Aku tak pernah menyukai hujan.
Langit yang kelabu, dingin yang menyusup serta bunyi gemuruh yang saling bersahut cukup untuk menimbulkan kesal di dadaku setiap kali butir airnya turun.
Aku tak pernah menyukai hujan.
Pesepakbola kecil di lapangan hijau ramai-ramai berteduh, pedagang pinggir jalan riuh mengemas barang-barang dan jalanan yang mendadak lenggang cukup untuk menimbulkan sepi yang menganga di rongga dada tiap rinainya membasahi Bumi.
Aku tidak pernah menyukai hujan.
Selalu ada jutaan alasan yang mampu kutemukan dibalik ketidaksukaanku akan anugerah Tuhan yang satu itu. Bukan saja gemuruh, bukan saja sekedar mendung, namun mengarah pada resah yang menggantung bersama peluh di dadaku--berusaha mencari jalan untuk meluap.
Aku tidak pernah suka hujan.
Namun hujan sore itu terasa berbeda. Kamu duduk disampingku, bercerita tentang ratusan kisah tak berujung yang mampu mengguratkan senyum di bibirku. Sesekali kamu akan menghentikan ceritamu, melirikku sekilas dan ikut menyenandungkan lagu yang mereka putar di radio. Sementara aku? Aku akan membisu, menekuni tetesan air yang mengalir di kaca jendela dengan senyum dikulum.
Hujan hari itu, gemuruhnya tak semenyeramkan dulu. Dinginnya malah menghangatkan dadaku. Dan lenggangnya jalanan kota tak menggurat sepi di batinku. Mungkin karena aku melewatinya bersamamu? Entahlah, biar waktu saja yang menjawab.
Yang jelas, terimakasih karena telah membuat hujan yang tak pernah kusukai menjadi lebih baik. Itu, hutang kecil dengan makna luar biasa yang tak akan pernah mampu kubalas kecuali kamu memberitahukan caranya.
![](https://img.wattpad.com/cover/7361312-288-k217650.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
memoir(^○^)
Randomand i'll give away a thousand days just to have another one with you. (a scribbled down wound of a pessimistic seventeen).