• something i need / h.s

1.8K 90 1
                                    

warning: this one shot contain self-harming.

Bagi Harry Styles, sekolah merupakan salah satu hal tidak penting dari seribu hal tidak penting lainya. Ia benar-benar bosan mendengarkan para guru mengoceh tentang hal yang benar-benar tidak di perdulikanya. Misalkan saja dalam pelajaran fisika, untuk apa ia menghitung kecepatan jatuh sebuah logistik pesawat? Benar-benar memuakkan.

Pria dengan rambut keriting acak-acakan dan ransel yang di sampirkan di bahunya itu melayangkan pandangan keseluruh penjuru kelas. Ia bahkan bisa mencium bau asap rokok bercampur dengan bau parfumnya sendiri. Bukan rahasia lagi kalau ia memang suka menghisap batangan tembakau itu. Seluruh penjuru sekolah juga tau.

"Sudah terlambat masih saja banyak gaya! Cepat masuk!" teriakkan murka seorang guru yang sedang mengajar di depan kelas menyadarkan Harry dari lamunanya. Ia kemudian menyeringai lebar, "Jangan marah-marah dong, Ms. Kerutan di keningmu bertambah, tuh." ucap Harry ringan dan kontan membuat semua penghuni kelas menatap Harry dengan sorot ngeri.

Ms. Eve yang notabene merupakan guru paling killer di sekolah menatap Harry dengan tatapan laser super dingin yang harusnya sih sudah bisa membekukan Harry. Namun pria itu seakan superhero yang tahan banting. Ia hanya mengangkat bahu dan melenggang menuju bangkunya. Ms. Eve menghela nafas berat kemudian bersiap untuk melanjutkan pelajaran.

Namun selang beberapa detik kemudian, Mr. Johnson--kepala sekolah mereka--muncul di depan pintu kelas bersama dengan seorang murid perempuan yang mengenakan jeans dan sweater. Harry berdecak pelan, di musim sepanas ini apa dia gila mengenakan sweater? batinya.

Gadis itu menundukkan kepalanya dalam-dalam dan entah kenapa membuat Harry tertarik. Ia kemudian menopang dagunya diatas meja dan menunggu kepala sekolah memperkenalkan gadis itu. Benar saja, selang beberapa detik kemudian Mr. Johnson berdeham pelan dan berkata dengan suara berat andalanya.

"Hari ini kita kedatangan murid baru. Kalian bisa memanggilnya Scarlet. Aku harap kalian semua bisa berteman denganya dan memperlakukanya dengan adil." terang Mr. Johnson, membuat semua siswa lainya otomatis mengangguk.

Gadis itu kemudian di persilahkan duduk. Harry memperhatikan Scarlet yang berjalan dalam diam ke bangku yang terletak persis di sebelah Harry--satu-satunya bangku kosong di kelas itu.

Scarlet berdehem pelan kemudian duduk dalam diam. Dalam hati ia merutuki kesialanya hari ini. Padahal ia berharao ia bisa duduk sendiri saja.

"Hello, Scarlet." suara serak rendah yang terdengar persis di telinga Scarlet membuat gadis itu merinding dan ragu-ragu memalingkan wajahnya kearah Harry yang menyeringai nakal.

Gadis itu hanya tersenyum tipis. Benar-benar tipis sampai rasanya Harry ragu apa gadis itu tersenyum atau tidak. "Aku Harry." ucapnya lagi dan Scarlet hanya mengangguk. Gadis ini bisu atau apa, gerutu Harry dalam hati.

Selama pelajaran berulang kali Harry berusaha mengajak Scarlet mengobrol namun semuanya sia-sia saja karena gadis itu seakan menganggap Harry tidak ada. Ia hanya mau menjawab panggilan Harry jika ada sesuatu yang penting; Harry meminjam pensil atau apalah. Selebihnya jangan harap.

Scarlet sudah bersiap untuk meninggalkan kelas saat bel pulang berbunyi. Ia sudah benar-benar merasa gerah dengan hari ini. Di tambah lagi si keriting yang sangat cerewet disebelahnya ini. Perlahan Scarlet kemudian berjalan menuju pintu, namun kemudian memutar mata ketika melihat Harry berdiri tepat di tengah pintu. Ia yakin pria itu berniat menghalanginya.

"Permisi." ucap Scarlet malas-malasan.

Harry masih bergeming. Matanya menyipit sambil menatap Scarlet. Sementara gadis itu kini mulai jengkel, "Aku bilang permisi." ucapnya lagi.

memoir(^○^)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang