Perpustakaan sore itu terlihat lengang. Seperti biasa, Karma memilih tempat dekat jendela dan sedikit tertutup oleh beberapa rak buku yang menjulang tinggi. Alasannya karena suhu di area dekat jendela sangat sejuk dan dekat dengan pendingin ruangan.
Ia menguap berkali-kali. Berusaha fokus pada buku terjemahan di hadapannya, namun hasilnya nihil karena kantuk mulai menyerang. Ia mendengus dan mengacak rambutnya asal -berusaha mengusir kantuk agar ia bisa menyelesaikan bacaan di hadapannya.
Ia melirik ke sekitarnya, terutama pada sela-sela antara rak buku satu dengan yang lainnya. Siapa tahu ada yang menarik.
Dan ia kembali mendapati sosok itu dalam jarak pandangnya. Si gadis berkepang. Karma menyeringai tipis, manik matanya masih menatap lekat pada sosok gadis yang kini terlihat tengah sedikit melompat untuk mengambil sebuah buku yang terletak di deretan atas.
Karma menoleh ke sekitarnya dan tak mendapati seorang pun di sana. Ini kesempatannya.
Ia bangun dari posisi duduknya, menghampiri gadis itu dan mengambil buku yang hendak diambil oleh sang gadis yang kini ada di depannya.
Gadis itu kini menatap Karma lurus, terlihat sedikit terkejut dicampur takut -atau gugup? Entahlah, tapi Karma pikir ekspresi gadis itu saat ini terlihat manis.
"T-terima kasih!!"
Gadis itu langsung berlari menuju meja penjaga perpustakaan setelah mengucapkan kata itu. Mengabaikan Karma yang hendak memanggilnya untuk menanyakan nama -namun harus ia urungkan, karena dia tak bisa berteriak di perpustakaan.
Karma mendengus dan memutuskan untuk melanjutkan kegiatan membacanya di rumah saja. Jadi, ia pun segera mengambil buku yang tadi ia baca beserta tasnya, lalu menuju meja penjaga perpustakaan.
Dalam perjalanannya menuju gerbang sekolah, ia terus merutuk dirinya yang tidak langsung merespon si gadis sebelum si gadis pergi. Sayangnya, menyesal sekarang pun percuma. Waktu tak bisa ia ulang. Ia pun hanya bisa berharap kalau ia bisa menemui gadis itu lagi.
"Akabane-kun!"
Suara seorang gadis terdengar di telinganya. Karma mendengus sesaat. Pasti cewek kecentilan lagi, pikirnya yang mulai jengah dengan tingkah sok akrab dari beberapa siswi yang menurutnya kelebihan bedak.
"Tadi kau menolong Okuda 'ya?"
Karma melirik malas ke arah si penannya di hadapannya. Ia berpikir sejenak, lalu mengangkat kedua bahunya acuh. Ia sendiri tidak tahu siapa yang dimaksud oleh gadis itu.
"Entah. Siapa itu Okuda?" tanya Karma sedikit tidak niat. Gadis di hadapannya tersenyum mengejek sekarang, membuat Karma mengernyit heran akan perubahan ekspresi si gadis.
"Itu 'lho! Gadis berkepang dua dan berkacamata dari kelas sebelah!! Gadis yang membosankan! Lalu-"
"Namanya Okuda?" tanya Karma antusias. Membuat si gadis menggembungkan kedua pipinya kesal karena ucapannya dipotong. Bagi Karma, ekspresi lawan bicaranya saat ini terlihat menjijikan. Mungkin akan terlihat imut jika gadis berkepang itu yang memasang ekspresi demikian. Oke, biarkan Karma berkhayal sedikit.
"Okuda Manami. Kenapa kau menanyakannya? Gadis membosankan itu -HEI!!"
Setelah si gadis menyebutkan nama yang ingin Karma dengar, pemuda merah itu pun langsung melangkah pergi menuju gerbang sekolah. Mengabaikan si gadis yang masih berusaha memanggilnya.
Lupakan gadis itu. Setidaknya ia tahu nama gadis berkepang itu sekarang.
Okuda Manami.
Akan kupastikan kau menjadi milikku segera.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Will Be Mine - KarManami [Complete]
FanfictionKisah Karma tentang bagaimana perjuangannya untuk mendekati sang Poison Glasses. KarManami (Drabble) Assassination Classroom © Yusei Matsui