Kunugigaoka mengadakan acara festival. Di sana, setiap kelas diwajibkan untuk membuat suatu acara untuk menarik perhatian setiap pengunjung yang datang. Sekaligus untuk menarik para calon siswa baru untuk semester depan.
Kelas E yang menjadi kelas terbelakang -sekaligus mendapatkan tempat di atas bukit- pun merasa tertantang untuk menang dari kelas A dalam menarik perhatian pengunjung.
Pada akhirnya, kelas E pun sepakat untuk membuat sebuah kafe dengan memanfaatkan setiap bahan yang ada di bukit tempat kelas mereka berada sebagai bahan masakan. Mereka pun membuat kafe tersebut dengan serius dan dengan seluruh kemampuan mereka.
Hari pertama mereka membuka kafe tersebut tidaklah berjalan lancar. Hanya beberapa pengunjung yang datang. Salah satunya, seorang wanita paruh baya dengan rambut hitam sepunggung, serta manik violet miliknya.
Ibu Manami.
Karma yang bertugas mengantarkan makanan pun terdiam saat menatap sosok wanita paruh baya tersebut dari jauh. Di samping meja wanita paruh baya itu, berdiri Megu yang tengah mencatat pesanan wanita tersebut.
Karma beralih ke dapur, berniat kembali mengantarkan pesanan para pelanggan -daripada dirinya terus berpikir keras tentang tujuan datangnya Ibu Manami ke kafe mereka.
"Ah, Karma! Antarkan ini ke wanita paruh baya yang memakai dress di bawah lutut dengan warna cream 'ya!" kata Megu sambil menyodorkan baki berisi pesanan Sang Pelanggan padanya. Karma menerima baki tersebut. Ia tahu pelanggan yang dimaksud Megu. Ia tak tahu ini kebetulan atau tidak. Karena dirinya harus berhadapan dengan Ibu Manami untuk kedua kalinya -setidaknya, Sang Ayah dan Sang Kakak tidak ikut datang.
"Silahkan pesanannya," kata Karma dengan senyum lebar. Makanan dan minuman yang berada di atas baki ia taruh satu per satu ke atas meja.
Wanita paruh baya itu menatapnya dengan pandangan terbelalak saat Karma berdiri di samping meja tempatnya berada, sebelum pandangan matanya berubah menjadi melembut. Karma berusaha keras untuk tidak menyuarakan pemikirannya saat ini. Dalam diri bertanya-tanya dengan alasan keberadaan Ibu Manami di sana.
"A-ano... Namamu Karma 'kan?"
Karma sedikit terlonjak kaget saat mendengar pertanyaan yang terlontar dari wanita tersebut. Kalau diingat lagi tentang kejadian dirinya yang membawa lari Manami, saat itu nama Karma sempat disebut beberapa kali oleh Manami. Jangan bilang, kedatangan wanita di hadapannya ini untuk menceramahinya?
"Ah, iya. Nama saya Karma," balasnya dengan senyum culas. Berusaha keras menyembunyikan pemikirannya dari pelanggan di hadapannya. Bagaimanapun, wanita di hadapannya adalah pelanggan. Ia tak boleh menakuti atau mengusir pelanggan.
"Bisa bicara sebentar. Jika kau sibuk, aku tak keberatan bicara setelah kafe kalian tutup," tanyanya dengan senyum canggung. Reaksi wanita tersebut membuat Karma teringat dengan Manami. Pasti sifat Manami itu turunan dari Sang Ibu.
"Maaf, bicara tentang apa 'ya?" tanya Karma berusaha sesopan yang ia bisa.
"Tentang Manami dan ucapanmu saat itu," jawabnya dengan pandangan serius. Karma mengangguk sesaat, lalu meminta izin untuk kembali ke dapur -untuk meminta waktu istirahat pada Yuuma.
Untungnya, Manami bekerja di dapur. Jadi, ia tak tahu tentang kedatangan ibunya.
Yuuma memberinya waktu istirahat sepuluh menit, setelah dirinya mengatakan kalau kenalan ibunya datang untuk bicara dengannya. Ia tak bohong mengenai kenalan ibunya itu. Nenek Manami bilang, orangtuanya dan orangtua Manami saling kenal, dan ia menggunakan alasan itu untuk mengambil waktu istirahat sejenak.
"Maaf, bisa langsung ke intinya saja? Waktu istirahatku hanya sepuluh menit," kata Karma dengan senyum culasnya. Wanita itu mengangguk mengerti.
"Kau serius dengan ucapanmu saat itu?" tanyanya langsung. Karma berpikir sejenak. Mencoba mengingat tentang perkataannya saat itu. "Kau bilang, kau calon kekasih Manami," lanjutnya sambil menyesap perlahan minuman yang dipesannya.
Karma diam di posisinya. Ia akui kalau ucapannya saat itu terkesan memalukan. Tapi ia tak bisa mundur sekarang.
"Aku hanya temannya untuk saat ini," jawab Karma dengan senyum yang sama seperti sebelumnya. Wanita itu menghela napas perlahan
"Kau tidak sedang mempermainkannya 'kan?" tanyanya lagi. Karma mengerutkan keningnya, sedikit tak suka dengan kalimat tersebut.
"Aku serius 'kok," balasnya dengan seringai tipis. "Walau putri anda sama sekali tidak peka," lanjutnya dengan senyum miring -meratapi nasibnya yang tak begitu bagus dalam percintaan.
Wanita itu tersenyum tipis mendengarnya. Merasa cukup puas dengan jawaban yang diberikan oleh Karma.
"Maaf, aku harus kembali bekerja," kata Karma dengan senyum culasnya, diikuti dirinya yang berdiri dari posisi duduknya.
"Boleh aku tahu nama lengkapmu?" tanya wanita itu lagi. "Setidaknya, aku harus tahu nama lelaki yang menyukai putriku," lanjutnya dengan senyum simpul.
Karma menyeringai tipis mendengarnya. Entah kenapa, dirinya seperti baru saja mendapatkan izin dari Sang Ibu dari pihak wanita tentang hubungannya dengan Manami nanti. Membayangkannya saja sudah lebih dari cukup untuk membuatnya menyeringai senang.
"Akabane Karma."
Karma pun segera kembali ke dapur setelah dirinya menyebutkan nama lengkapnya. Wanita itu pun mulai memakan makanan di hadapannya dalam diam. Pembicaraan tadi sudah membuatnya merasa lebih tenang sekarang.
Putra keluarga Akabane 'ya? Putra Kenjirou-kun dengan Yukako-chan... Hmm... kebetulan itu memang aneh. Yah, setidaknya dia serius dengan Manami.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Will Be Mine - KarManami [Complete]
FanfictionKisah Karma tentang bagaimana perjuangannya untuk mendekati sang Poison Glasses. KarManami (Drabble) Assassination Classroom © Yusei Matsui