29. Reason

2.6K 311 24
                                    

Napas keduanya tersengal-sengal setelah berlari secepatnya dari rumah Manami menuju Taman dekat sekolah mereka -terutama Manami yang berusaha keras menyeimbangkan kecepatan larinya dengan Karma yang langkahnya lebar.

"Jadi, bisa jelaskan padaku, Okuda-san?" pinta Karma dengan ekspresi serius yang masih terlihat jelas. "Kamu menangis saat meneleponku 'kan?" tanyanya lagi dengan ekspresi yang sama. Manami tertawa canggung sesaat -sedikit tak nyaman dengan Karma yang bersikap tidak seperti biasanya.

"Ah... itu..."

"Kenapa orangtuamu ada di sana?" tanyanya lagi. Manami menelan salivanya -tidak menyangka kalau Karma akan mengenali kedua orangtuanya. "Kamu harus menjelaskan semuanya padaku, Okuda-san," pintanya lagi.

Manami menghela napas pelan. Ia pun mendudukkan dirinya di salah satu bangku di Taman tersebut. Karma pun segera mengambil tempat di sampingnya, lalu kembali menatap Manami lurus -kembali meminta jawaban atas pertanyaan yang sebelumnya ia lontarkan.

"Pertama, Nenekku meninggal."

Hening sejenak di antara keduanya. Karma sempat terkejut mendengar kabar tersebut. Tapi, ia tak berniat membuka suaranya -ia memberi Manami ruang untuk menjelaskan situasi yang terjadi secara lebih detail.

"Penyakitnya bertambah parah tadi pagi. Karena panik, aku menelepon ambulans. Nenek dibawa ke rumah sakit. Tak lama setelah itu, ada kabar dari rumah sakit -kalau Nenekku meninggal dunia."

Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Manami. Ia melepas kacamatanya sesaat, mengusap matanya dengan punggung tangan dan memasang kembali kacamatanya.

Karma masih dalam posisinya. Menatap Manami lurus, membaca setiap ekspresi dan gerakan yang dibuat oleh Si Gadis Berkacamata di hadapannya itu. Ia tahu kalau Manami sedang sedih. Tapi, melihat ekspresi sedih di wajah Manami justru membuatnya ingin memeluknya -terlalu manis.

Tidak, dia harus menahan diri lebih lama.

"Kedua, aku memberi kabar ke Ibuku. Ah, apa aku sudah memberitahumu? Kalau aku masih berhubungan dengan Ibuku lewat email?"

"Kamu sudah pernah mengatakannya, Okuda-san," balas Karma dengan senyum simpul. Manami membalas senyum tersebut singkat, lalu melanjutkan ceritanya.

"Setelah itu, mereka datang ke rumah Nenek. Bertanya detail kejadian padaku. Lalu, Ayahku memintaku untuk keluar dari rumah itu."

Keheningan kembali terjadi di antara keduanya. Netra mercury milik Karma sempat melebar saat mendengar kalimat terakhir yang dikatakan Manami.

"A-ah! Tapi, aku berencana untuk mencari apartemen murah setelah ini. M-mungkin aku juga akan mulai mencari pekerjaan yang bisa kulakukan sepulang sekolah, seperti yang Isogai-kun lakukan."

"Kamu tahu apa yang terjadi pada Isogai saat kerja paruh waktunya ketahuan oleh Asano-kun 'kan?" tanya Karma dengan nada serius miliknya. Manami mengangguk kecil. Tentu dirinya tahu. Tentang kejadian dibalik pertandingan baotaoshi antara kelas A melawan kelas E.

"A-aku hanya akan berhati-hati agar tidak ketahuan," balas Manami dengan sedikit terbata karena gugup.

Karma menghela napas panjang, membuat Manami menatapnya heran. Tanpa peringatan, Karma pun langsung melepas kedua ikat rambut Manami dan mengurai kedua kepangannya. Manami masih diam, memandang Karma penuh tanya.

"Rambutmu berantakan. Sebaiknya, kamu rapikan juga rambutmu sebelum kita ke kelas," sarannya. Kedua tangannya mulai memilin rambut Manami, membuat dua kepangan ke bawah seperti sebelumnya -tapi lebih rapi dari sebelumnya.

"Hee, Karma-kun bisa mengikat rambut 'ya? Aku baru tahu! Rapi!" kata Manami dengan binar riang. Karma tersenyum simpul melihatnya. Senang karena keceriaan Manami sudah kembali.

"Dulu, aku sering memainkan rambut Ibuku. Jadi, aku sudah biasa melakukannya," balas Karma dengan senyum lebarnya. "Dan tentang masalahmu. Bagaimana kalau kita pecahkan bersama teman-teman yang lain?" sarannya dengan senyum lebar terukir.

"E-eh! Tidak perlu!! Lagipula, pasti akan merepotkan!!" tolak Manami halus. Karma menggeleng tanda tidak terima.

"Teman ada untuk meringankan beban yang kita miliki. Setidaknya, biarkan mereka tahu kondisimu. Kamu sudah membuat mereka khawatir karena mencoba bolos tadi, Okuda-san."

Kepala Manami tertunduk dalam, menimbang setiap ucapan Karma. Ia akui kalau perkataan Karma benar. Tapi, dia juga tak mau merepotkan yang lainnya. Karena yang lain juga pasti punya masalahnya sendiri.

"Ayo, kita ke kelas," ajak Karma sambil bangkit dari posisi duduknya. Manami pun ikut berdiri. Lalu, keduanya pun mulai melangkah meninggalkan Taman, menuju kelas mereka yang terletak di atas bukit.

Mungkin, tak ada salahnya cerita pada yang lainnya...

You Will Be Mine - KarManami [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang