Words: 1006
.
.
.
Suasana canggung memenuhi ruang tamu kediaman Akabane. Semua terjadi karena putra tunggal keluarga tersebut kepergok tengah berpelukan oleh seorang wanita di ruang tamu rumahnya yang sepi.Karma dan Manami duduk di satu sisi dari meja berbentuk persegi -mereka duduk bersebelahan. Pria paruh baya dengan manik mercury dan wanita paruh baya berambut merah tua itu duduk di sisi lainnya -bersisian. Sedangkan tiga tamu yang dibawa oleh pria bermanik mercury itu duduk di sisi lainnya.
Mercury milik Karma terlihat menyelidik. Mengamati situasi tegang yang terjadi saat ini. Ini salahnya, karena tidak memperkirakan kepulangan orangtuanya yang seharusnya masih berada di luar Jepang. Ya, orangtuanya. Pria berambut hitam -sedikit putih- dengan manik mercury tajam dan wanita berambut merah tua sepunggung yang duduk di sampingnya. Ditambah, ketiga tamu yang sebenarnya tidak pernah Karma ingin temui lagi.
"Jadi, dia kekasihmu? Kupikir, gadis berambut biru yang pernah kaubawa itu kekasihmu."
Karma maupun Manami saling pandang. Tentu keduanya tahu siapa yang dimaksud 'gadis berambut biru' yang dikatakan oleh pria paruh baya bermanik mercury itu.
"Karma-kun... Kau-"
"Tidak, Manami. Ini salah paham," ucap Karma pelan sambil memijat pangkal hidungnya pelan -berusaha mengabaikan tatapan Manami yang menuntut jawaban lebih. "Aku masih normal. Please," lanjutnya dengan senyum kesal.
"Justru karena kau normal. Wajar 'kan? Dengan Si Biru itu," tanya kepala keluarga Akabane itu dengan seringai tipis. Karma merinding melihatnya. Membayangkan apa yang dikatakan oleh ayahnya, justru membuat bulu romanya berdiri. Mengerikan.
"Justru itu tidak normal 'kan?"
Perhatian kini tertuju pada Manami yang tengah menyesap cokelat hangat yang sebelumnya ia dan Karma buat -sebelum kedua orangtua Karma dan ketiga tamunya datang. Dalam hati Karma lega karena Manami mau membelanya.
"Karena Nagisa-kun itu laki-laki."
Keheningan kembali terjadi. Manami memutuskan untuk kembali menuliskan laporan penelitiannya. Karma menyeringai senang melihat reaksi kedua orangtuanya yang terlihat terkejut itu -mengabaikan ketiga tamu yang kini menatap mereka secara bergantian.
"Tidak mungkin dia laki-laki. Rambutnya panjang, wajahnya manis, tubuhnya juga seperti perempuan," kata wanita paruh baya berambut merah tua itu dengan nada sedikit meninggi. Pria di sampingnya hanya menopang dagu, menunggu jawaban dari Karma maupun Manami.
"Setahuku, dia punya sedikit masalah dengan ibunya. Nagisa-kun seperti itu karena keinginan ibunya, bukan karena dia mau. Ini fotonya saat di kolam renang."
Karma yang sedang meminum cokelat hangat miliknya pun hampir tersedak. Kenapa Manami bisa punya foto Nagisa saat di kolam renang.
"Tunggu, dari mana kau dapat foto itu?" tanya Karma dengan senyum miring.
"Akari-chan pernah memintaku memotretnya dengan Nagisa-kun saat di kolam renang," jawab Manami dengan senyum manisnya. Karma berdecih dalam hati.
"Wah, sepertinya kami salah paham 'ya, Karma," ucap ayah Karma dengan senyum culas yang membuat Karma berdecih sebal. Katakanlah kalau Karma tidak terlalu menyukai ayahnya. "Tapi, aku tidak menyangka kalau kau juga akan mengenalnya," lanjutnya sambil menatap Manami dengan senyum simpul.
"Ah, aku dan Karma sekelas dengannya saat di kelas E," balas Manami dengan senyum manis. Sepertinya ada untungnya Manami memiliki sifat polos -karena kepolosannya justru mencairkan suasana tegang saat ini.
"Lalu, namamu?" tanya pria itu lagi dengan senyum yang sama. Karma memilih untuk mengabaikan pembicaraan mereka dan memeriksa kosa kata yang Manami gunakan di laporan penelitiannya.
"Manami."
