalkanku dan ibuku begitu saja kembali bermain di ingatanku.
Berkali-kali Niall meminta aku untuk mempercayainya dan berkali-kali juga aku mengeluarkan alasan yang sama tapi Niall tidak pernah marah. Dia hanya tersenyum dan menggenggam tanganku.
Kali ini dia menatapku dalam dan berkata sangat pelan, sehingga aku bahkan tak yakin dia benar-benar mengucapkanya. "Aku cuma mau kamu percaya sama aku, Tee. Aku akan berusaha agar kamu gak kecewa."
Aku terpaku menatap mata birunya dan tampa sadar bibirku berucap, "And why?"
Niall tersenyum kecil kemudian merengkuhku kedalam pelukanya dan berbisik tepat di telingaku, "Because i love you."
Dan aku cukup yakin hal itu adalah hal termanis yang pernah di lakukan seorang pria padaku selama 17 tahun hidupku.
Dan omong-omong, kami jadian.
**
Saat aku pulang kerumah, aku melihat ibuku sedang melamun dengan senyuman lebar di wajahnya. Aku bertanya kenapa dan dia tidak bisa menutupi ekspresi bahagia yang terlihat jelas. Kemudian seakan dia adalah seorang remaja yang pertama kali jatuh cinta, dia menceritakan pengalamanya hari ini dengan semangat.
Ibuku bertemu seorang pria yang bla bla bla intinya dari ceritanya aku tau bahwa ia jatuh cinta.
Aku tersenyum kecil, aku tidak mau kejadian seperti dulu terulang lagi. Ibuku jatuh untuk orang yang salah. Namun aku menghapuskan keraguanku dan memeluknya. Kemudian masuk ke kamarku dengan senyum lebar yang terpasang rapi.
Keesokan harinya, aku menceritakan hal ini pada Niall.
"Yah, untuk menerima orang baru di hidupmu bukan lah hal gampang kan?" Ujarnya, "tapi kau pasti akan melakukan apa saja demi melihat orang yang kau sayang tersenyum." Dia tersenyum lebar ke arahku dan aku balas tersenyum.
"Bahagialah untuk ibumu, give that man a chance to come in to your life. Just like what you give to me." Sambungnya membuatku menunduk malu.
"You are the only exception, Niall." Kataku pelan.
Dia merengkuhku kedalam pelukanya dan berkata, "And youre mine."
**
6 bulan kemudian, ibuku mengumumkan bahwa dia sudah bertunangan.
Aku hanya bisa memasang ekspresi kaget dan menariknya kedalam pelukanku. Ada sebersit rasa aneh dalam diriku yang berteriak jelas kalau aku belum siap. Aku belum siap menerima seseoranv yang baru selain Niall kedalam hidupku.
Tapi ini kan demi kebahagiaan ibuku?
Dia menyuruhku bersiap-siap, katanya malam ini pria itu akan datang. Ia ingin bertemu denganku. Aku menelan ludah dan tersenyum kecil kemudian berlari ke kamarku.
Ah rasanya saat seperti ini yang ingin ku lakukan hanya mendengar suara Niall.
Jam delapan tepat ibuku memanggil ku turun untuk makan malam. Katanya pria itu sudah datang. Ragu-ragu aku berjalan keluar kamar.
Jika ini yang membuat ibuku bahagia, aku juga harus bahagia bukan? Jadi setelah selesai menggunakan dress satin putih selutut dan menata rambut, aku bergegas turun ke bawah. Bersiap untuk bertemu pria yang akhir-akhir ini bisa membuat ibuku tampak benar-benar bahagia. Calon ayah tiriku.
Ibuku tersenyum lebar dan menggenggam tanganku, menarikku mendekati seorang pria gagah yang tersenyum ramah. "Aku Tee." Kataku pelan, berusaha tersenyum semanis mungkin.
"Aku William." Balasnya tak kalah ramah. "Ah Tee, aku sudah mendengar banyak tentangmu. Oiya, aku juga memiliki seorang putra. Kalian pasti akan menjadi saudara yang hebat." Kata pria yang baru ku ketahui bernama Will ini.
Great, aku akan memiliki saudara. Hidup menjadi anak tunggal memang tidak ada enak-enak nya.
Tapi saat Will membalikkan badan dan memperkenalkan seorang pria yang aku kenal betul sebagai putra nya, aku hanya bisa terdiam. Pijakanku di lantai mendadak goyah dan aku langsung ambruk terduduk di lantai. Menatap wajah yang sama kaget nya di hadapanku. Ekspresi terluka sama-sama terpancar jelas di wajah kami.
Aku menangis.
Menangis bahagia karena ibuku akan segera menikah. Menangis bahagia karna aku akan memiliki keluarga baru. But most of all, akh menangis bahagia karena ternyata aku dan ibuku benar-benar mirip. Kami bahkan memiliki selera yang sama.
Dia dengan Will.
Dan aku dengan putra calon ayah tiriku itu, Niall.***
Setelah kejadian itu, semuanya berubah. Will dan ibuku menikah. Meskipun aku menahan Niall mati-matian untuk tidak merusak rencana pernikahan mereka. Aku dan Niall putus kontak selama persiapan pernikahan. Kami hanya bertemu saat pernikahan berlangsung kemudian kami berusaha sibuk dengan aktifitas masing-masing.
Aku bahkan mengambil kuliah di Asia agar aku tak perlu bertemu dengan nya.
Aku kira dengan menjauh semuanya akan lebih mudah. Namun ternyata semuanya makin sulit ditambah lagi dengan handphone ku yang akan bergetar setiap pagi dan menunjukkan pesan berisi,
"And after all this time, i still love you Tee. Its not that easy to forget you. I wonder why we gave up every single day. But if that what makes you happy, then i'm happy."
Dan pesan itu dari Niall.
KAMU SEDANG MEMBACA
memoir(^○^)
Aléatoireand i'll give away a thousand days just to have another one with you. (a scribbled down wound of a pessimistic seventeen).