Ujian akhir semester satu telah selesai. Perseteruan yang terjadi antara kelas E dengan kelas A pun berakhir -dengan kemenangan di tangan kelas E. Hal ini membuat para murid kelas 3-E senang, karena mereka bisa melanjutkan rencana pembunuhan mereka terhadap Sang Guru.
Sepulang sekolah, beberapa murid berkumpul di dalam kelas guna menyusun rencana pembunuhan mereka di Pulau Selatan -hadiah atas kemenangan mereka saat melawan kelas A. Sisanya memilih pulang atau sekedar berlatih di sekitar lingkungan gedung kelas E.
Dalam pertandingan nilai dengan kelas A, kali ini Karma tidak menyumbangkan jasa apapun. Ia dipercaya sebagai ujung tombak untuk mengalahkan kelas A. Tapi dia gagal melaksanakan tugasnya karena ia lengah dan meremehkan lawannya -Asano Gakushuu.
Kelasnya memang berhasil memenangkan taruhan dengan kelas A, tapi ia tak puas dengan hasil kali ini. Harga dirinya jatuh. Tak ada yang bisa ia sombongkan kali ini.
Ia menghela napas berkali-kali, mencoba untuk menghilangkan rasa kesal yang dirasa karena ketidakbergunaan dirinya kali ini.
Ia menengadah, menatap langit sore yang sedikit tertutup oleh dedaunan pohon. Hutan sunyi yang mengelilingi kelas E memang selalu membuatnya nyaman -dan membuatnya bisa sedikit menenangkan pikirannya yang kadang kalut.
"Ah, ketemu."
Karma menoleh ke sisi kirinya, bertemu pandang dengan sosok Manami yang kini tengah memposisikan diri untuk duduk di sisi Karma -mengabaikan reaksi Karma yang masih mencerna situasi yang terjadi saat ini.
"Teman sekelas mengkhawatirkanmu," kata Manami dengan senyum simpul. "Karena tak biasanya kau membolos satu hari penuh, Karma-kun," tambahnya dengan tatapan khawatir.
Karma tersenyum masam mendengarnya. Ia tidak suka dikasihani. Tapi kini dirinya justru mendapat rasa kasihan dari teman sekelasnya.
Miris.
"Aku baik-baik saja, Okuda-san. Sebaiknya kau pulang sekarang. Bahaya jika kau menuruni bukit saat sudah gelap," saran Karma dengan senyum simpul. Manami menggeleng pelan, menolak saran Karma secara halus.
"Aku tak tahu apa yang ada di pikiranmu saat ini. Tapi, aku tahu kau tidak baik-baik saja, Karma-kun."
Kalimat yang diucapkan Manami dengan tegas itu, berhasil membuat Karma diam sesaat. Apa itu berarti Manami mengkhawatirkannya? Kenapa di saat seperti ini ia justru merasa senang?
"Okuda-san, kau mau membantuku?"
Karma menatap Manami datar. Ini pertama kalinya ia melihat Karma seperti ini. Ia pun mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Karma.
Manami tidak tahu apa yang mengganggu pikiran Karma saat ini. Tapi ia ingin meringankan sedikit beban Karma. Anggaplah sebagai balas budi karena Karma sudah membantunya sedikit dalam belajar sebelum ujian akhir semester.
"Tentu. Apa yang bisa kubantu?" tanya Manami dengan senyum manis. Melihat senyum yang ditunjukkan oleh Manami, membuat Karma tanpa sadar menarik kedua sudut bibirnya membentuk seulas senyum tipis.
"Boleh pinjam bahumu?"
Manami mengerjap sesaat. Mencoba mencerna maksud dari ucapan Karma -walau dirinya sama sekali tidak mengerti maksud dari permintaan Karma. Jadi, ia putuskan untuk mengangguk saja sebagai jawaban.
Karma tersenyum simpul melihat Manami mengangguk mengiyakan permintaannya. Ia pun segera mengistirahatkan kepalanya di bahu kiri Manami -mengabaikan tubuh Manami yang langsung menegang saat merasakan hembusan napas Karma di tengkuknya.
Posisi mereka saat ini terbilang memalukan bagi Manami. Ditambah dengan kedua tangan Karma yang melingkari pinggangnya. Membuat keduanya terlihat seperti sedang berpelukan.
Awalnya, Manami berniat melepaskan lingkaran tangan Karma -karena baginya terlihat memalukan. Namun, Manami mengurungkan niatnya kala ia mengingat ucapan Irina sewaktu di kelas.
Bahwa pelukan seorang wanita bisa membantu seorang pria meringankan pikirannya.
Manami menghela napas pelan. Ia pun membulatkan tekadnya untuk menghilangkan rasa malunya -hanya untuk saat ini. Perlahan tangannya terangkat, membalas pelukan yang Karma berikan.
"K-Karma-kun..."
"Hmm?"
"K-kau tidak tidur 'kan?"
Hening sejenak setelah pertanyaan itu terlontar. Manami bingung harus melakukan apa. Tapi ia bisa merasakan kalau Karma mempererat pelukannya -membuat wajah Manami memerah sempurna.
"Entahlah. Pelukanmu hangat dan nyaman. Membuatku mengantuk."
Tubuh Manami menegang mendengar penuturan Karma. Itu lebih terdengar seperti gombalan di telinga Manami. Atau itu cara Karma untuk berterimakasih?
"K-Karma-kun?"
"Kau ingin pulang?"
"Eh?"
Karma melepas pelukannya, membuat jarak di antara keduanya. Mercury milik Karma bertemu pandang dengan violet milik Manami. Menghadirkan rona merah pada kedua pipi Manami.
"Kuantar 'ya," kata Karma dengan senyumnya yang biasa sambil bangun dari posisi duduknya. Manami pun ikut berdiri, menepuk perlahan rok yang dipakainya guna membersihkan debu yang menempel.
"A-ano... Apa tidak merepotkan?" tanya Manami ragu -ia tak mau merepotkan Karma lebih jauh. "Tentu tidak. Lagipula, aku yang menawarkan diri untuk menemanimu pulang 'kan?" balas Karma dengan senyum tulus -Manami memerah tipis melihat senyum Karma. Melihat Karma tersenyum setulus itu adalah hal langka, dan Manami akui kalau senyum Karma sangat menawan.
"A-ah! K-kalau begitu, bagaimana kalau kau makan malam di rumahku saja? A-anggap saja sebagai ucapan terimakasih karena sudah mau mengantarku."
Manami gugup. Terlihat jelas dari pengucapannya yang terbata-bata dan rona tipis yang terlihat di pipi Manami. Di mata Karma, rasa gugup Manami justru menambah kesan manis dari Si Gadis Berkepang.
"Baiklah, kuterima tawarannya."
Lagipula, bagaimana aku bisa menolak permintaannya, jika ia meminta dengan wajah semanis itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
You Will Be Mine - KarManami [Complete]
FanfictionKisah Karma tentang bagaimana perjuangannya untuk mendekati sang Poison Glasses. KarManami (Drabble) Assassination Classroom © Yusei Matsui