Netra mercury Karma sedikit melirik ke arah Manami -mendapati gadis berkacamata itu tengah tersenyum manis saat ini. Manami memang masih polos seperti dulu. Tapi, Manami yang sekarang jauh lebih peka akan situasi dan kondisi.
"Hee, kau yakin mau menjalin hubungan dengan putraku? Dia sering terlibat perkelahian 'lho. Kalau kau berasal dari kelas E, kau juga pasti tahu hal itu."
Apa ayahnya berniat agar Manami memutuskan hubungan mereka?
Karma mendengus, lalu menatap Manami -menunggu jawaban dari Manami yang kini terlihat tengah berpikir.
"Kalau itu, aku tahu sejak awal 'kok."
Senyum manis masih ditampilkan Manami. Karma tak tahu harus merespon bagaimana atas jawaban Manami yang terkesan polos dan asal bicara.
"Setidaknya, Karma-kun tak akan terlibat perkelahian tanpa alasan yang kuat."
Jawaban yang diberikan Manami pun membuat setiap orang di sana tertegun -terutama Karma yang sama sekali tidak menduga atas jawaban yang diberikan oleh Manami.
"Kau tidak takut dengannya?"
Karma mendelik saat mendengar pertanyaan tersebut. Mendapati ayahnya tengah tersenyum culas dengan maksud tertentu yang ia sembunyikan. Sepertinya, ayahnya berniat menguji mereka berdua. Mungkin?
"Awalnya 'sih, iya."
Nusuk. Rasanya, jawaban Manami barusan benar-benar menusuk.
"Tapi, dia tidak terlalu menyeramkan 'kok. Justru baik. Ah, dia juga pendengar yang baik."
Karma menutup wajahnya yang tertunduk dengan tangan kanannya. Ia yakin kalau wajahnya memerah saat ini. Ia sama sekali tidak menyangka dengan kalimat lanjutan dari jawaban Manami.
Ayah Karma -Akabane Kenjirou- terlihat tengah menyeringai tipis melihat reaksi dari putra tunggalnya itu. Ini pertama kalinya Karma membawa seorang gadis ke rumah mereka. Dan, ia ingin sedikit mengerjai putranya lebih jauh. Anggap saja sebagai rasa peduli seorang ayah.
"Lalu, sudah sejauh mana hubungan kalian?" tanyanya dengan seringai tipis. Karma kembali mendelik menatap ayahnya. Manami terlihat tengah mencerna maksud pertanyaan tersebut.
"Maksudnya?"
Kenjirou tertawa pelan mendapati kepolosan dari kekasih putranya. Ia menatap Karma yang kini tengah memelototinya dengan ekspresi kesal. Ia menyeringai tipis menanggapi tatapan putranya.
"Yah, apa saja yang sudah kalian lakukan? Sampai ciuman? Atau lebih dari itu?"
Manik mata Karma melebar mendengarnya. Ia tak mau kepolosan Manami memudar hanya karena ucapan dari ayahnya. Karma menatap Manami, mendapati yang ditatap tengah berpikir keras saat ini.
"Tidak. Kami tidak pernah ciuman 'kok. Kalau pelukan, Karma-kun sering melakukannya. Lalu, apa maksudnya lebih dari itu?"
Karma menepuk dahinya pelan. Menundukkan wajahnya guna menyembunyikan ronaan tipis di wajah. Ia bisa mendapati ayah dan ibunya tengah menatapnya tidak percaya. Karma juga yakin kalau ketiga tamu yang dibawa orangtuanya pun menatapnya dengan tatapan yang sama.
Sebenarnya, apa yang dikatakan Manami tidak sepenuhnya benar. Karena Karma pernah mencium Manami sekali. Sayangnya, Manami sedang tidur saat itu -sehingga tidak menyadari Karma yang menciumnya.
"Kupikir, putraku bisa lebih agresif dari itu. Kau menahan diri 'ya, Karma?"
Karma tertawa sarkastik menanggapi pertanyaan dan tatapan dari ayahnya tersebut.
"Ah, apa kau sudah menemui orangtuanya, Karma?"
Pertanyaan yang dilontarkan ibu Karma -Akabane Yukako- membuat ruangan tersebut kembali hening. Disertai dengan bertambah beratnya atmosfer di ruangan tersebut.
Dari sekian banyak pertanyaan, kenapa kau harus menanyakan pertanyaan itu, Okaa-san?
KAMU SEDANG MEMBACA
You Will Be Mine - KarManami [Complete]
FanfictionKisah Karma tentang bagaimana perjuangannya untuk mendekati sang Poison Glasses. KarManami (Drabble) Assassination Classroom © Yusei Matsui